Permen Pu No 45 Tahun 2007



Cara Mencari Interpolasi Linier Biaya Pembangunan Gedung

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 45/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN GEDUNG NEGARA - Bidang Jasa Konstruksi - DTBP PEMKAB BOGOR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM 
PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN 

BANGUNAN GEDUNG NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM  Menimbang  :  a.  bahwa sesuai penjelasan ayat (8) pasal 5 Peraturan  Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan  Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 tahun 2002  tentang Bangunan Gedung, penyelenggaraan  bangunan gedung negara diatur oleh Menteri  Pekerjaan Umum; b.  bahwa sesuai dengan Lampiran C Peraturan  Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 tentang  Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Peme-rintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan  Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, penetap-an kebijakan pembangunan serta pengelolaan  gedung dan rumah negara merupakan urusan  Pemerintah;  c.  bahwa bangunan gedung negara merupakan  salah satu aset milik negara yang mempunyai nilai  strategis sebagai tempat berlangsungnya proses  penyelenggaraan negara yang diatur dan dikelola  agar fungsional, andal, efektif, efisien, dan  diselenggarakan secara tertib;  d.  bahwa dalam rangka pembangunan bangunan  gedung negara sebagai bagian awal dari proses  penyelenggaraan bangunan gedung negara yang fungsional, andal, efektif, efisien, dan diselenggara-kan secara tertib, diperlukan adanya Pedoman  Teknis sebagai landasan dalam penyelenggaraan  pembangunannya;  e.  bahwa Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan  Gedung Negara tersebut perlu ditetapkan dengan  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum; Mengingat  :  1.  Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang  Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik  Indonesia Tahun 1999 Nomor 54 Tambahan  Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3833);  2.  Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2002 tentang  Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik  Indonesia Tahun 2002 Nomor 134 Tambahan  Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4247);  3.  Undang–undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang  Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara  Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5 Tambahan  Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);  4.  Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang  Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik  Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan  Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4438);  5.  Peraturan Pemerintah RI Nomor 29 Tahun 2000  tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000  No. 64 Tambahan Lembaran Negara No. 3956);  6.  Peraturan Pemerintah RI Nomor 36 Tahun 2005  tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang  Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005  No. 83 Tambahan Lembaran Negara No. 4532);  7.  Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2006  tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006  Nomor 20 Tambahan Lembaran Negara Nomor  4609);  ii  8.  Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007  tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara  Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan  Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran  Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82);  9.  Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang  Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan  Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;  10.  Keputusan Presiden RI Nomor 187/M Tahun 2004  tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;  11.  Keputusan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2005  tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan  Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian  Negara RI jo Peraturan Presiden RI Nomor 15 Tahun  2005 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden  RI Nomor 10 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,  Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata  Kerja Kementerian Negara RI;  12.  Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum  Nomor 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis  Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada  Bangunan dan Lingkungan;  13.  Keputusan  Menteri Negara Pekerjaan Umum  Nomor 11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis  Manajemen Penanggulangan Kebakaran di  Perkotaan;  14.  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor  286/PRT/M/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja  Departemen Pekerjaan Umum;  15.  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor  29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan  Teknis Bangunan Gedung;  16.  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor  30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas  dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan  Lingkungan; iii  17.  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor  05/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Rumah  Susun Sederhana Bertingkat Tinggi;  18.  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor  06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana  Tata Bangunan dan Lingkungan. MEMUTUSKAN:  Menetapkan  :  PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG  PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN  GEDUNG NEGARA.  BAB I  KETENTUAN UMUM Bagian Pertama  Pengertian Pasal 1  Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:  1.  Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan  dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan milik negara seperti:  gedung kantor, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudang, dan  rumah negara, dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal  dari dana APBN, dan/atau perolehan lainnya yang sah.  2.  Pembangunan adalah kegiatan mendirikan bangunan gedung yang  diselenggarakan melalui tahap perencanaan teknis, pelaksanaan  konstruksi dan pengawasan konstruksi/manajemen konstruksi (MK), baik  merupakan pembangunan baru, perbaikan sebagian atau seluruhnya,  maupun perluasan bangunan gedung yang sudah ada, dan/atau  lanjutan pembangunan bangunan gedung yang belum selesai,  dan/atau perawatan (rehabilitasi, renovasi, restorasi).  3.  Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden  Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara  iv  Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  4.  Pemerintah Daerah adalah  Gubernur, Bupati, atau Walikota dan  Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.  Bagian Kedua Maksud, Tujuan, dan Lingkup Pasal 2  (1)  Pedoman Teknis ini dimaksudkan sebagai petunjuk pelaksanaan bagi  para penyelenggara dalam melaksanakan pembangunan bangunan  gedung negara.  (2)  Pedoman Teknis ini bertujuan terwujudnya bangunan gedung negara  sesuai dengan fungsinya, memenuhi persyaratan, keselamatan,  kesehatan, kenyamanan, kemudahan,efisien dalam penggunaan  sumber daya, serasi dan selaras dengan lingkungannya, dan  diselenggarakan secara tertib, efektif dan efesien.  (3)  Lingkup Pedoman Teknis ini meliputi substansi pedoman teknis dan  pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung negara.  BAB II  PENGATURAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA  Bagian Pertama  Substansi Pedoman Teknis  Pasal 3  (1)  Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara meliputi:  a.  Persyaratan Bangunan Gedung Negara yang terdiri dari:  1.  Klasifikasi Bangunan Gedung Negara;  2.  Tipe Bangunan Rumah Negara;  3.  Standar Luas;  4.  Persyaratan Teknis; dan  5.  Persyaratan Administrasi.  b.  Tahapan Pembangunan Bangunan Gedung Negara terdiri dari:  1.  Tahap Persiapan;  2.  Tahap Perencanaan Teknis; dan  3.  Tahap Pelaksanaan Konstruksi.  c.  Pembiayaan Pembangunan Bangunan Gedung Negara terdiri  dari:  1.  Umum;  2.  Standar Harga Satuan Tertinggi;  3.  Komponen Biaya Pembangunan;  4.  Pembiayaan Bangunan/Komponen Bangunan Tertentu;  5.  Pembiayaan Pekerjaan Non Standar; dan  6.  Prosentase Komponen Pekerjaan.  d.  Tata cara pelaksanaan Pembangunan Bangunan Gedung  Negara meliputi:  1.  Penyelenggara Pembangunan Bangunan Gedung Negara;  2.  Organisasi dan Tata Laksana;  3.  Penyelenggaraan Pembangunan Tertentu; dan  4.  Pemeliharaan/Perawatan Bangunan Gedung Negara.  e.  Pendaftaran Bangunan Gedung Negara meliputi:  1.  Tujuan Pendaftaran Bangunan Gedung Negara;  2.  Sasaran dan Metode Pendaftaran;  3.  Pelaksanaan Pendaftaran Bangunan gedung Negara; dan  4.  Produk Pendaftaran Bangunan Gedung Negara.  f.  Pembinaan dan Pengawasan Teknis.  (2)  Rincian Pembangunan Bangunan Gedung Negara sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) pasal ini tercantum pada lampiran Peraturan  Menteri ini, yang merupakan satu kesatuan pengaturan dalam  Peraturan Menteri ini.  (3)  Setiap orang atau Badan Hukum termasuk instansi Pemerintah, dalam  penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara wajib  memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)  pasal ini.  Bagian Kedua  Pengaturan Penyelenggaraan  Pasal 4  (1)  Setiap pembangunan Bangunan Gedung Negara yang dilaksanakan  oleh Kementerian/Lembaga harus mendapat bantuan teknis berupa  tenaga Pengelola Teknis dari Departemen Pekerjaan Umum dalam  rangka pembinaan teknis.  (2)  Untuk pelaksanaan pembangunan Bangunan Gedung Milik Daerah  yang biayanya bersumber dari APBD  diatur dengan Keputusan  vi  Gubernur/Bupati/Walikota yangdidasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. (3)  Untuk pelaksanaan pembangunan Bangunan Gedung Milik  BUMN/BUMD mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri  ini.  (4)  Dalam hal Daerah belum mempunyai Keputusan Gubernur/  Bupati/Walikota pada ayat (2) pasal ini diberlakukan ketentuan  sebagaimana dimaksud pada Pasal 5.  (5)  Daerah yang telah mempunyai Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota  sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini sebelum Peraturan  Menteri ini ditetapkan, harus menyesuaikan dengan ketentuan-  ketentuan persyaratan pembangunan bangunan gedung negara  sebagaimana dimaksud pada Pasal 3.  Pasal 5  (1)  Dalam melaksanakan pembinaan pembangunan bangunan  gedung negara, Pemerintah melakukan peningkatan kemampuan  aparat Pemerintah Daerah, maupun masyarakat dalam memenuhi  ketentuan Pedoman Teknis sebagaimana dimaksud pada Pasal 3  untuk terwujudnya tertib pembangunan bangunan gedung negara.  (2)  Dalam melaksanakan pengendalian pembangunan bangunan  gedung daerah Pemerintah Daerah wajib menggunakan Pedoman  Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 2.  (3)  Terhadap aparat Pemerintah Daerah, yang bertugas dalam  pembangunan bangunan gedung daerah yang melakukan  pelanggaran ketentuan dalam Pasal 3 dikenakan sanksi sesuai  ketentuan dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang  Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN dan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana  Korupsi, serta peraturan-peraturan pelaksanaannya.  (4)  Terhadap penyedia jasa konstruksi yang terlibat dalam pembangunan  bangunan gedung negara/daerah yang melakukan pelanggaran  ketentuan dalam Pasal 3 dikenakan sanksi dan atau ketentuan  pidana sesuai dengan Undang-undang No. 18 tahun 1999 tentang  Jasa Konstruksi dan peraturan-peraturan pelaksanaannya.  vii  BAB III  PEMBINAAN TEKNIS DAN PENGAWASAN TEKNIS  Pasal 6  (1)  Pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan bangunan  gedung negara melakukan pembinaan teknis dan pengawasan teknis  kepada Pengguna Anggaran dan Penyedia Jasa Konstruksi.  (2)  Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat  dilakukan melalui pemberian bantuan teknis berupa: bantuan  tenaga, bantuan informasi, bantuan kegiatan percontohan.  (3)  Pengawasan teknis dilaksanakandengan pengawasan terhadap  penerapan peraturan perundang-undangan terkait dengan  penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara.  (4)  Pembinaan teknis dan pengawasan teknis bangunan gedung negara  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh  Departemen Pekerjaan Umum cq Direktorat Penataan Bangunan dan  Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya untuk tingkat nasional dan  wilayah DKI Jakarta; dan Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Teknis Provinsi  yang bertanggung jawab dalam pembinaan bangunan gedung  untuk wilayah provinsi di luar DKI Jakarta.  BAB IV  KETENTUAN LAIN-LAIN  Pasal 7  Peraturan Menteri tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan  Gedung Negara ini merupakan  bagian dari Pedoman Teknis  Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara yang meliputi  pembangunan, pemanfaatan, dan penghapusan.  viii  BAB V  KETENTUAN PERALIHAN  Pasal 8  (1)  Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Keputusan  Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 332/KPTS/ M/2002  Tahun 2002 tanggal 21 Agustus 2002 tentang Pedoman Teknis  Pembangunan Bangunan Gedung Negara dinyatakan tidak berlaku  lagi.  (2)  Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, semua ketentuan  Pembangunan Bangunan Gedung Negara yang telah ada sepanjang  tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini masih tetap berlaku  sampai digantikan dengan yang baru.  BAB VI  KETENTUAN PENUTUP  Pasal 9  (1)  Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.  (2)  Peraturan Menteri ini wajib dilaksanakan bagi setiap penye-  lenggara pembangunan bangunan gedung negara oleh  Kementerian /Lembaga.  (3)  Peraturan  Menteri ini disebarluaskan kepada pihak-pihak yang  bersangkutan untuk diketahui dan dilaksanakan.  Ditetapkan di  :  Jakarta  Pada Tanggal  :  27 Desember 2007  MENTERI PEKERJAAN UMUM  DJOKO KIRMANTO  ix  Lampiran  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 45 /PRT/M/2007  Tanggal : 27 Desember 2007  Tentang : Pedoman Teknis  Pembangunan Bangunan  Gedung Negara  BAB I  U M U M  A.  PENGERTIAN  1.  BANGUNAN GEDUNG  Yang dimaksud dengan bangunan gedung adalah wujud fisik  hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan  kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas  dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi  sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, baik untuk  hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan  usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.  2.  BANGUNAN GEDUNG NEGARA  Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk  keperluan dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan milik  negara dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang  berasal dari dana APBN, dan/atau perolehan lainnya yang  sah, antara lain seperti: gedung kantor, gedung sekolah,  gedung rumah sakit, gudang, rumah negara, dan lain-lain.  3.  PENGADAAN  Yang dimaksud dengan pengadaan adalah kegiatan  pengadaan bangunan gedung baik melalui proses  pembangunan, pembelian, hibah, tukar menukar, maupun  kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah dan bangun  serah guna.  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 4.  PEMBANGUNAN  Yang dimaksud dengan pembangunan adalah kegiatan  mendirikan bangunan gedung yang diselenggarakan melalui  tahap persiapan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi  dan pengawasan konstruksi/manajemen konstruksi (MK), baik  merupakan pembangunan baru, perbaikan sebagian atau  seluruhnya, maupun perluasan bangunan gedung yang  sudah ada, dan/atau lanjutan pembangunan bangunan  gedung yang belum selesai, dan/atau perawatan  (rehabilitasi, renovasi, restorasi).  5. INSTANSI TEKNIS SETEMPAT  Instansi Teknis setempat dimaksud adalah:  a.  Direktorat Penataan Bangunandan Lingkungan, Direktorat  Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum untuk  tingkat nasional dan wilayah DKI Jakarta.  b. Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Teknis Provinsi yang  bertanggung jawab dalam pembinaan  bangunan  gedung untuk wilayah provinsi, di luar DKI Jakarta.  B.  ASAS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA  Pelaksanaan pembangunan bangunan gedung negara  berdasarkan azas dan prinsip:  1.  kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan serta keserasian  /keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya;  2.  hemat, tidak berlebihan, efektif dan efisien, serta sesuai  dengan kebutuhan dan ketentuan teknis yang disyaratkan;  3.  terarah dan terkendali sesuai rencana, program/satuan kerja,  serta fungsi setiap kementerian/lembaga/instansi pemilik/  pengguna bangunan gedung;  4.  semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam  negeri dengan memperhatikan kemampuan/potensi  nasional.  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 3 C.   MAKSUD DAN TUJUAN  1.  Pedoman ini dimaksudkan sebagai petunjuk pelaksanaan bagi  para penyelenggara pembangunan dalam melaksanakan  pembangunan bangunan gedung negara.  2.  Tujuan agar:  a.  bangunan gedung negara diselenggarakan sesuai dengan  fungsinya, memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan,  kenyamanan, dan kemudahan, serta efisien dalam  penggunaan sumber daya, serasi dan selaras dengan  lingkungannya.  b.  penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung  negara dapat berjalan dengan tertib, efektif, dan efisien.  D.  LINGKUP MATERI PEDOMAN  Lingkup materi Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung  Negara adalah sebagai berikut:  1.  Bab I : Umum, memberikan gambaran umum yang meliputi  pengertian, azas bangunan gedung negara, maksud dan  tujuan, serta lingkup materi pedoman.  2.  Bab II : Persyaratan Bangunan Gedung Negara,meliputi  ketentuan tentang klasifikasi bangunan gedung negara, tipe  rumah negara, standar luas bangunan gedung negara,  persyaratan administratif, dan persyaratan teknis bangunan  gedung negara.  3.  Bab III : Tahapan Pembangunan Bangunan Gedung Negara,  meliputi ketentuan tentang persiapan, perencanaan  konstruksi, dan pelaksanaan konstruksi.  4.  Bab IV : Pembiayaan Pembangunan Bangunan Gedung  Negara, meliputi ketentuan umum, standar harga satuan  tertinggi, komponen biaya pembangunan, pembiayaan  bangunan/komponen bangunan tertentu, biaya pekerjaan  non standar, dan prosentase komponen pekerjaan bangunan  gedung negara.  5.  Bab V : Tata Cara Pembangunan Bangunan Gedung  Negara, meliputi ketentuan tentang penyelenggara  pembangunan bangunan gedung negara, organisasi dan  tata laksana, penyelenggaraan pembangunan tertentu,  Pedoman Teknis Pembangunan BGN pemeliharaan/perawatan bangunan gedung negara, serta  pembinaan dan pengawasan teknis.  6.  Bab VI : Pendaftaran Bangunan Gedung Negara, meliputi  tujuan, sasaran dan metode pendaftaran, pelaksanaan  pendaftaran, dan dokumen pendaftaran bangunan gedung  negara.  7.  Bab VII : Pembinaan dan Pengawasan Teknis.  8.  Bab VIII : Penutup,penjelasan yang menguraikan apabila  terjadi persoalan atau penyimpangan dalam penerapan  pedoman teknis pembangunan bangunan gedung negara,  serta petunjuk untuk konsultasi.  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 5 BAB II  PERSYARATAN  BANGUNAN GEDUNG NEGARA  A. KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG NEGARA BERDASARKAN  TINGKAT KOMPLEKSITAS MELIPUTI: 1. BANGUNAN SEDERHANA  Klasifikasi bangunan sederhana adalah bangunan gedung  negara dengan karakter sederhana serta memiliki kom-pleksitas dan teknologi sederhana. Masa penjaminan  kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun.  Yang termasuk klasifikasi Bangunan Sederhana, antara lain:  ƒ  gedung kantor yang sudah ada disain prototipenya, atau  bangunan gedung kantor dengan jumlah lantai s.d. 2  lantai dengan luas sampai dengan 500 m 2 ƒ  bangunan rumah dinas tipe C, D, dan E yang tidak  bertingkat;  ƒ  gedung pelayanan kesehatan: puskesmas;  ƒ  gedung pendidikan tingkat dasar dan/atau lanjutan  dengan jumlah lantai s.d. 2 lantai.  2.  BANGUNAN TIDAK SEDERHANA  Klasifikasi bangunan tidak sederhana adalah bangunan  gedung negara dengan karakter tidak sederhana serta  memiliki kompleksitas dan/atau teknologi tidak sederhana.  Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama  paling singkat 10 (sepuluh) tahun.  Yang termasuk klasifikasi Bangunan Tidak Sederhana, antara  lain:  ƒ  gedung kantor yang belum ada disain prototipenya, atau  gedung kantor dengan luas di atas dari 500 m 2 , atau  gedung kantor bertingkat lebih dari 2 lantai;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN ƒ  bangunan rumah dinas tipe A dan B; atau rumah dinas C,  D, dan E yang bertingkat lebih dari 2 lantai, rumah  negara yang berbentuk rumah susun;  ƒ  gedung Rumah Sakit Klas A, B, C, dan D;  ƒ  gedung pendidikan tinggi universitas/akademi; atau  gedung pendidikan dasar/lanjutan bertingkat lebih dari 2  lantai.  3. BANGUNAN KHUSUS  Klasifikasi bangunan khusus adalah bangunan gedung  negara yang memiliki penggunaan dan persyaratan khusus,  yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya memer-lukan penyelesaian/teknologi khusus. Masa penjaminan  kegagalan bangunannya paling singkat 10 (sepuluh) tahun.  Yang termasuk klasifikasi Bangunan Khusus, antara lain:  ƒ  Istana negara dan rumah jabatan presiden dan wakil  presiden;  ƒ  wisma negara;  ƒ  gedung instalasi nuklir;  ƒ  gedung instalasi pertahanan, bangunan POLRI dengan  penggunaan dan persyaratan khusus;  ƒ  gedung laboratorium;  ƒ  gedung terminal udara/laut/darat;  ƒ  stasiun kereta api;  ƒ  stadion olah raga;  ƒ  rumah tahanan;  ƒ  gudang benda berbahaya;  ƒ  gedung bersifat monumental; dan  ƒ  gedung perwakilan negara R.I. di luar negeri.  B. TIPE BANGUNAN RUMAH NEGARA  Untuk bangunan rumah negara, disamping klasifikasinya  berdasarkan klasifikasi bangunan gedung negara tersebut di  atas, juga digolongkan berdasarkan tipe yang didasarkan pada  tingkat jabatan penghuninya dan golongan kepangkatan.  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 7 Tipe  Untuk Keperluan Pejabat/Golongan  Khusus  1)  Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen,  Kepala Lembaga Tinggi/Tertinggi Negara,  2)  Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1) A  1) Sekjen, Dirjen, Irjen, Kepala Badan, Deputi,  2)  Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1) B  1) Direktur, Kepala Biro, Inspektur, Kakanwil, Asisten Deputi  2)  Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1)  3)  Pegawai Negeri Sipil yang golongannya IV/d dan IV/e.  C  1) Kepala Sub Direktorat, Kepala Bagian, Kepala Bidang  2)  Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1)  3)  Pegawai Negeri Sipil yang golongannya IV/a s/d. IV/c.  D  1) Kepala Seksi, Kepala Sub Bagian, Kepala Sub Bidang  2)  Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1)  3)  Pegawai Negeri Sipil yang golongannya III/a s/d. III/d.  E  1) Kepala Sub Seksi  2)  Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1)  3)  Pegawai Negeri Sipil yang golongannya II/d kebawah.  Untuk jabatan tertentu program ruang dan luasan Rumah Negara  dapat disesuaikan mengacu pada tuntutan operasional jabatan.  C. STANDAR LUAS BANGUNAN GEDUNG NEGARA  1. GEDUNG KANTOR  Dalam menghitung luas ruang bangunan gedung kantor  yang diperlukan, dihitung berdasarkan ketentuan sebagai  berikut:  a.  Standar luas ruang gedung kantor pemerintah yang  termasuk klasifikasi sederhana rata-rata sebesar 9,6 m 2 per-personil;  b.  Standar luas ruang gedung kantor pemerintah yang  termasuk klasifikasi tidak sederhana rata-rata sebesar 10  m2 per-personil;  c.  Untuk bangunan gedung kantor yang memerlukan ruang-ruang khusus atau ruang pelayanan masyarakat,  Pedoman Teknis Pembangunan BGN kebutuhannya dihitung secara tersendiri (studi kebu-tuhan ruang) diluar luas ruangan untuk seluruh personil  yang akan ditampung.  Kebutuhan total luas gedung kantor dihitung berdasarkan  jumlah personil yang akan ditampung dikalikan standar luas  sesuai dengan klasifikasi bangunannya. Standar Luas Ruang  Kerja Kantor Pemerintah tercantum pada Tabel C.  2. RUMAH NEGARA  Standar luas Rumah Negara ditentukan sesuai dengan tipe  peruntukannya, sebagai berikut:  Tipe  Luas Bangunan  Luas lahan  *) Khusus  400 m 2 1.000 m 2 A  250 m 2 600 m 2 B  120 m 2 350 m2 C  70 m 2 200 m2 D  50 m 2 120 m2 E  36 m 2 100 m2 Jenis dan jumlah ruang minimum yang harus ditampung  dalam tiap Tipe Rumah Negara, sesuai dengan yang  tercantum dalam Tabel D. Luas teras beratap dihitung 50%,  sedangkan luas teras tidak beratap dihitung 30%.  *)  1.  Dalam hal besaran luas lahan telah diatur dalam  Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan  dalam Peraturan Daerah setempat, maka standar  luas lahan dapat disesuaikan;  2.  Dalam hal rumah negara dibangun dalam bentuk  bangunan gedung bertingkat/rumah susun, maka  luas lahan tersebut tidak berlaku, disesuaikan  dengan kebutuhan sesuai Rencana Tata Ruang  Wilayah;  3.  Toleransi maksimal kelebihan luas tanah  berdasarkan lokasi Rumah Negara:  a. DKI Jakarta : 20 %  b. Ibu Kota Provinsi : 30 %  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 9 c.Ibukota Kab/Kota : 40 %  d. Perdesaan : 50 %  Perkecualian terhadap butir 3 apabila sesuai  dengan ketentuan RTRW setempat atau letak tanah  disudut. 3. STANDAR LUAS GEDUNG NEGARA LAINNYA  Standar luas gedung negara lainnya, seperti: sekolah/  universitas, rumah sakit, dan lainnya mengikuti ketentuan-ketentuan luas ruang yang dikeluarkan oleh instansi yang  bersangkutan.  D. PERSYARATAN ADMINISTRATIF  Setiap bangunan gedung negara harus memenuhi persyaratan  administratif baik pada tahap pembangunan maupun pada  tahap pemanfaatan bangunan gedung negara.  Persyaratan administratif bangunan gedung negara meliputi  pemenuhan persyaratan:  1.  DOKUMEN PEMBIAYAAN  Setiap kegiatan pembangunan Bangunan Gedung Negara  harus disertai/memiliki bukti tersedianya anggaran yang  diperuntukkan untuk pembiayaan kegiatan tersebut yang  disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai peraturan  perundang-undangan yang berlaku yang dapat berupa  Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau  dokumen lainnya yang dipersamakan, termasuk surat  penunjukan/penetapan Kuasa Pengguna Anggaran/  Kepala  Satuan Kerja. Dalam dokumen pembiayaan pem-bangunan bangunan gedung negara sudah termasuk:  a.  biaya perencanaan teknis;  b.  pelaksanaan konstruksi fisik;  c.  biaya manajemen konstruksi/pengawasan konstruksi;  d.  biaya pengelolaan kegiatan.  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 2.  STATUS HAK ATAS TANAH  Setiap bangunan gedung negara harus memiliki kejelasan  tentang status hak atas tanah di lokasi tempat bangunan  gedung negara berdiri. Kejelasan status atas tanah ini dapat  berupa hak milik atau hak guna bangunan. Status hak atas  tanah ini dapat berupa sertifikat atau bukti kepemilikan/hak  atas tanah Instansi/lembaga pemerintah /negara yang  bersangkutan.  Dalam hal tanah yang status haknya berupa hak guna  usaha dan/atau kepemilikannya dikuasai sementara oleh  pihak lain, harus disertai izin pemanfaatan yang dinyatakan  dalam perjanjian tertulis antara pemegang hak atas tanah  atau pemilik tanah dengan pemilik bangunan gedung,  sebelum mendirikan bangunan gedung di atas tanah  tersebut.  3.  STATUS KEPEMILIKAN  Status kepemilikan bangunan gedung negara merupakan  surat bukti kepemilikan bangunan gedung sesuai peraturan  perundang-undangan. Dalam hal terdapat pengalihan hak  kepemilikan bangunan gedung, pemilik yang baru wajib  memenuhi ketentuan sesuai  peraturan perundang-undangan.  4.  PERIZINAN  Setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan  dokumen perizinan yang berupa: Izin Mendirikan Bangunan  Gedung (IMB), Sertifikat Laik Fungsi (SLF) atau keterangan  kelaikan fungsi sejenis bagi daerah yang belum melakukan  penyesuaian.  5.  DOKUMEN PERENCANAAN  Setiap bangunan gedung negara harus memiliki dokumen  perencanaan, yang dihasilkan dari proses perencanaan  teknis, baik yang dihasilkan oleh Penyedia Jasa Perencana  Konstruksi, Tim Swakelola Perencanaan, atau yang berupa  Disain Prototipe dari bangunan gedung negara yang  bersangkutan.  10  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 11 6.  DOKUMEN PEMBANGUNAN  Setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan  dokumen pembangunan yang terdiri atas: Dokumen  Perencanaan, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Dokumen  Pelelangan, Dokumen Kontrak Kerja Konstruksi, dan As Built  Drawings, hasil uji coba/test run operational, Surat  Penjaminan atas Kegagalan Bangunan (dari penyedia jasa  konstruksi), dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sesuai ketentuan.  7.  DOKUMEN PENDAFTARAN  Setiap bangunan gedung negara harus memiliki dokumen  pendaftaran untuk pencatatan dan penetapan Huruf  Daftar Nomor ( HDNo ) meliputi Fotokopi:  a. Dokumen Pembiayaan/DIPA (otorisasi pembiayaan);  b. Sertifikat atau bukti kepemilikan/hak atas tanah;  c.  Status kepemilikan bangunan gedung; d.  Kontrak Kerja Konstruksi Pelaksanaan;  e.  Berita Acara Serah Terima I dan II;  f.  As built drawings (gambar sesuai pelaksanaan konstruksi)  disertai arsip gambar/legger;  g.  Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Sertifikat Laik  Fungsi (SLF); dan  h.  Surat Penjaminan atas Kegagalan Bangunan (dari  penyedia jasa konstruksi).  E.  PERSYARATAN TEKNIS  Secara umum, persyaratan teknis bangunan gedung negara  mengikuti ketentuan yang diatur dalam:  ƒ  Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan  Gedung;  ƒ  Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang  Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang  Bangunan Gedung;  ƒ  Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor  10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan  terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan  Lingkungan;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN ƒ  Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor  11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen  Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan;  ƒ  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006  tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung;  ƒ  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006  tentang Pedoman Teknis Aksesibilitas dan Fasilitas pada  Bangunan Gedung dan Lingkungan;  ƒ  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007  tentang Pedoman Umum Penyusunan RTBL;  ƒ  Peraturan daerah setempat tentang bangunan gedung; serta  ƒ  Standar teknis dan pedoman teknis yang dipersyaratkan.  Persyaratan teknis bangunan gedung negara harus tertuang  secara lengkap dan jelas pada Rencana Kerja dan Syarat-syarat  (RKS) dalam Dokumen Perencanaan.  Secara garis besar, persyaratan teknis bangunan gedung negara  adalah sebagai berikut:  1.  PERSYARATAN TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN  Persyaratan tata bangunan dan lingkungan bangunan  gedung negara meliputi ketentuan-ketentuan yang harus  dipenuhi dalam pembangunan bangunan gedung negara  dari segi tata bangunan dan lingkungannya, meliputi  persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung,  arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian  dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan yang diatur  dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)  dan/atau  Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kabupaten/  Kota atau Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung  Kabupaten/Kota yang bersangkutan, yaitu:  a.  Peruntukan lokasi  Setiap bangunan gedung negara harus diselenggara-kan  sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW  Kabupaten/Kota dan/atau RTBL yang bersangkutan.  12  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 13 b.  Koefisien dasar bangunan (KDB)  Ketentuan besarnya koefisien dasar bangunan mengikuti  ketentuan yang diatur dalam peraturan daerah setempat  tentang bangunan gedung untuk lokasi yang  bersangkutan.  c.  Koefisien lantai bangunan (KLB)  Ketentuan besarnya koefisien lantai bangunan mengikuti  ketentuan yang diatur dalam peraturan daerah setempat  tentang bangunan gedung untuk lokasi yang  bersangkutan.  d.  Ketinggian bangunan  Ketinggian bangunan gedung negara, sepanjang tidak  bertentangan dengan peraturan daerah setempat  tentang ketinggian maksimum bangunan pada lokasi,  maksimum adalah 8 lantai.  Untuk bangunan gedung negara yang akan dibangun  lebih dari 8 lantai, harus mendapat persetujuan dari:  1)  Menteri Pekerjaan Umum atas usul Menteri/Ketua  Lembaga, untuk bangunan gedung negara yang  pembiayaannya bersumber dari APBN dan/atau  APBD;  2)  Menteri Pekerjaan Umum atas usul Menteri Negara  BUMN, untuk bangunan gedung negara yang  pembiayaannya bersumber dari anggaran BUMN.  e.  Ketinggian langit-langit  Ketinggian langit-langit bangunan gedung kantor  minimum adalah 2,80 meter dihitung dari permukaan  lantai. Untuk bangunan gedung olah-raga, ruang  pertemuan, dan bangunan lainnya dengan fungsi yang  memerlukan ketinggian langit-langit khusus, agar  mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) yang  dipersyaratkan. f.  Jarak antar blok/massa bangunan  Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah  setempat tentang bangunan gedung, maka jarak antar  blok/massa bangunan harus mempertimbangkan hal-hal  seperti:  1)  Keselamatan terhadap bahaya kebakaran;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 2)  Kesehatan termasuk sirkulasi udara dan pencaha-yaan;  3)  Kenyamanan;  4)  Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan.  g.  Koefisien daerah hijau (KDH)  Perbandingan antara luas area hijau dengan luas persil  bangunan gedung negara, sepanjang tidak ber-tentangan dengan peraturan daerah setempat tentang  bangunan gedung, harus diperhitungkan dengan  mempertimbangkan  1)  daerah resapan air;  2)  ruang terbuka hijau kabupaten/kota.  Untuk bangunan gedung yang mempunyai KDB kurang  dari 40%, harus mempunyai KDH minimum sebesar 15%.  h.  Garis sempadan bangunan  Ketentuan besarnya garis sempadan, baik garis  sempadan bangunan maupun garis sempadan pagar  harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam RTBL,  peraturan  daerah tentang bangunan gedung, atau  peraturan daerah tentang garis sempadan bangunan  untuk lokasi yang bersangkutan.  i.  Wujud arsitektur  Wujud arsitektur bangunan gedung negara harus  memenuhi kriteria sebagai berikut:  1)  mencerminkan fungsi sebagai bangunan gedung  negara;  2)  seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungan-nya;  3)  indah namun tidak berlebihan;  4)  efisien dalam penggunaan sumber daya baik dalam  pemanfaatan maupun dalam pemeliharaannya;  5)  mempertimbangkan nilai sosial budaya setempat  dalam menerapkan perkembangan arsitektur dan  rekayasa; dan  6)  mempertimbangkan kaidah pelestarian bangunan  baik dari segi sejarah maupun langgam arsitektur-nya.  14  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 15 j.  Kelengkapan Sarana dan Prasarana Bangunan  Bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan  prasarana dan sarana bangunan yang memadai,  dengan biaya pembangunannya diperhitungkan  sebagai pekerjaan non-standar. Prasarana dan sarana  bangunan yang harus ada pada bangunan gedung  negara, seperti:  1)  Sarana parkir kendaraan;  2)  Sarana untuk penyandang cacat dan lansia;  3)  Sarana penyediaan air minum;  4)  Sarana drainase, limbah, dan sampah;  5)  Sarana ruang terbuka hijau;  6)  Sarana hidran kebakaran halaman;  7)  Sarana pencahayaan halaman;  8)  Sarana jalan masuk dan keluar;  9)  Penyediaan fasilitas ruang ibadah, ruang ganti,  ruang bayi/ibu, toilet, dan fasilitas komunikasi dan  informasi.  k.  Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), serta Asuransi  1)  Setiap pembangunan bangunan gedung negara  harus memenuhi persyaratan K3 sesuai yang  ditetapkan dalam Surat Keputusan Bersama Menteri  Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:  Kep.174/MEN/1986 dan 104/KPTS/ 1986 tentang  Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat  Satuan Kerja Konstruksi, dan atau peraturan  penggantinya;  2)  Ketentuan asuransi pembangunan bangunan  gedung negara sesuai dengan peraturan per-undang -undangan.  2.  PERSYARATAN BAHAN BANGUNAN  Bahan bangunan untuk bangunan gedung negara harus  memenuhi SNI yang dipersyaratkan, diupayakan meng-gunakan bahan bangunan setempat/produksi dalam negeri,  termasuk bahan bangunan sebagai bagian dari komponen  bangunan sistem fabrikasi. Spesifikasi teknis bahan bangunan  gedung negara meliputi ketentuan-ketentuan:  Pedoman Teknis Pembangunan BGN a.  Bahan penutup lantai  1)  Bahan penutup lantai menggunakan bahan teraso,  keramik, papan kayu, vinyl, marmer, homogenius tile dan karpet yang disesuaikan dengan fungsi ruang dan  klasifikasi bangunannya;  2)  Adukan/perekat yang digunakan harus memenuhi  persyaratan teknis dan sesuai dengan jenis bahan  penutup yang digunakan.  b.  Bahan dinding  Bahan dinding terdiri atas bahan untuk dinding pengisi  atau partisi, dengan ketentuan sebagai berikut:  1)  Bahan dinding pengisi : batu bata, beton ringan, bata  tela, batako, papan kayu, kaca dengan rangka  kayu/aluminium, panel GRC dan/atau aluminium;  2)  Bahan dinding partisi : papan kayu, kayu lapis, kaca, calsium board, particle board, dan/atau gypsum-board  dengan rangka kayu kelas kuat II atau rangka lainnya,  yang dicat tembok atau bahan finishing lainnya, sesuai  dengan fungsi ruang dan klasifikasi bangunannya;  3)  Adukan/perekat yang digunakan harus memenuhi  persyaratan teknis dan sesuai jenis bahan dinding yang  digunakan;  4)  Untuk bangunan sekolah tingkat dasar, sekolah tingkat  lanjutan/menengah, rumah negara, dan bangunan  gedung lainnya yang telah ada komponen pra-cetaknya, bahan dindingnya dapat menggunakan  bahan pracetak yang telah ada.  c.  Bahan langit-langit  Bahan langit-langit terdiri atas rangka langit-langit dan  penutup langit-langit:  1)  Bahan kerangka langit-langit: digunakan bahan yang  memenuhi standar teknis, untuk penutup langit-langit  kayu lapis atau yang setara, digunakan rangka kayu  klas kuat II dengan ukuran minimum:  ƒ  4/6 cm untuk balok pembagi dan balok peng-gantung;  ƒ  6/12 cm untuk balok rangka utama; dan  ƒ  5/10 cm untuk balok tepi;  16  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 17 ƒ  Besihollowatau metal furring40 mm x 40 mm dan 40  mm x 20 mm lengkap dengan besi penggantung  Ø 8 mm dan pengikatnya.  Untuk bahan penutup akustik atau gypsum digunakan  kerangka aluminium yang bentuk dan ukurannya  disesuaikan dengan kebutuhan;  2)  Bahan penutup langit-langit: kayu lapis, aluminium,  akustik, gypsum, atau sejenis yang disesuaikan dengan  fungsi dan klasifikasi bangunannya;  3)  Lapisan finishing yang digunakan harus memenuhi  persyaratan teknis dan sesuai dengan jenis bahan  penutup yang digunakan.  d.  Bahan penutup atap  1)  Bahan penutup atap bangunan gedung negara harus  memenuhi ketentuan yang diatur dalam SNI yang  berlaku tentang bahan penutup atap, baik  berupa  atap beton,  genteng, metal, fibrecement, calsium  board,sirap, seng, aluminium, maupun asbes/asbes  gelombang. Untuk penutup atap dari bahan beton  harus diberikan lapisan kedap air (water proofing).  Penggunaan bahan penutup atap disesuaikan dengan  fungsi dan klasifikasi bangunan serta kondisi daerahnya;  2)  Bahan kerangka penutup atap: digunakan bahan yang  memenuhi Standar Nasional Indonesia. Untuk penutup  atap genteng digunakan rangka kayu kelas kuat II  dengan ukuran:  ƒ  2/3 cm untuk reng atau 3/4 cm untuk reng genteng  beton;  ƒ  4/6 cm atau 5/7 cm untuk kaso, dengan jarak antar  kaso disesuaikan ukuran penampang kaso.  3)  Bahan kerangka penutup atap non kayu:  ƒ  Gording baja profil C, dengan ukuran minimal 125 x  50 x 20 x 3,2;  ƒ  Kuda-kuda baja profil WF, dengan ukuran minimal  250 x150 x 8 x 7;  ƒ  Baja ringan (light steel); ƒ  Beton plat tebal minimum 12 cm.  Pedoman Teknis Pembangunan BGN e.  Bahan kosen dan daun pintu/jendela  Bahan kosen dan daun pintu/jendela mengikuti ketentuan  sebagai berikut:  1)  digunakan kayu kelas kuat/kelas awet II dengan ukuran  jadi minimum 5,5 cm x 11 cm dan dicat kayu atau  dipelitur sesuai persyaratan standar yang berlaku;  2)  rangka daun pintu untuk pintu yang dilapis kayu  lapis/teakwood digunakan kayu kelas kuat II dengan  ukuran minimum 3,5 cm x 10 cm, khusus untuk ambang  bawah minimum 3,5 cm x 20 cm. Daun pintu dilapis  dengan kayu lapis yang dicat atau dipelitur;  3)  Daun pintu panil kayu digunakan kayu kelas kuat/kelas  awet II, dicat kayu atau dipelitur;  4)  Daun jendela kayu, digunakan kayu kelas kuat/kelas  awet II, dengan ukuran rangka minimum 3,5 cm x 8 cm,  dicat kayu atau dipelitur;  5)  Rangka pintu/jendela yang menggunakan bahan  aluminium ukuran rangkanya disesuaikan dengan  fungsi ruang dan klasifikasi bangunannya;  6)  Penggunaan kaca untuk daun pintu maupun jendela  disesuaikan dengan fungsi ruang dan klasifikasi  bangunannya;  7)  Kusen baja profil E, dengan ukuran minimal 150 x 50 x 20  x 3,2 dan pintu baja BJLS 100 diisi glas woll untuk pintu  kebakaran.  f.  Bahan struktur  Bahan struktur bangunan baik untuk struktur beton  bertulang, struktur kayu maupun struktur baja harus  mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Bahan  Bangunan yang berlaku dan dihitung kekuatan strukturnya  berdasarkan SNI yang sesuai dengan bahan/struktur  konstruksi yang bersangkutan.  Ketentuan penggunaan bahan bangunan untuk  bangunan gedung negara tersebut di atas, dimungkinkan  disesuaikan dengan kemajuan teknologi bahan  bangunan, khususnya disesuaikan dengan kemampuan  sumberdaya setempat dengan tetap harus  mempertimbangkan kekuatan dan keawetannya sesuai  18  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 19 dengan peruntukan yang telah ditetapkan. Ketentuan  lebih rinci agar mengikuti ketentuan yang diatur dalam  SNI.  3.  PERSYARATAN STRUKTUR BANGUNAN  Struktur bangunan gedung negara harus memenuhi  persyaratan keselamatan (safety) dan kelayanan  (serviceability) serta SNI konstruksi bangunan gedung, yang  dibuktikan dengan analisis struktur sesuai ketentuan. Spesifikasi  teknis struktur bangunan gedung negara secara umum  meliputi ketentuan-ketentuan:  a.  Struktur pondasi  1)  Struktur pondasi harus diperhitungkan mampu  menjamin kinerja bangunan sesuai fungsinya dan  dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat  sendiri, beban hidup, dan gaya-gaya luar seperti  tekanan angin dan gempa termasuk stabilitas lereng  apabila didirikan di lokasi yang berlereng.  Untuk daerah yang jenis tanahnya berpasir atau lereng  dengan kemiringan di atas 15° jenis pondasinya  disesuaikan dengan bentuk massa bangunan gedung  untuk menghindari terjadinya likuifaksi(liquifaction)  pada saat terjadi gempa;  2)  Pondasi bangunan gedung negara disesuaikan  dengan kondisi tanah/lahan, beban yang dipikul, dan  klasifikasi bangunannya. Untuk bangunan yang  dibangun di atas tanah/lahan yang kondisinya  memerlukan penyelesaian pondasi secara khusus,  maka kekurangan biayanya dapat diajukan secara  khusus di luar biaya standar sebagai biaya pekerjaan  pondasi non-standar;  3)  Untuk pondasi bangunan bertingkat lebih dari 3 lantai  atau pada lokasi dengan kondisi khusus maka  perhitungan pondasi harus didukung dengan penye-lidikan kondisi tanah/lahan secara teliti.  b.  Struktur lantai  Bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai  dengan ketentuan sebagai berikut:  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 1)  Struktur lantai kayu  ƒ  dalam hal digunakan lantai papan setebal 2 cm,  maka jarak antara balok-balok anak tidak boleh  lebih dari 60 cm, ukuran balok minimum 6/12 cm;  ƒ  balok-balok lantai yang masuk ke dalam pasangan  dinding harus dilapis bahan pengawet terlebih  dahulu;  ƒ  bahan-bahan dan tegangan serta lendutan  maksimum yang digunakan harus sesuai dengan  ketentuan SNI yang dipersyaratkan.  2)  Struktur lantai beton  ƒ  lantai beton yang diletakkan langsung di atas tanah,  harus diberi lapisan pasir di bawahnya dengan tebal  sekurang-kurangnya 5 cm, dan lantai kerja dari  beton tumbuk setebal 5 cm;  ƒ  bagi pelat-pelat lantai beton bertulang yang  mempunyai ketebalan lebih dari 10 cm  dan  pada daerah balok (¼ bentang pelat) harus  digunakan tulangan rangkap, kecuali ditentukan  lain berdasarkan hasil perhitungan struktur;  ƒ  bahan-bahan dan tegangan serta lendutan  maksimum yang digunakan harus sesuai dengan  ketentuan SNI yang dipersyaratkan.  3)  Struktur lantai baja  ƒ  tebal pelat baja harus diperhitungkan, sehingga bila  ada lendutan masih dalam batas kenyamanan;  ƒ  sambungan-sambungannya harus rapat betul dan  bagian yang tertutup harus dilapis dengan bahan  pelapis untuk mencegah timbulnya korosi;  ƒ  bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus  sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.  c.  Struktur Kolom  1)  Struktur kolom kayu  ƒ  Dimensi kolom bebas diambil minimum 20 cm x 20  cm;  ƒ  Mutu Bahan dan kekuatan yang digunakan harus  sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.  20  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 21 2)  Struktur kolom praktis dan balok pasangan bata:  ƒ  besi tulangan kolom praktis pasangan minimum 4  buah Ø 8 mm dengan jarak sengkang maksimum 20  cm;  ƒ  adukan pasangan bata yang digunakan sekurang-kurangnya harus mempunyai kekuatan yang sama  dengan adukan 1PC : 3 PS;  ƒ  Mutu bahan dan kekuatan yang digunakan harus  sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.  3)  Struktur kolom beton bertulang:  ƒ  kolom beton bertulang yang dicor di tempat harus  mempunyai tebal minimum 15 cm diberi tulangan  minimum 4 buah Ø 12 mm dengan jarak sengkang  maksimum 15 cm;  ƒ  selimut beton bertulang minimum setebal 2,5 cm;  ƒ  Mutu bahan dan kekuatan yang digunakan harus  sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.  4)  Struktur kolom baja:  ƒ  kolom baja harus mempunyai kelangsingan (λ)  maksimum 150;  ƒ  kolom baja yang dibuat dari profil tunggal maupun  tersusun harus mempunyai minimum 2 sumbu  simetris;  ƒ  sambungan antara kolom baja pada bangunan  bertingkat tidak boleh dilakukan pada tempat  pertemuan antara balok dengan kolom, dan harus  mempunyai kekuatan minimum sama dengan  kolom;  ƒ  sambungan kolom baja yang menggunakan las  harus menggunakan las listrik, sedangkan yang  menggunakan baut harus menggunakan baut mutu  tinggi;  ƒ  penggunaan profil baja tipis yang dibentuk dingin,  harus berdasarkan perhitungan-perhitungan yang  memenuhi syarat kekuatan, kekakuan, dan stabilitas  yang cukup;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN ƒ  Mutu bahan dan kekuatan yang digunakan harus  sesuai dengan ketentuan dalam SNI yang  dipersyaratkan.  5)  Struktur Dinding Geser  ƒ  Dinding geser harus direncanakan untuk secara  bersama-sama dengan struktur secara keseluruhan  agar mampu memikul beban yang diperhitungkan  terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat  dari beban-beban yang mungkin bekerja selama  umur layanan struktur, baik beban muatan tetap  maupun muatan beban sementara yang timbul  akibat gempa dan angin;  ƒ  Dinding geser mempunyai ketebalan sesuai  dengan ketentuan dalam SNI.  d.  Struktur Atap  1)  Umum  ƒ  konstruksi atap harus didasarkan atas perhitungan-perhitungan yang dilakukan secara keilmuan/  keahlian teknis yang sesuai;  ƒ  kemiringan atap harus disesuaikan dengan bahan  penutup atap yang akan digunakan, sehingga tidak  akan mengakibatkan kebocoran;  ƒ  bidang atap harus merupakan bidang yang rata,  kecuali dikehendaki bentuk-bentuk khusus.  2)  Struktur rangka atap kayu  ƒ  ukuran kayu yang digunakan harus sesuai dengan  ukuran yang dinormalisir;  ƒ  rangka atap kayu harus dilapis bahan anti rayap;  ƒ  bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus  sesuai dengan ketentuan SNI yang diper-syaratkan.  3)  Struktur rangka atap beton bertulang  Mutu  bahan dan kekuatan yang digunakan harus  sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.  4)  Struktur rangka atap baja  ƒ  sambungan yang digunakan pada rangka atap  baja baik berupa baut, paku keling, atau las listrik  22  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 23 harus memenuhi ketentuan pada Pedoman  Perencanaan Bangunan Baja untuk Gedung;  ƒ  rangka atap baja harus dilapis dengan pelapis anti  korosi;  ƒ  bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus  sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan;  ƒ  untuk bangunan sekolah tingkat dasar, sekolah  tingkat lanjutan/menengah, dan rumah negara  yang telah ada komponen fabrikasi, struktur rangka  atapnya dapat menggunakan komponen  prefabrikasi yang telah ada.  Persyaratan struktur bangunan sebagaimana butir 3 huruf a  s.d. d di atas secara lebih rinci mengikuti ketentuan yang  diatur dalam SNI yang dipersyaratkan.  e.  Struktur Beton Pracetak 1)  Komponen beton pracetak untuk struktur bangunan  gedung negara dapat berupa komponen pelat, balok,  kolom dan/atau panel dinding;  2)  Perencanaan komponen struktur beton pracetak dan  sambungannya harus mempertimbangkan semua  kondisi pembebanan dan “kekangan” deformasi mulai  dari saat pabrikasi awal, hingga selesainya  pelaksanaan struktur, termasuk pembongkaran cetak-an, penyimpanan, pengangkutan, dan pemasangan;  3)  Gaya-gaya antar komponen-komponen struktur dapat  disalurkan menggunakan sambungan grouting,kunci  geser, sambungan mekanis, sambungan baja tulangan,  pelapisan dengan beton bertulang cor setempat, atau  kombinasi;  4)  Sistem struktur beton pracetak boleh digunakan bila  dapat ditunjukan dengan pengujian dan analisis  bahwa sistem yang diusulkan akan mempunyai  kekuatan dan “ketegaran” yang minimal sama dengan  yang dimiliki oleh struktur beton monolit yang setara;  5)  Komponen dan sistem lantai beton pracetak  ƒ  Sistem lantai pracetak harus direncanakan agar  mampu menghubungkan komponen struktur  hingga terbentuk sistem penahan beban lateral  Pedoman Teknis Pembangunan BGN (kondisi diafragma kaku). Sambungan antara  diafragma dan komponen-komponen struktur yang  ditopang lateral harus mempunyai kekuatan tarik  nominal minimal 45 KN/m;  ƒ  Komponen pelat lantai yang direncanakan  komposit dengan beton cor setempat harus memiliki  tebal minimum 50 mm;  ƒ  Komponen pelat lantai yang direncanakan tidak  komposit dengan beton cor setempat harus memiliki  tebal minimum 65 mm;  6)  Komponen kolom pracetak harus memiliki kuat tarik  nominal tidak kurang dari 1,5 luas penampang kotor  (Ag dalam KN);  7)  Komponen panel dinding pracetak harus mempunyai  minimum dua tulangan pengikat per panel dengan  memiliki kuat tarik nominal tidak kurang dari 45 KN per  tulangan pengikat;  8)  Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus  sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.  f.  Basemen 1)  Pada galian basemen harus dilakukan perhitungan  terinci mengenai keamanan galian;  2)  Untuk dapat melakukan perhitungan keamanan galian,  harus dilakukan test tanah yang dapat mendukung  perhitungan tersebut sesuai standar teknis dan  pedoman teknis serta ketentuan peraturan perundang-undangan;  3)  Angka keamanan untuk stabilitas galian harus  memenuhi syarat sesuai standar teknis dan pedoman  teknis serta ketentuan peraturan perundang-undangan.  Faktor keamanan yang diperhitungkan adalah dalam  aspek sistem galian, sistem penahan beban lateral,  heavedan blow in;  4)  Analisis pemompaan air tanah (dewatering) harus  memperhatikan keamanan lingkungan dan memper-hitungkan urutan pelaksanaan pekerjaan. Analisis  dewateringperlu dilakukan berdasarkan parameter-parameter desain dari suatu uji pemompaan (pumping  test);  24  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 25 5)  Bagian basemen yang ditempati oleh peralatan utilitas  bangunan yang rentan terhadap air harus diberi  perlindungan khusus jika bangunan gedung negara  terletak di daerah banjir. 4. PERSYARATAN UTILITAS BANGUNAN  Utilitas yang berada di dalam dan di luar bangunan gedung  negara harus memenuhi SNI yang dipersyaratkan. Spesifikasi  teknis utilitas bangunan gedung negara meliputi ketentuan-ketentuan:  a.  Air minum  1)  Setiap pembangunan baru bangunan gedung  negara harus dilengkapi dengan prasarana air minum  yang memenuhi standar kualitas, cukup jumlahnya  dan disediakan dari saluran air berlangganan kota  (PDAM), atau sumur, jumlah kebutuhan minimum 100  lt/orang/hari;  2)  Setiap bangunan gedung negara, selain rumah  negara (yang bukan dalam bentuk rumah susun),  harus menyediakan air minum untuk keperluan  pemadaman kebakaran dengan mengikuti keten-tuan SNI yang dipersyaratkan, reservoir minimum  menyediakan air untuk kebutuhan 45 menit operasi  pemadaman api sesuai dengan kebutuhan dan  perhitungan;  3)  Bahan pipa yang digunakan dan pemasangannya  harus mengikuti ketentuan teknis yang ditetapkan.  b.  Pembuangan air kotor  1)  Pada dasarnya pembuangan air kotor yang berasal  dari dapur, kamar mandi, dan tempat cuci, harus  dibuang atau dialirkan ke saluran umum kota;  2)  Semua air kotor yang berasal dari dapur, kamar  mandi, dan tempat cuci, pembuangannya harus  melalui pipa tertutup dan/atau terbuka sesuai dengan  persyaratan yang berlaku;  3)  Dalam hal ketentuan dalam butir 1) tersebut tidak  mungkin dilaksanakan, karena belum terjangkau oleh  saluran umum kota atau sebab-sebab lain yang dapat  diterima oleh instansi teknis yang berwenang, maka  pembuangan air kotor harus dilakukan melalui proses  pengolahan dan/atau peresapan;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 4)  Air kotor dari kakus harus dimasukkan ke dalam  septictankyang mengikuti standar yang berlaku.  c.  Pembuangan limbah  1)  Setiap bangunan gedung negara yang dalam  pemanfaatannya mengeluarkan limbah domestik cair  atau padat harus dilengkapi dengan tempat  penampungan dan pengolahan limbah, sesuai  dengan ketentuan;  2)  Tempat penampungan dan pengolahan limbah  dibuat dari bahan kedap air, dan memenuhi  persyaratan teknis yang berlaku sehingga tidak  menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan;  3)  Ketentuan lebih lanjut mengikuti SNI yang diper-syaratkan. d.  Pembuangan sampah 1)  Setiap bangunan gedung negara harus menyediakan  tempat sampah dan penampungan sampah  sementara yang besarnya disesuaikan dengan  volume sampah yang dikeluarkan setiap harinya,  sesuai dengan ketentuan, produk sampah minimum  3,0 lt/orang/hari;  2)  Tempat penampungan sampah sementara harus  dibuat dari bahan kedap air, mempunyai tutup, dan  dapat dijangkau secara mudah oleh petugas  pembuangan sampah dari Dinas Kebersihan  setempat;  3)  Gedung negara dengan fungsi tertentu (seperti:  rumah sakit, gedung percetakan uang negara) harus  dilengkapi inceneratorsampah sendiri;  4)  Ketentuan lebih lanjut mengikuti SNI yang diper-syaratkan. e.  Saluran air hujan  1)  Pada dasarnya air hujan harus ditahan lebih lama di  dalam tanah sebelum dialirkan ke saluran umum kota,  untuk keperluan penyediaan dan pelestarian air  tanah;  2)  Air hujan dapat dialirkan ke sumur resapan melalui  proses peresapan atau cara lain dengan persetujuan  instansi teknis yang terkait;  26  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 27 3)  Ketentuan lebih lanjut mengikuti SNI yang diper-syaratkan. f.  Sarana pencegahan dan penanggulangan bahaya  kebakaran  Setiap bangunan gedung negara harus mempunyai  fasilitas pencegahan dan penanggulangan terhadap  bahaya kebakaran, sesuai dengan ketentuan yang  ditetapkan dalam:  ƒ  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Ketentuan  Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran  pada Bangunan dan Lingkungan; dan  ƒ  Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung dan  Peraturan Daerah tentang Penanggulangan dan  Pencegahan Bahaya Kebakaran;  beserta standar-standar teknis yang terkait.  g.  Instalasi listrik  1)  Pemasangan instalasi listrik harus aman dan atas dasar  hasil perhitungan yang sesuai dengan Peraturan  Umum Instalasi Listrik;  2)  Setiap bangunan gedung negara yang dipergunakan  untuk kepentingan umum, bangunan khusus, dan  gedung kantor tingkat Kementerian/Lembaga, harus  memiliki pembangkit listrik darurat sebagai cadangan,  yang catudayanya dapat memenuhi kesinambungan  pelayanan, berupa genset darurat dengan minimum  40 % daya terpasang;  3)  Penggunaan pembangkit tenaga listrik darurat harus  memenuhi syarat keamanan terhadap gangguan dan  tidak boleh menimbulkan dampak negatif terhadap  lingkungan, knalpot diberi sillencerdan dinding rumah  genset diberi peredam bunyi. h.  Penerangan dan pencahayaan  1)  Setiap bangunan gedung negara harus mempunyai  pencahayaan alami dan pencahayaan buatan yang  cukup sesuai dengan fungsi ruang dalam bangunan  tersebut, sehingga kesehatan dan kenyamanan  pengguna bangunan dapat terjamin;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 2)  Ketentuan teknis dan besaran dari pencahayaan  alami dan pencahayaan buatan mengikuti standar  dan pedoman teknis yang berlaku.  i.  Penghawaan dan pengkondisian udara  1)  Setiap bangunan gedung negara harus mempunyai  sistem penghawaan/ventilasi alami dan buatan yang  cukup untuk menjamin sirkulasi udara yang segar di  dalam ruang dan bangunan; 2)  Dalam hal tidak dimungkinkan menggunakan sistem  penghawaan atau ventilasi alami, dapat  menggunakan sistem penghawaan buatan dan/atau  pengkondisian udara dengan mempertimbangkan  prinsip-prinsip konservasi energi; 3)  Pemilihan jenis alat pengkondisian udara harus sesuai  dengan fungsi bangunan, dan perletakan instalasinya  tidak mengganggu wujud bangunan; 4)  Ketentuan teknis sistem penghawaan/ventilasi alami  dan buatan serta pengkondisian udara yang lebih  rinci harus mengikuti standar dan pedoman teknis  yang berlaku.  j.  Sarana transportasi dalam bangunan gedung  1)  Setiap bangunan gedung negara bertingkat harus  dilengkapi dengan sarana transportasi vertikal yang  aman, nyaman, berupa tangga, ramp, eskalator,  dan/atau elevator (lif);  2)  Penempatan, jumlah tangga dan ramp harus  memperhatikan fungsi dan luasan bangunan gedung,  konstruksinya  harus  kuat/kokoh,  dan  sudut  kemiringannya tidak boleh melebihi 35Ëš, khusus untuk  ramp aksesibilitas kemiringannya tidak boleh melebihi  7Ëš;  3)  Penggunaan eskalator dapat dipertimbangkan untuk  pemenuhan kebutuhan khusus dengan memper-hatikan keselamatan pengguna dan keamanan  konstruksinya;  4)  Penggunaan lif harus diperhitungkan berdasarkan  fungsi bangunan, jumlah pengguna, waktu tunggu,  dan jumlah lantai bangunan;  28  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 29 5)  Pemilihan jenis lif harus mempertimbangkan kemu-dahan bagi penyandang cacat, lanjut usia dan  kebutuhan khusus;  6)  Salah satu ruang lif harus menggunakan selubung lif  dengan dinding tahan api yang dapat digunakan  sebagai lif kebakaran;  7)  Ketentuan teknis tangga, ramp, eskalator dan elevator  (lif) yang lebih rinci harus mengikuti standar dan  pedoman teknis.  k.  Sarana komunikasi  1)  Pada prinsipnya, setiap bangunan gedung negara  harus dilengkapi dengan sarana komunikasi intern dan  ekstern; 2)  Penentuan jenis dan jumlah sarana komunikasi harus  berdasarkan pada fungsi bangunan dan kewajaran  kebutuhan; 3)  Ketentuan lebih rinci harus mengikuti standar dan  pedoman teknis.  l.  Sistem Penangkal/proteksi petir  1)  Penentuan jenis dan jumlah sarana sistem  penangkal/proteksi petir untuk bangunan gedung  negara harus berdasarkan perhitungan yang  mengacu pada lokasi bangunan, fungsi dan  kewajaran kebutuhan; 2)  Ketentuan teknis sistem penangkal/proteksi petir yang  lebih rinci harus mengikuti standar dan pedoman  teknis.  m.  Instalasi gas  1)  Instalasi gas yang dimaksud meliputi: a. instalasi gas pembakaran seperti gas kota dan gas  elpiji;  b. instalasi gas medis, seperti gas oksigen (O2), gas  dinitro oksida (N2O), gas carbon dioksida (CO2) dan  udara tekan medis.  2)  Ketentuan teknis instalasi gas yang lebih rinci harus  mengikuti standar dan pedoman teknis.  Pedoman Teknis Pembangunan BGN n.  Kebisingan dan getaran  1)  Bangunan gedung negara harus memperhitungkan  batas tingkat kebisingan dan atau getaran sesuai  dengan fungsinya, dengan mempertimbangkan  kenyamanan dan kesehatan sesuai diatur dalam  standar teknis yang dipersyaratkan;  2)  Untuk bangunan gedung negara yang karena  fungsinya mensyaratkan baku tingkat kebisingan  dan/atau getaran tertentu, agar mengacu pada hasil  analisis mengenai dampak lingkungan yang telah  dilakukan atau ditetapkan oleh ahli.  o.  Aksesibilitas dan fasilitas bagi penyandang cacat dan  yang berkebutuhan khusus  1)  Bangunan gedung negara yang berfungsi untuk  pelayanan umum harus dilengkapi dengan fasilitas  yang memberikan kemudahan bagi penyandang  cacat dan yang berkebutuhan khusus antara lain  lansia, ibu hamil dan menyusui, seperti rambu dan  marka, parkir, ram, tangga, lif, kamar mandi dan  peturasan, wastafel, jalur pemandu, telepon, dan  ruang ibu dan anak; 2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai aksesibilitas bagi  penyandang cacat dan yang berkebutuhan khusus  mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri  Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang  Pedoman Teknis Aksesibilitas dan Fasilitas pada  Bangunan Gedung dan Lingkungan.  5. PERSYARATAN SARANA PENYELAMATAN  Setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan  sarana penyelamatan dari bencana atau keadaan darurat,  serta harus memenuhi persyaratan standar sarana  penyelamatan bangunan sesuai SNI yang dipersyaratkan.  Spesifikasi teknis sarana penyelamatan bangunan gedung  negara meliputi ketentuan-ketentuan:  a.  Tangga Darurat  1)  Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat  lebih dari 3 lantai, harus mempunyai tangga  darurat/penyelamatan minimal 2 buah dengan jarak  30  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 31 maksimum 45 m (bila menggunakan sprinkler jarak bisa  1,5 kali);  2)  Tangga darurat/penyelamatan harus dilengkapi  dengan pintu tahan api, minimum 2 jam, dengan arah  pembukaan ke tangga dan dapat menutup secara  otomatis dan dilengkapi fan untuk memberi tekanan  positif. Pintu harus dilengkapi dengan lampu dan  petunjuk KELUAR atau EXIT yang menyala saat listrik/PLN  mati. Lampu exit dipasok dari bateri UPS terpusat;  3)  Tangga darurat/penyelamatan yang terletak di dalam  bangunan harus dipisahkan dari ruang-ruang lain  dengan pintu tahan api dan bebas asap, pencapaian  mudah, serta jarak pencapaian maksimum 45 m dan  min 9 m;  4)  Lebar tangga darurat/penyelamatan minimum adalah  1,20 m;  5)  Tangga darurat/penyelamatan tidak boleh berben-tuk  tangga melingkar vertikal, exit pada lantai dasar  langsung kearah luar; 6)  Ketentuan lebih lanjut tentang tangga darurat  /penyelamatan mengikuti ketentuan-ketentuan yang  diatur dalam standar teknis.  b.  Pintu darurat  1)  Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat  lebih dari 3 lantai harus dilengkapi dengan pintu  darurat minimal 2 buah; 2)  Lebar pintu darurat minimum 100 cm, membuka ke  arah tangga penyelamatan, kecuali pada lantai dasar  membuka kearah luar (halaman);  3)  Jarak pintu darurat maksimum dalam radius/jarak  capai 25 meter dari setiap titik posisi orang dalam satu  blok bangunan gedung;  4)  Ketentuan lebih lanjut tentang pintu darurat mengikuti  ketentuan-ketentuan yang diatur dalam standar yang  dipersyaratkan.  c.  Pencahayaan darurat dan tanda penunjuk arah EXIT  1)  Setiap bangunan gedung negara untuk pelayanan  dan kepentingan umum seperti: kantor, pasar, rumah  sakit, rumah negara bertingkat (rumah susun), asrama,  Pedoman Teknis Pembangunan BGN sekolah, dan tempat ibadah harus dilengkapi dengan  pencahayaan darurat dan tanda penunjuk arah  KELUAR/EXIT yang menyala saat keadaan darurat; 2)  Tanda KELUAR/EXIT atau panah penunjuk arah harus  ditempatkan pada persimpangan koridor, jalan ke luar  menuju ruang tangga darurat, balkon atau teras, dan  pintu menuju tangga darurat;  3)  Ketentuan lebih lanjut tentang pencahayaan darurat  dan tanda penunjuk arah KELUAR/EXIT yang lebih rinci  harus mengikuti standar dan pedoman teknis.  d.   Koridor/selasar  1)  Lebar koridor bersih minimum 1,80 m;  2)  Jarak setiap titik dalam koridor ke pintu darurat atau  arah keluar yang terdekat tidak boleh lebih dari 25 m;  3)  Koridor harus dilengkapi dengan tanda-tanda penunjuk  yang menunjukkan arah ke pintu darurat atau arah  keluar;  4)  Panjang gang buntu maximum 15 m apabila  dilengkapi dengan sprinkler dan 9 m tanpa sprinkler.  e.  Sistem Peringatan Bahaya  1)  Setiap bangunan gedung negara untuk pelayanan  dan kepentingan umum seperti: kantor, pasar, rumah  sakit, rumah negara bertingkat (rumah susun), asrama,  sekolah, dan tempat ibadah harus dilengkapi dengan  sistem komunikasi internal dan sistem peringatan  bahaya;  2)  Sistem peringatan bahaya dan komunikasi internal  tersebut mengacu pada ketentuan SNI yang  dipersyaratkan.  f.  Fasilitas Penyelamatan  Setiap lantai bangunan gedung negara harus diberi  fasilitas penyelamatan berupa meja yang cukup kuat,  sarana evakuasi yang memadai sebagai fasilitas  perlindungan saat terjadi bencana mengacu pada  ketentuan SNI yang dipersyaratkan.  Penerapan persyaratan teknis bangunan gedung negara sesuai  klasifikasinya tertuang dalam Tabel A1, sedangkan persyaratan  teknis khusus untuk rumah negara tertuang dalam Tabel A2.  32  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 33 BAB III  TAHAPAN PEMBANGUNAN  BANGUNAN GEDUNG NEGARA  A.  PERSIAPAN  1.  PENYUSUNAN PROGRAM DAN PEMBIAYAAN  Penyusunan program dan pembiayaan pembangunan  adalah merupakan tahap awal proses penyelenggaraan  pembangunan bangunan gedung negara, yang merupakan  kegiatan untuk menentukan program kebutuhan ruang dan  fasilitas bangunan yang diperlukan sesuai dengan tugas  pokok dan fungsi pekerjaan dari instansi yang bersangkutan,  serta penyusunan kebutuhan biaya pembangunan.  a.  Penyusunan program dan pembiayaan pembangunan  bangunan gedung negara disusun oleh instansi Pengguna  Anggaran yang memerlukan bangunan gedung negara.  b.  Penyusunan kebutuhan program ruang dan bangunan  serta pelaksanaan pembangunan bangunan gedung  negara dilakukan dengan:  1)  menentukan kebutuhan luas ruang bangunan yang  akan dibangun, antara lain:  •  ruang kerja;  •  ruang sirkulasi;  •  ruang penyimpanan;  •  ruang mekanikal/elektrikal;  •  ruang pertemuan;  •  ruang ibadah;  •  ruang servis (pantry); dan  •  ruang-ruang lainnya;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN yang disusun sesuai kebutuhan dan fungsi instansi yang  akan menggunakan bangunan gedung. 2)  menentukan kebutuhan prasarana dan sarana  bangunan gedung, antara lain:  ƒ  kebutuhan parkir;  ƒ  sarana penyelamatan;  ƒ  utilitas bangunan;  ƒ  sarana transportasi;  ƒ  fasilitas komunikasi dan informasi;  ƒ  jalan masuk dan keluar;  ƒ  aksesibilitas bagi penyandang cacat;  ƒ  drainase dan pembuangan limbah; serta  ƒ  prasarana dan sarana lainnya sesuai dengan  kebutuhan.  3)  menentukan kebutuhan lahan bangunan;  4)  menyusun jadwal pelaksanaan pembangunan.  Penyusunan program kebutuhan ruang dan bangunan  dilakukan dengan mengikuti pedoman, standar, dan  petunjuk teknis pembangunan bangunan gedung  negara yang berlaku.  c.  Penyusunan program kebutuhan bangunan gedung  negara yang belum ada disain prototipenya dan/atau  luas bangunannya lebih dari 1.500 m 2 , dapat  menggunakan jasa konsultan, sebagai pekerjaan non-standar.  d.  Berdasarkan program kebutuhan yang telah ditetapkan,  selanjutnya disusun kebutuhan pembiayaan pem-bangunan bangunan gedung negara yang bersang-kutan, yang terdiri atas:  1)  biaya pelaksanaan konstruksi fisik;  2)  biaya perencanaan teknis konstruksi;  3)  biaya manajemen konstruksi atau pengawasan  konstruksi; dan  4)  biaya pengelolaan kegiatan.  e.  Penyusunan pembiayaan bangunan gedung negara  didasarkan pada standar harga per-m2tertinggi  34  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 35 bangunan gedung negara yang berlaku. Untuk  penyusunan program dan pembiayaan pembangunan  bangunan gedung negara yang belum ada standar  harganya atau memerlukan penilaian khusus, harus  dikonsultasikan kepada Instansi Teknis setempat.  f.  Pembangunan bangunan gedung negara yang  pelaksanaan pembangunannya akan dilaksanakan  menerus lebih dari satu tahun anggaran sebagai kontrak  tahun jamak (multi-years contract), program dan  pembiayaannya harus mendapat persetujuan dari Menteri  Keuangan setelah memperoleh pendapat teknis dari  Menteri Pekerjaan Umum.  g.  Dokumen program dan pembiayaan pembangunan  bangunan gedung negara merupakan dokumen yang  harus diserahkan kepada Kepala Satuan Kerja yang  ditetapkan untuk melaksanakan pembangunan  bangunan gedung negara yang bersangkutan, sebagai  bahan acuan.  2.  PERSIAPAN KEGIATAN  a.  Tahap persiapan kegiatan merupakan kegiatan persiapan  setelah program dan pembiayaan tahunan yang diajukan  telah disetujui atau Rencana Kerja Anggaran  Kementerian/Lembaga (RKA-KL) telah diterima oleh  Kepala Satuan Kerja.  b.  Tahap persiapan kegiatan dilakukan oleh Pengguna  Anggaran, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala  Satuan Kerja,berdasarkan program dan pembiayaan  yang telah disusun sebelumnya.  c.  Kegiatan yang harus dilakukan oleh Kepala Satuan Kerja  pembangunan bangunan gedung negara meliputi:  1)  Pembentukan Organisasi Pengelola Kegiatan dan  Panitia Pengadaan Barang dan Jasa yang diperlukan;  2)  Pengadaan Konsultan Manajemen Konstruksi untuk  kegiatan  yang menggunakan penyedia jasa  manajemen konstruksi.  B.  PERENCANAAN TEKNIS KONSTRUKSI  1.  Perencanaan teknis konstruksi merupakan tahap penyusunan  rencana teknis ( disain ) bangunan gedung negara,  Pedoman Teknis Pembangunan BGN termasuk yang penyusunannya dilakukan dengan  menggunakan disain berulang atau dengan disain prototip.  2.  Penyusunan rencana teknis bangunan gedung negara  dilakukan dengan cara menggunakan penyedia jasa  perencanaan konstruksi, baik perorangan ahli maupun badan  hukum yang kompeten, sesuai dengan ketentuan, dan  apabila tidak terdapat penyedia jasa perencanaan konstruksi  yang bersedia, dapat dilakukan oleh instansi Pekerjaan  Umum/instansi teknis setempat.  3.  Rencana teknis disusun berdasarkan Kerangka Acuan Kerja  (KAK) yang disusun oleh pengelola kegiatan.  4.  Dokumen rencana teknis bangunan gedung negara secara  umum meliputi:  a.  Gambar rencana teknis (arsitektur, struktur, mekanikal dan  elektrikal, serta tata lingkungan);  b.  Rencana kerja dan syarat-syarat (RKS), yang meliputi  persyaratan umum, administratif, dan teknis bangunan  gedung negara yang direncanakan;  c.  Rencana anggaran biaya pembangunan;  d.  Laporan akhir tahap perencanaan, meliputi:  1)  laporan arsitektur;  2)  laporan perhitungan struktur termasuk laporan  penyelidikan tanah (soil test);  3)  laporan perhitungan mekanikal dan elektrikal;  4)  laporan perhitungan IT (Informasi & Teknologi);  5)  laporan tata lingkungan.  e.  Keluaran akhir tahap perencanaan, yang meliputi  dokumen perencanaan, berupa: Gambar Rencana Teknis,  Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS), Rencana  Anggaran Biaya (Engineering Estimate), dan Daftar  Volume Pekerjaan (Bill of Quantity) yang disusun sesuai  ketentuan;  f.  Kontrak kerja perencanaan konstruksi dan berita acara  kemajuan pekerjaan/serah terima pekerjaan perencana-an, yang disusun dengan mengikuti ketentuan yang  tercantum dalam peraturan presiden tentang  pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara,  dan pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa  pemerintah beserta petunjuk teknis pelaksanaannya.  36  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 37 5.  Tahap perencanaan teknis konstruksi untuk bangunan  gedung negara:  ƒ  yang berlantai diatas 4 lantai; dan/atau  ƒ  dengan luas total diatas 5.000 m2 ; dan/atau  ƒ  dengan klasifikasi khusus; dan/atau  ƒ  yang melibatkan lebih dari satu konsultan perencana  maupun pemborong; dan/atau;  ƒ  yang dilaksanakan lebih dari satu tahun anggaran  (multiyears project);  diharuskan melibatkan penyedia jasa manajemen konstruksi,  sejak awal tahap perencanaan.  C.  PELAKSANAAN KONSTRUKSI  1.  Dalam pelaksanaan konstruksi bangunan gedung negara  sudah termasuk tahap pemeliharaan konstruksi.  2.  Pelaksanaan konstruksi merupakan tahap pelaksanaan  mendirikan bangunan gedung, baik merupakan  pembangunan baru, perbaikan sebagian atau seluruhnya,  maupun perluasan yang sudah ada, dan/atau lanjutan  pembangunan yang belum selesai, dan/atau perawatan  (rehabilitasi, renovasi, restorasi)  dilakukan dengan  menggunakan penyedia jasa pelaksana konstruksi sesuai  ketentuan.  3.  Pelaksanaan konstruksi dilakukan berdasarkan dokumen  pelelangan yang telah disusun oleh perencana konstruksi,  dengan segala tambahan dan perubahannya pada saat  penjelasan pekerjaan/aanwijzingpelelangan, serta ketentuan  teknis (pedoman dan standar teknis) yang dipersyaratkan.  4.  Pelaksanaan konstruksi dilakukan sesuai dengan: kualitas  masukan (bahan, tenaga, dan alat), kualitas proses (tata cara  pelaksanaan pekerjaan), dan kualitas hasil pekerjaan, seperti  yang tercantum dalam RKS.  5.  Pelaksanaan konstruksi harus mendapatkan pengawasan dari  penyedia jasa pengawasan konstruksi atau penyedia jasa  manajemen konstruksi.  6.  Pelaksanaan konstruksi harus sesuai dengan ketentuan  Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 7.  Penyusunan Kontrak Kerja Pelaksanaan Konstruksi dan Berita  Acara Kemajuan Pekerjaan/Serah Terima Pekerjaan  Pelaksanaan Konstruksi maupun Pengawasan Konstruksi  mengikuti ketentuan yang tercantum dalam peraturan  presiden tentang pedoman pelaksanaan pengadaan  barang/jasa pemerintah dan petunjuk teknis pelaksa-naannya.  8.  Pemeliharaan konstruksi adalah tahap uji coba dan  pemeriksaan atas hasil pelaksanaan konstruksi fisik. Di dalam  masa pemeliharaan ini penyedia jasa pelaksanaan konstruksi  berkewajiban memperbaiki segala cacat atau kerusakan dan  kekurangan yang terjadi selama masa konstruksi.  9.  Dalam masa pemeliharaan semua peralatan yang dipasang  di dalam dan di luar gedung, harus diuji coba sesuai  fungsinya. Apabila terjadi kekurangan atau kerusakan yang  menyebabkan peralatan tidak berfungsi, maka harus  diperbaiki sampai berfungsi dengan sempurna.  10.  Apabila tidak ditentukan lain dalam kontrak kerja  pelaksanaan konstruksi bangunan gedung negara, masa  pemeliharaan konstruksi untuk bangunan gedung semi  permanen minimal selama 3 (tiga) bulan dan untuk  bangunan gedung permanen minimal 6 (enam) bulan  terhitung sejak serah terima pertama pekerjaan konstruksi.  11.  Keluaran akhir yang harus dihasilkan pada tahap ini adalah:  a.  Bangunan gedung negara yang sesuai dengan dokumen  untuk pelaksanaan konstruksi;  b.  Dokumen hasil Pelaksanaan Konstruksi, meliputi:  1)  gambar-gambar yang sesuai dengan pelaksanaan (as  built drawings).  2)  semua berkas perizinan yang diperoleh pada saat  pelaksanaan konstruksi fisik, termasuk Surat Izin  Mendirikan Bangunan (IMB).  3)  kontrak kerja pelaksanaan konstruksi fisik, pekerjaan  pengawasan beserta segala perubahan/  addendumnya.  4)  laporan harian, mingguan, bulanan yang dibuat  selama pelaksanaan konstruksi fisik, laporan akhir  38  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 39 manajemen konstruksi/pengawasan, dan laporan akhir  pengawasan berkala.  5)  berita acara perubahan pekerjaan, pekerjaan  tambah/kurang, serah terima I dan II, pemeriksaan  pekerjaan, dan berita acara lain yang berkaitan  dengan pelaksanaan konstruksi fisik.  6)  foto-foto dokumentasi yang diambil pada setiap  tahapan kemajuan pelaksanaan konstruksi fisik.  7)  manual pemeliharaan dan perawatan bangunan  gedung, termasuk petunjuk yang menyangkut  pengoperasian dan perawatan peralatan dan  perlengkapan mekanikal-elektrikal bangunan.  Pedoman Teknis Pembangunan BGN BAB IV  PEMBIAYAAN  PEMBANGUNAN BANGUNAN  GEDUNG NEGARA  A.  UMUM  Pembiayaan pembangunan bangunan gedung negara  digolongkan atas pembiayaan pembangunan untuk pekerjaan  standar (yang ada standar harga satuan tertingginya) dan  pembiayaan pembangunan untuk pekerjaan non-standar (yang  belum ada standar harga satuan tertingginya). Pembiayaan  pembangunan bangunan gedung negara dituangkan dalam  Dokumen Pembiayaan yang terdiri atas komponen-komponen  biaya untuk pelaksanaan konstruksi, perencanaan konstruksi,  pengawasan konstruksi atau manajemen konstruksi, dan biaya  pengelolaan kegiatan.  B.  STANDAR HARGA SATUAN TERTINGGI  Standar Harga Satuan Tertinggi merupakan biaya per-m 2 pelaksanaan  konstruksi maksimum untuk pembangunan  bangunan gedung negara, khususnya untuk pekerjaan standar  bangunan gedung negara, yang meliputi pekerjaan struktur,  arsitektur dan finishing, serta utilitas bangunan gedung negara.  Standar Harga Satuan Tertinggi pembangunan bangunan  gedung negara ditetapkan secara berkala untuk setiap  kabupaten/kota oleh Bupati/Walikota setempat, khusus untuk  Provinsi DKI Jakarta ditetapkan oleh Gubernur.  Standar Harga Satuan Tertinggi ditetapkan untuk biaya  pelaksanaan konstruksi fisik per-m2 pembangunan bangunan  gedung negara dan diberlakukan sesuai dengan klasifikasi,  lokasi, dan tahun pembangunannya, yang terdiri atas:  40  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 41 1.  HARGA SATUAN PER M2 TERTINGGI UNTUK PEMBANGUNAN  BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI SEDERHANA DAN  TIDAK SEDERHANA  Harga satuan tertinggi untuk gedung negara dibedakan  untuk setiap klasifikasi gedung sederhana dan tidak  sederhana, lokasi kabupaten/kota-nya, serta untuk bangunan  bertingkat dan yang tidak bertingkat. Disamping itu juga  diberlakukan koefisien/faktor pengali untuk bangunan  gedung bertingkat, dan koefisien/faktor pengali untuk  bangunan/ruang dengan fungsi khusus.  2.  HARGA SATUAN PER M2 TERTINGGI UNTUK PEMBANGUNAN  BANGUNAN RUMAH NEGARA  Harga satuan per-m2 tertinggi untuk bangunan rumah negara,  dibedakan untuk setiap tipe rumah negara dan lokasi  kabupaten/kota-nya. Untuk harga satuan per m 2 tertinggi  untuk pembangunan rumah susun (pekerjaan standar),  menggunakan pedoman harga satuan per-m2 tertinggi untuk  pembangunan bangunan gedung negara bertingkat tidak  sederhana, sesuai dengan lokasi kabupaten/kota-nya.  3.  HARGA SATUAN PER M TERTINGGI UNTUK PEMBANGUNAN  PAGAR BANGUNAN GEDUNG NEGARA  a.  Harga satuan per-m1 tertinggi pembangunan pagar  bangunan gedung negara ditetapkan sesuai klasifikasi  bangunan gedung, letak pagar serta lokasi kabupaten/  kota-nya.  b.  Harga satuan per-m1 tertinggi untuk pembangunan pagar  rumah negara, sesuaidengan tipe rumah, letak pagar,  dan lokasi kabupaten/kota-nya.  c.  Harga satuan per-m1 tersebut, dengan ketentuan tinggi  pagar sebagai berikut:  1)  pagar depan kurang lebih 1,5 m;  2)  pagar samping kurang lebih 2 m;  3)  pagar belakang kurang lebih 2 m, atau berdasarkan  ketentuan Peraturan Daerah setempat.  Harga satuan tertinggi untuk bangunan gedung negara dengan  klasifikasi bangunan khusus, ditetapkan berdasarkan Pedoman Teknis Pembangunan BGN C.  KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN  Anggaran biaya pembangunan bangunan gedung negara ialah  anggaran yang tersedia dalam Dokumen Pembiayaan yang  berupa Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), atau  dokumen pembiayaan lainnya, yang terdiri atas komponen  biaya konstruksi fisik,biaya manajemen/pengawasan konstruksi,  biaya perencanaan teknis konstruksi, dan biaya pengelolaan  kegiatan.  1.  BIAYA KONSTRUKSI FISIK  Yaitu besarnya biaya yang dapat digunakan untuk  membiayai pelaksanaan konstruksi fisik bangunan gedung  negara yang dilaksanakan oleh penyedia jasa pelaksanaan  secara kontraktual dari hasil pelelangan, penunjukan  langsung, atau pemilihan langsung. Biaya konstruksi fisik terdiri  dari biaya pekerjaan standar dan non standar.  Biaya konstruksi fisik selanjutnya diatur sebagai berikut:  a.  Biaya pelaksanaan konstruksi dibebankan pada biaya  untuk komponen konstruksi fisik  kegiatan yang  bersangkutan;  b.  Biaya konstruksi fisik maksimum untuk pekerjaan standar,  dihitung dari hasil perkalian total luas bangunan gedung  negara dengan standar harga satuan per-m2tertinggi  yang berlaku;  c.  Untuk biaya konstruksi fisik pekerjaan-pekerjaan yang  belum ada pedoman harga satuannya (non standar),  dihitung dengan rincian kebutuhan nyata dan  dikonsultasikan dengan Instansi Teknis setempat;  d.  Biaya konstruksi fisik ditetapkan dari hasil pelelangan  pekerjaan yang bersangkutan, maksimum sebesar biaya  konstruksi fisik yang tercantum dalam dokumen  pembiayaan bangunan gedung negara yang  bersangkutan, yang akan dicantumkan dalam kontrak,  yang di dalamnya termasuk biaya untuk:  42  rincian  anggaran biaya (RAB) yang dihitung sesuai dengan  kebutuhan dan kewajaran harga yang berlaku.  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 43 3)  Izin Mendirikan Bangunan (IMB), yang IMB-nya telah  mulai diproses oleh pengelola kegiatan dengan  bantuan konsultan perencana konstruksi dan/atau  konsultan manajemen konstruksi;  4)  pajak dan iuran daerah lainnya; dan  5)  biaya asuransi selama pelaksanaan konstruksi.  e.  Pembayaran biaya konstruksi fisik dapat dilakukan secara  bulanan atau tahapan tertentu yang didasarkan pada  prestasi/kemajuan pekerjaan fisik di lapangan.  2.  BIAYA MANAJEMEN KONSTRUKSI  Yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan  untuk membiayai kegiatan manajemen konstruksi pem-bangunan bangunan gedung negara, yang dilakukan oleh  penyedia jasa manajemen konstruksi secara kontraktual dari  hasil seleksi atau penunjukan langsung.  Biaya manajemen konstruksi diatur sebagai berikut:  a.  Biaya manajemen konstruksi dibebankan pada biaya  untuk komponen kegiatan manajemen konstruksi yang  bersangkutan;  b.  Besarnya nilai biaya manajemen konstruksi maksimum  dihitung berdasarkan prosentase biaya manajemen  konstruksi terhadap biaya konstruksi fisik yang tercantum  dalam Tabel B2 dan B3;  c.  Besarnya biaya manajemen konstruksi dihitung secara  orang-bulan dan biaya langsung yang bisa diganti, sesuai  dengan ketentuan billing rate;  d.  Biaya manajemen konstruksi ditetapkan dari hasil seleksi  atau penunjukan langsung pekerjaan yang bersangkutan,  yang akan dicantumkan dalam kontrak, termasuk biaya  untuk:  1)  honorarium tenaga ahli dan tenaga penunjang;  2)  materi dan penggandaan laporan;  1)  pelaksanaan pekerjaan di lapangan (material, tenaga,  dan alat);  2)  jasa dan overhead;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 6)  perjalanan (lokal maupun luar kota);  7)  jasa dan overheadmanajemen konstruksi,  8)  asuransi/pertanggungan (indemnity insurance);  9)  pajak dan iuran daerah lainnya.  e.  Pembayaran biaya manajemen konstruksi didasarkan  pada prestasi kemajuan pekerjaan perencanaan dan  pelaksanaan konstruksi di lapangan, yaitu (maksimum):  1)  tahap persiapan/pengadaan konsultan  perencana  5%;  2)  tahap review rencana teknis sampai  dengan serah terima dokumen peren-canaan  10%;  3)  tahap pelelangan pemborong  5%;  4)  tahap konstruksi fisik yang dibayarkan  berdasarkan prestasi pekerjaan kons-truksi fisik di lapangan s.d. serah terima  kedua pekerjaan.  80%  3.  BIAYA PERENCANAAN TEKNIS KONSTRUKSI  Yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan  untuk membiayai perencanaan bangunan gedung negara,  yang dilakukan oleh penyedia jasa perencanaan secara  kontraktual dari hasil seleksi, penunjukan langsung, atau  pemilihan langsung.  Biaya perencanaan diatur sebagai berikut:  a.  Biaya perencanaan dibebankan pada biaya untuk  komponen kegiatan perencanaan yang bersangkutan;  b.  Besarnya nilai biaya perencanaan maksimum dihitung  berdasarkan prosentase biaya perencanaan teknis  konstruksi terhadap nilai biaya konstruksi fisik bangunan  yang tercantum dalam Tabel B1, B2, dan B3; 44  3)  pembelian dan atau sewa peralatan;  4)  sewa kendaraan;  5)  biaya rapat-rapat;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 45 d.  Biaya perencanaan teknis ditetapkan dari hasil seleksi  atau penunjukan langsung pekerjaan yang bersangkutan,  yang akan dicantumkan dalam kontrak termasuk biaya  untuk:  1)  honorarium tenaga ahli dan tenaga penunjang;  2)  materi dan penggandaan laporan;  3)  pembelian dan sewa peralatan;  4)  sewa kendaraan;  5)  biaya rapat-rapat;  6)  perjalanan (lokal maupun luar kota);  7)  jasa dan overheadperencanaan;  8)  asuransi/pertanggungan (indemnity insurance);  9)  pajak dan iuran daerah lainnya.  e.  Untuk pekerjaan yang berada di wilayah yang sukar  pencapaiannya/sukar dijangkau transportasi (remote  area), kebutuhan biaya untuk transportasi/ dalam rangka  survei, penjelasan pekerjaan/aanwijzing, pengawasan  berkala, opname lapangan, koordinasi, monitoring dan  evaluasi, serta biaya ke lokasi tersebut, dapat diajukan  sebagai biaya non standar, di luar prosentase biaya  perencanaan, yang tercantum dalam Tabel B1, B2 dan B3,  dalam penyusunan kebutuhan anggaran tersebut agar  berkonsultasi dengan instansi teknis setempat;  f.  Pembayaran biaya perencanaan didasarkan pada  pencapaian prestasi/kemajuan perencanaan setiap  tahapnya, yaitu (maksimum):  1)  tahap konsep rancangan 10%  2)  tahap pra-rancangan  20%  3)  tahap pengembangan  25%  c.  Biaya perencanaan teknis dihitung secara orang-bulan  dan biaya langsung yang bisa diganti, sesuai dengan  ketentuan billing rate;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 4)  tahap rancangan gambar detail  dan penyusunan RKS serta RAB 25%  5)  tahap pelelangan  5%  6)  tahap pengawasan berkala  15%  4.  BIAYA PENGAWASAN KONSTRUKSI  Yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan  untuk membiayai pengawasan pembangunan bangunan  gedung negara, yang dilakukan oleh penyedia jasa  pengawasan secara kontraktual dari hasil seleksi atau  penunjukan langsung.  Biaya pengawasan diatur sebagai berikut:  a.  Biaya pengawasan dibebankan pada biaya untuk  komponen kegiatan pengawasan yang bersangkutan;  b.  Besarnya nilai biaya pengawasan maksimum dihitung  berdasarkan prosentase biaya pengawasan konstruksi  terhadap nilai biaya konstruksi fisik bangunan yang  tercantum dalam Tabel B1 dan B2;  c.  Biaya pengawasan dihitung secara orang-bulan dan  biaya langsung yang bisa diganti, sesuai dengan  ketentuan billing rate;  d.  Biaya pengawasan ditetapkan dari hasil seleksi atau  penunjukan langsung pekerjaan yang bersangkutan, yang  akan dicantumkan dalam kontrak termasuk biaya untuk:  1)  honorarium tenaga ahli dan tenaga penunjang;  2)  materi dan penggandaan laporan;  3)  pembelian dan atau sewa peralatan;  4)  sewa kendaraan;  5)  biaya rapat-rapat;  6)  perjalanan (lokal maupun luar kota);  7)  jasa dan overhead pengawasan;  8)  asuransi/pertanggungan (indemnity insurance);  9)  pajak dan iuran daerah lainnya.  e.  Untuk pekerjaan yang berada di wilayah yang sukar  pencapaiannya/sukar dijangkau transportasi (remote  46  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 47 area), kebutuhan biaya untuk transportasi/dalam rangka  survei, penjelasan pekerjaan/aanwijzing, pengawasan  berkala, opname lapangan, koordinasi, monitoring dan  evaluasi, serta biaya ke lokasi tersebut, dapat diajukan  sebagai biaya non standar, di luar prosentase biaya  pengawasan, yang tercantum dalam Tabel B1 dan B2, dalam  penyusunan kebutuhan anggaran tersebut agar berkonsultasi  dengan instansi teknis setempat;  f.  Pembayaran biaya pengawasan  dapat  dibayarkan  secara bulanan atau tahapan tertentu yang didasarkan  pada pencapaian prestasi/kemajuan pekerjaan konstruksi  fisik di lapangan, atau penyelesaian tugas dan kewajiban  pengawasan.  5.  BIAYA PENGELOLAAN KEGIATAN  Yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan  untuk membiayai kegiatan pengelolaan pembangunan  bangunan gedung negara.  Biaya pengelolaan kegiatan diatur sebagai berikut:  a.  Biaya pengelolaan  kegiatan  dibebankan pada biaya  untuk komponen pengelolaan kegiatan yang  bersangkutan;  b.  Besarnya nilai biaya pengelolaan kegiatan  maksimum  dihitung berdasarkan prosentase biaya pengelolaan  kegiatan terhadap nilai biaya konstruksi fisik bangunan  yang tercantum dalam Tabel B1dan B2;  c.  Perincian penggunaan biaya pengelolaan  kegiatan adalah sebagai berikut:  1)  Biaya operasional unsur Pengguna Anggaran  Biaya operasional unsur Pengguna Anggaran, adalah  sebesar 65% dari biaya pengelolaan  kegiatan  yang  bersangkutan, untuk keperluan honorarium staf dan  panitia lelang, perjalanan dinas, rapat-rapat, proses  pelelangan, bahan dan alat yang berkaitan dengan  pengelolaan kegiatan sesuai dengan pentahapan-nya, serta persiapan dan pengiriman kelengkapan  administrasi/dokumen pendaftaran bangunan gedung  negara;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 2)  Biaya operasional unsur Pengelola Teknis  a) Biaya operasional unsur pengelola teknis, adalah  sebesar 35% dari biaya pengelolaan kegiatan yang  bersangkutan, yang dipergunakan untuk keperluan  honorarium pengelola teknis, honorarium tenaga  ahli/nara sumber (apabila diperlukan), perjalanan  dinas, transport lokal, biaya rapat, biaya  pembelian/penyewaan bahan dan alat yang  berkaitan dengan kegiatan yang bersangkutan  sesuai dengan pentahapannya;  b) Pembiayaan diajukan oleh Instansi Teknis setempat  kepada kepala satuan kerja/pejabat pembuat  komitmen.  3)  Realisasi pembiayaan pengelolaan kegiatan dapat  dilakukan secara bertahap sesuai kemajuan pekerjaan  (persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan konstruksi).  Besarnya honorarium pengelolaan kegiatan mengikuti  ketentuan yang berlaku.  d.  Untuk pekerjaan yang berada di wilayah yang sukar  pencapaiannya/sukar dijangkau transportasi (remote  area), kebutuhan biaya untuk transportasi/perjalanan  dinas dalam rangka survei, penjelasan pekerjaan/  aanwijzing, pengawasan berkala, opname lapangan,  koordinasi, monitoring dan evaluasi, serta biaya  pengelolaan kegiatan ke lokasi tersebut, dapat diajukan  sebagai biaya non standar, di luar prosentase biaya  pengelolaan kegiatan, yang tercantum dalam Tabel B1,  B2, dan B3, dalam penyusunan kebutuhan anggaran  tersebut agar berkonsultasi dengan instansi teknis  setempat.  Di dalam masing-masing komponen biaya pembangunan  tersebut termasuk semua beban pajak dan biaya perizinan  yang berkaitan dengan pembangunan bangunan gedung  negara sesuai peraturan.  Kelebihan biaya berupa penghematan yang didapat dari  biaya perencanaan, manajemen konstruksi atau  pengawasan dapat digunakan langsung untuk peningkatan  mutu atau penambahan kegiatan konstruksi fisik, dengan  melakukan revisi dokumen pembiayaan.  48  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 49 D.  PEMBIAYAAN BANGUNAN/KOMPONEN BANGUNAN  TERTENTU  1.  HARGA SATUAN TERTINGGI RATA-RATA PER-M BANGUNAN  BERTINGKAT UNTUK BANGUNAN GEDUNG NEGARA  Harga satuan tertinggi rata-rata per-m 2 bangunan gedung  bertingkat adalah didasarkan pada harga satuan lantai dasar  tertinggi per-m 2 untuk bangunan gedung bertingkat,  kemudian dikalikan dengan koefisien/faktor pengali untuk  jumlah lantai yang bersangkutan, sebagai berikut:  Jumlah lantai  bangunan  Harga Satuan per m2 Tertinggi  Bangunan 2 lantai  1,090 standar harga gedung bertingkat  Bangunan 3 lantai  1,120 standar harga gedung bertingkat  Bangunan 4 lantai  1,135 standar harga gedung bertingkat  Bangunan 5 lantai  1,162 standar harga gedung bertingkat  Bangunan 6 lantai  1,197 standar harga gedung bertingkat  Bangunan 7 lantai  1,236 standar harga gedung bertingkat  Bangunan 8 lantai  1,265 standar harga gedung bertingkat  Untuk bangunan yang lebih dari 8 lantai, koefisien/faktor  pengalinya dikonsultasikan dengan Instansi Teknis setempat.  2.  HARGA SATUAN TERTINGGI RATA-RATA PER-M 2 BANGUNAN/  RUANG DENGAN FUNGSI KHUSUS UNTUK BANGUNAN GEDUNG  NEGARA  Untuk ruang dengan fungsi tertentu, yang memerlukan  standar harga yang khusus, agar pada tahap penyusunan  anggaran berkonsultasi dengan Instansi Teknis setempat.  Untuk bangunan/ruang yang mempunyai fungsi khusus, yang  karena persyaratannya memerlukan penyelesaian khusus,  harga satuan tertinggi untuk per-m nya didasarkan pada  harga satuan tertinggi untuk klasifikasi bangunan yang  bersangkutan setelah dikalikan koefisien seperti berikut:  Pedoman Teknis Pembangunan BGN Fungsi  Bangunan/Ruang  Harga Satuan per m 2 Tertinggi  ICU/ICCU/UGD/CMU  1,50 standar harga bangunan  Ruang Operasi  2,00 standar harga bangunan  Ruang Radiology  1,25 standar harga bangunan  Rawat inap  1,10 standar harga bangunan  Laboratorium  1,10 standar harga bangunan  Ruang Kebidanan dan  Kandungan  1,20 standar harga bangunan  Ruang Gawat Darurat  1,10 standar harga bangunan  Power House  1,25 standar harga bangunan  Ruang Rawat Jalan  1,10 standar harga bangunan  Dapur dan Laundri  1,10 standar harga bangunan  Bengkel  1,00 standar harga bangunan  Lab. SLTP/SMA/SMK  1,15 standar harga bangunan  Selasar Luar  Beratap/Teras  0,50 standar harga bangunan  E.  BIAYA PEKERJAAN NON-STANDAR  1.  PEKERJAAN/KEGIATAN YANG DIKLASIFIKASIKAN SEBAGAI  PEKERJAAN NON-STANDAR:  a.  Penyiapan lahan yang meliputi: pembentukan kualitas  permukaan tanah/lahan sesuai dengan rancangan,  pembuatan tanda-tanda lahan, pembersihan lahan dan  pembongkaran;  b.  Pematangan lahan yang meliputi: pembuatan jalan dan  jembatan dalam kompleks, jaringan utilitas kompleks  (saluran drainase, air bersih, listrik, lampu penerangan luar,  limbah kotoran, hidran kebakaran), lansekap/taman,  pagar fungsi khusus dan tempat parkir;  c.  Penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan  (termasuk master plan);  d.  Penyusunan studi Analisa Mengenai Dampak Lingkungan  (AMDAL);  e.  Peningkatan arsitektur ataupun struktur bangunan:  penampilan, keamanan, keselamatan, kesehatan,  aksesibilitas serta kenyamanan gedung negara;  50  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 51 f.  Pekerjaan khusus kelengkapan bangunan seperti: Alat  Pengkondisian Udara, Elevator/Escalator, Tata Suara  (Sound System), Telepon dan PABX, Instalasi IT (Informasi &  Teknologi), Elektrikal (termasuk genset), Sistem Proteksi  Kebakaran, Sistem Penangkal Petir Khusus, Instalasi  Pengolahan Air Limbah (IPAL), Interior (termasuk furniture),  Gas Pembakaran, Gas Medis, Pencegahan Bahaya  Rayap, Pondasi Dalam, Fasilitas Penyandang Cacat,  Sarana/Prasarana Lingkungan, Basement dan  Peningkatan Mutu;  g.  Penyambungan yang meliputi: penyambungan air dari  PAM/PDAM, penyambungan listrik dari PLN, penyam-bungan gas dari Perusahaan Gas, penyambungan  telepon dari TELKOM;  h.  Pekerjaan-pekerjaan lain seperti:  1)  Penyelidikan tanah yang terperinci;  2)  Pekerjaan pondasi dalam yang lebih dari 5 m atau l/w  ≥20; l = kedalaman, w = garis tengah / sisi  penampang;  3)  Pekerjaan basement/bangunan dibawah permukaan  tanah;  4)  Fasilitas aksesibilitas untuk kepentingan penyandang  cacat;  5)  Bangunan-bangunan khusus;  6)  Bangunan selasar penghubung, bangunan tritisan/  emperan khusus dan yang sejenis.  i.  Biaya  pengelolaan kegiatan, perencanaan, dan  pengawasan untuk perjalanan dinas ke wilayah/lokasi  kegiatan yang sukar pencapaiannya/dijangkau oleh  sarana transportasi (remote area);  j.  Perizinan-perizinan khusus karena sifat bangunan,  lokasi/letak bangunan, ataupun karena luas lahan;  k.  Biaya Konsultan studi penyusunan program pembangunan  bangunan gedung negara, untuk bangunan gedung  yang penyusunannya memerlukan keahlian konsultan;  l.  Biaya Konsultan VE, apabila Satuan Kerja menghendaki  pelaksanaan VE dilakukan oleh konsultan independen.  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 2. PEMBIAYAAN PEKERJAAN NON-STANDAR  a.  Besarnya biaya-biaya untuk pekerjaan tersebut dihitung  berdasarkan rincian volume kebutuhan nyata dan harga  pasar yang wajar serta pajak-pajak yang berlaku, dengan  terlebih dahulu berkonsultasi kepada Instansi Teknis yang  bertanggung jawab dalam pembinaan bangunan  gedung setempat;  b.  Besarnya biaya perencanaan, manajemen konstruksi/  pengawasan pekerjaan non-standar, dihitung  berdasarkan billing-ratesesuai ketentuan yang tercantum  dalam keputusan Menteri Keuangan;  c.  Total biaya pekerjaan non-standar maksimum sebesar  150% dari total biaya pekerjaan standar bangunan  gedung negara yang bersangkutan, yang dalam  penyusunan anggarannya, perinciannya antara lain  dapat berpedoman pada prosentase sebagai berikut:  Jenis Pekerjaan  Prosentase  Alat Pengkondisian Udara  10-20% dari X  Elevator/Escalator  8-12% dari X  Tata Suara (Sound System)  3-6% dari X  Telepon dan PABX  3-6% dari X  Instalasi IT (Informasi & Teknologi)  6-11% dari X  Elektrikal (termasuk genset)  7-12% dari X  Sistem Proteksi Kebakaran  7-12% dari X  Sistem Penangkal Petir Khusus  2-5% dari X  Instalasi Pengolahan Air Limbah  (IPAL)  2-4% dari X  Interior (termasuk furniture)  15-25% dari X  Gas Pembakaran  1-2% dari X  Gas Medis  2-4% dari X  Pencegahan Bahaya Rayap  1-3% dari X  Pondasi dalam  7-12% dari X  Fasilitas penyandang cacat & ke-butuhan khusus  3-8% dari X  Sarana/Prasarana Lingkungan  3-8% dari X  52  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 53 Basement (per m 2 )  120% dari Y  Peningkatan Mutu *)  15-30% dari Z  Catatan :*) = peningkatan mutu termasuk  peningkatan penampilan arsitektur dan  peningkatan struktur terhadap aspek  keselamatan bangunan, hanya dapat  dilakukan dengan memberikan  penjelasan yang secara teknis dapat  diterima dan harus mendapatkan  rekomendasi dari Instansi teknis.  X = total biaya konstruksi fisik pekerjaan  standar.  Y = Standar Harga Satuan Tertinggi per m2.  Z = total biaya komponen pekerjaanyang  ditingkatkan mutunya  F.  PROSENTASE KOMPONEN PEKERJAAN BANGUNAN GEDUNG  NEGARA  Untuk pekerjaan standar bangunan gedung dan rumah negara,  sebagai pedoman penyusunan anggaran pembangunan,  pembangunan yang lebih dari satu tahun anggaran, dan  peningkatan mutu dapat berpedoman pada prosentase  komponen-komponen pekerjaan sebagai berikut:  Komponen  Gedung Negara   Rumah Negara  Pondasi  5%-10%  3%-7%  Struktur  25%-35%  20%-25%  Lantai  5%-10%  10%-15%  Dinding  7%-10%  10%-15%  Plafond  6%-8%  8%-10%  Atap  8%-10%  10%-15%  Utilitas  5%-8%  8%-10%  Finishing  10%-15%  15%-20%  Pedoman Teknis Pembangunan BGN BAB V  TATA CARA PEMBANGUNAN  BANGUNAN GEDUNG NEGARA  A.  PENYELENGGARA PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG  NEGARA  1.  PENGUNA ANGGARAN a.  Pengguna Anggaran adalah Kementerian/lembaga atau  Badan Usaha Milik Negara (BUMN) penyelenggara  pembangunan bangunan gedung negara untuk  keperluan dinas, yang mempunyai program dan  pembiayaan pembangunan.  b.  Pengguna Anggaran bertanggung jawab untuk menyusun  program dan kebutuhan biaya pembangunan yang  diperlukan, melaksanakan pembangunan, mengendalikan  pembangunan, memanfaatkan, dan memelihara, serta  merawat bangunan yang telah selesai.  c.  Pengguna Anggaran dalam menyelenggarakan pem-bangunan dapat pula melaksanakan melalui upaya tukar  menukar/tukar bangun, kerjasama pemanfaatan (Bangun  Guna Serah, Bangun Serah Guna, dll.), hibah, atau cara  lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.  d.  Pengguna Anggaran dapat melimpahkan pelaksanaan  penyelenggaraan pembangunannya kepada Instansi  Teknis setempat.  2.  PEMBINA TEKNIS  a.  Sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 dan  Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang  Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun  54  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 55 2002 tentang Bangunan Gedung, Pembina Teknis  penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung  adalah Menteri Pekerjaan Umum.  b.  Pembina Teknis bertanggung jawab untuk melaksanakan  pembinaan dan pengawasan teknis penyelenggaraan  pembangunan bangunan gedung negara.  c.  Pembinaan dilakukan dalam rangka tata pemerintahan  yang baik melalui kegiatan pengaturan, pemberdayaan,  dan pengawasan sehingga setiap penyelenggaraan  bangunan gedung dapat berlangsung tertib, efektif dan  efisien.  d.  Dalam melaksanakan pembinaan teknis Menteri Pekerjaan  Umum menugaskan kepada instansi teknis setempat untuk  melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis di  daerahnya sesuai azas dekonsentrasi. Berdasarkan  penugasan tersebut instansi teknis setempat melaporkan  hasil pelaksanaan pembinaannya kepada Menteri  Pekerjaan Umum.  B.  ORGANISASI DAN TATA LAKSANA  1.  PENGELOLA KEGIATAN a.  Organisasi Pengelola Kegiatan  Organisasi Pengelola Kegiatan untuk pembangunan  bangunan gedung negara terdiri atas:  1)  Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen yaitu  pejabat yang ditetapkan oleh Pengguna Anggaran;  2)  Pengelola Keuangan Satuan Kerja yaitu  Bendaharawan dan Pejabat Verifikasi yang ditetapkan  oleh Pengguna Anggaran;  3)  Pengelola Administrasi Satuan Kerja yaitu staf satuan  kerja yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Kepala Satuan  Kerja, yang sesuai ketentuan dapat terdiri atas  beberapa staf;  4)  Pengelola Teknis yaitu tenaga bantuan dari Instansi  Teknis Setempat. Pedoman Teknis Pembangunan BGN b.  Fungsi Pengelola Kegiatan:  Pengelola kegiatan berfungsi membantu Pengguna  Anggaran dalam melaksanakan kegiatan.  1)  Kepala Satuan Kerja Kepala Satuan Kerja berfungsi menyelenggarakan  seluruh tugas satuan kerja terutama pelaksanaan  rencana kerja yang telah ditetapkan dan dituangkan  dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).  2)  Pejabat Pembuat Komitmen  Pejabat Pembuat Komitmen adalah pejabat yang  melakukan tindakan yang mengakibatkan penge-luaran anggaran belanja, berfungsi melaksanakan  sebagian tugas satuan kerja dalam penyelenggaraan  pembangunan bangunan gedung negara dan  bertanggung jawab secara fisik maupun keuangan  kepada Kepala Satuan Kerja.  3)  Bendahara  Bendahara berfungsi membantu Kepala Satuan  Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen dalam melak-sanakan pengelolaan keuangan satuan kerja dan  bertanggung jawab secara operasional kepada  Kepala Satuan Kerja.  4)  Pejabat Verifikasi Pejabat verifikasi adalah pejabat yang melakukan  pengujian atas Surat Permintaan Pembayaran (SPP)  dan menyetujui/menandatangani Surat Perintah  Membayar (SPM) dan bertanggung jawab kepada  Kepala Satuan Kerja. 5)  Pengelola Administrasi Kegiatan Pengelola Administrasi Kegiatan berfungsi membantu  Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen  dalam melaksanakan pengelolaan administrasi  Kegiatan. Pengelola Administrasi Kegiatan bertang-gung jawab secara operasional kepada Kepala Satuan  Kerja.  56  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 57 6)  Pengelola Teknis Kegiatan Pengelola Teknis Kegiatan berfungsi membantu Kepala  Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen dalam  mengelola Kegiatan dibidang teknis administratif  selama pembangunan bangunan gedung negara  pada setiap tahap, baik di tingkat program maupun di  tingkat operasional.  Pengelola teknis adalah pejabat fungsional bidang  tata bangunan dan perumahan atau yang bersertifikat  pengelola teknis yang ditetapkan oleh dan  bertanggung jawab secarafungsional kepada:  ƒ  Direktur Jenderal Cipta Karya c.q. Direktur Penataan  Bangunan dan Lingkungan untuk satuan kerja-satuan kerja Kementerian/Lembaga tingkat Pusat di  wilayah DKI Jakarta; atau  ƒ  Dinas Pekerjaan Umum/Instansi teknis provinsi yang  bertanggung jawab dalam pembinaan bangunan  gedung sebagai bentuk penyelenggaraan tugas  dekonsentrasi untuk satuan kerja - satuan kerja  Kementerian/Lembaga di luar wilayah DKI Jakarta;  serta bertanggung jawab secara operasional kepada  Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen  Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.  c.  Tugas Pengelola Kegiatan:  1)  Pada tahap persiapan dan perencanaan konstruksi,  meliputi:  a) menyiapkan dan  menetapkan  organisasi kegiatan;  b) menyiapkan bahan, menetapkan waktu, dan  strategi penyelesaian kegiatan; c)  melakukan penyiapan pengadaan penyedia jasa  manajemen konstruksi termasuk menyusun Ke-rangka Acuan Kerja (KAK);  d) melakukan penyiapan pengadaan penyedia jasa  perencanaan termasuk menyusun Kerangka Acuan  Kerja (KAK);  Pedoman Teknis Pembangunan BGN e)  menyusun Surat Penetapan Penyedia Barang dan  Jasa (SPPBJ), Surat Perjanjian Kerja, dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK);  f)  mengendalikan kegiatan manajemen konstruksi dan  kegiatan perencanaan;  g) menyusun berita acara persetujuan kemajuan  pekerjaan untuk pembayaran angsuran dan berita  acara lainnya yang berkaitan dengan kegiatan  manajemen konstruksi dan kegiatan perencanaan;  serta  Pada tahap pelaksanaan konstruksi, meliputi:  a) melakukan penyiapan pengadaan penyedia jasa  pengawasan termasuk menyusun Kerangka Acuan  Kerja (KAK);  b) melakukan penyiapan pengadaan penyedia jasa  pelaksana konstruksi;  c)  menyusun Surat Penetapan Penyedia Barang dan  Jasa (SPPBJ), Surat Perjanjian Kerja, dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK);  d) mengendalikan kegiatan pengawasan pelak-sanaan konstruksi;  e)  mengendalikan kegiatan pelaksanaan konstruksi  dan penilaian atas kemajuan tahap pelaksanaan  konstruksi;  f)  menyusun berita acara persetujuan kemajuan  pekerjaan untuk pembayaran angsuran dan berita  acara lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan  konstruksi;  g) menyusun berita acara serah terima dan menerima  bangunan yang telah selesai dari pelaksana  konstruksi.  2)  Pada tahap pasca-konstruksi, yaitu kegiatan persiapan  untuk mendapatkan status dari pengelola anggaran,  Sertifikat Laik Fungsi (SLF), dan pendaftaran sebagai  bangunan gedung negara untuk mendapatkan HDNo  dari Departemen Pekerjaan Umum, pengelola kegiatan  membantu Pengguna Anggaran untuk:  a) menyiapkan dokumen pembangunan;  58  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 59 b) menyiapkan dokumen pendaftaran Bangunan  Gedung Negara;  c)  menyerahkan bangunan gedung negara yang  telah selesai dari Pengelola kegiatan kepada  Pengguna Anggaran, melalui Kuasa Pengguna  Anggaran/Eselon I.  2.  PENYEDIA JASA KONSTRUKSI  Penyedia Jasa Konstruksi pembangunan bangunan gedung  negara dalam melakukan kegiatan dan tugasnya harus  berpedoman pada Undang-undang Nomor 18 tahun 1999  tentang Jasa Konstruksi dan peraturan-peraturan pelak-sanaannya. Penyedia Jasa Konstruksi terdiri atas penyedia  jasa manajemen konstruksi atau penyedia jasa pengawasan,  penyedia jasa perencanaan, dan penyedia jasa pelaksana  konstruksi, dengan ketentuan sebagai berikut:  a.  Penyedia Jasa Manajemen Konstruksi.  1)  Organisasi dan Tata Laksana  a) Organisasi penyedia jasa manajemen konstruksi,  disesuaikan dengan lingkup dan kompleksitas  pekerjaan, seperti:  i)  Penanggung Jawab kegiatan; ii)  Penanggung Jawab Lapangan;  iii)  Tenaga Ahli Penyusun dan Pengendali Program;  iv) Tenaga Ahli Estimasi Biaya;  v)  Tenaga Ahli Arsitektur/Struktur/M&E;  vi) Pengawas Lapangan.  b) Penyedia jasa manajemen konstruksi adalah  perusahaan yang memenuhi persyaratan yang  ditetapkan untuk pelaksanaan tugas konsultansi  dalam bidang manajemen konstruksi;  c)  Penyedia jasa manajemen konstruksi bertugas sejak  ditetapkan berdasarkan Surat Perintah Mulai Kerja  (SPMK) mulai dari tahap perencanaan sampai serah  terima II pekerjaan konstruksi fisik, dan berfungsi  melaksanakan pengendalian pada tahap  perencanaan dan tahap konstruksi, baik di tingkat  program maupun di tingkat operasional;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN d) Penyedia jasa manajemen konstruksi dalam  melaksanakan tugasnya bertanggung jawab  secara kontraktual kepada Kepala Satuan  Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen;  e)  Dalam hal di daerah tempat pelaksanaan kegiatan  tidak terdapat perusahaan yang memenuhi  persyaratan dan bersedia melakukan tugas  konsultansi manajemen konstruksi, maka dapat  ditunjuk perusahaan yang memenuhi persyaratan  dan bersedia dari daerah lain. Apabila tidak  terdapat penyedia jasa manajemen konstruksi  seperti tersebut di atas, maka fungsi tersebut  dilakukan oleh unsur Instansi Teknis setempat;  f)  Penyedia jasa manajemen konstruksi digunakan  untuk pekerjaan:  ƒ  bangunan bertingkat diatas 4 lantai; dan/atau  ƒ  bangunan dengan luas total di atas 5.000 m 2 dan/atau  ƒ  bangunan khusus; dan/atau  ƒ  yang melibatkan lebih dari satu penyedia jasa  perencanaan maupun pelaksana konstruksi;  dan/atau  ƒ  yang dilaksanakan lebih dari satu tahun  anggaran (multiyears project).  g) Pengadaan penyedia jasa manajemen konstruksi  harus berdasarkan ketentuan yang tercantum  dalam peraturan presiden R.I. tentang pedoman  pelaksanaan pengadaan barang dan jasa  pemerintah serta petunjuk teknis pelaksanaannya;  h)  Penyedia jasa manajemen konstruksi tidak dapat  merangkap sebagai penyedia jasa perencanaan  untuk pekerjaan yang bersangkutan;  i)  Biaya Penyedia jasa manajemen konstruksi  dibebankan pada biaya untuk komponen  manajemen konstruksi kegiatan yang bersangkutan. 60  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 61 2)  Kegiatan Manajemen Konstruksi  Kegiatan  Manajemen Konstruksi meliputi pengendali-an waktu, biaya, pencapaian sasaran fisik (kuantitas  dan kualitas), dan tertib administrasi dalam  pembangunan bangunan gedung negara, mulai dari  tahap persiapan, tahap perencanaan, tahap  pelaksanaan konstruksi sampai dengan masa  pemeliharaan.  Kegiatan Manajemen Konstruksi terdiri atas:  a) Tahap Persiapan:  i)  membantu pengelola  kegiatan melaksanakan  pengadaan penyedia jasa perencanaan,  termasuk menyusun Kerangka Acuan Kerja  (KAK), memberi saran waktu dan strategi  pengadaan, serta bantuan evaluasi proses  pengadaan;  ii)  membantu Pengelola Kegiatan dalam  mempersiapkan dan menyusun program  pelaksanaan seleksi penyedia jasa pekerjaan  perencanaan;  iii)  membantu Panitia Pengadaan Barang dan  Jasa dalam penyebarluasan pengumuman  seleksi penyedia jasa pekerjaan  perencanaan,  baik melalui papan pengumuman, media  cetak, maupun media elektronik;  iv)  membantu Panitia Pengadaan Barang dan  Jasa melakukan pra-kualifikasi calon peserta  seleksi penyedia jasa pekerjaan perencanaan; v)  membantu memberikan penjelasan pekerjaan pada waktu rapat penjelasan pekerjaan;  vi)  membantu Panitia Pengadaan Barang dan  Jasa dalam menyusun Harga Perhitungan  Sendiri (HPS)/Owner’s Estimate(OE) pekerjaan  perencanaan;  vii)  membantu melakukan pembukaan dan  evaluasi terhadap usulan teknis dan biaya dari  penawaran yang masuk;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN viii)  membantu menyiapkan draft surat perjanjian  pekerjaan perencanaan;  ix)  membantu pengelola kegiatan menyiapkan  surat perjanjian pekerjaan perencanaan.  b) Tahap Perencanaan:  i)  mengevaluasi program pelaksanaan kegiatan perencanaan yang dibuat oleh penyedia jasa  perencanaan, yang meliputi program  penyediaan dan penggunaan sumber daya,  strategi dan pentahapan penyusunan  dokumen lelang;  ii)  memberikan konsultansi kegiatan perencana-an, yang meliputi penelitian dan pemeriksaan  hasil perencanaan dari sudut efisiensi sumber  daya dan biaya, serta kemungkinan keter-laksanaan konstruksi;  iii)  mengendalikan program perencanaan,  melalui kegiatan evaluasi program terhadap  hasil perencanaan, perubahan-perubahan  lingkungan, penyimpangan teknis dan  administrasi atas persoalan yang timbul, serta  pengusulan koreksi program;  iv)  melakukan koordinasi dengan pihak-pihak  yang terlibat pada tahap perencanaan;  v)  menyusun laporan bulanan kegiatan  konsultansi manajemen konstruksi tahap  perencanaan, merumuskan evaluasi status dan  koreksi teknis bila terjadi penyimpangan;  vi)  meneliti kelengkapan dokumen perencanaan  dan dokumen pelelangan, menyusun program  pelaksanaan pelelangan bersama penyedia  jasa perencanaan, dan ikut memberikan  penjelasan pekerjaan pada waktu pelelangan,  serta membantu kegiatan panitia pelelangan;  vii)  menyusun laporan dan berita acara dalam  rangka kemajuan pekerjaan dan pembayaran  angsuran pekerjaan perencanaan;  viii)  mengadakan dan memimpin rapat-rapat  koordinasi perencanaan, menyusun laporan  62  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 63 hasil rapat koordinasi, dan membuat laporan  kemajuan pekerjaan manajemen konstruksi.  c)  Tahap Pelelangan  i)  membantu Pengelola Kegiatan dalam mem-persiapkan dan menyusun program pelak-sanaan pelelangan pekerjaan konstruksi fisik;  ii)  membantu Panitia Pengadaan Barang dan  Jasa dalam penyebarluasan pengumuman  pelelangan, baik melalui papan pengumu-man, media cetak, maupun media elektronik;  iii)  membantu Panitia Pengadaan Barang dan  Jasa melakukan pra-kualifikasi calon peserta  pelelangan (apabila pelelangan dilakukan  melalui prakualifikasi);  iv)  membantu memberikan penjelasan pekerjaan  pada waktu rapat penjelasan pekerjaan;  v)  membantu Panitia Pengadaan Barang dan  Jasa dalam menyusun Harga Perhitungan  Sendiri (HPS)/Owner’s Estimate(OE) pekerjaan  konstruksi fisik;  vi)  membantu melakukan pembukaan dan  evaluasi terhadap penawaran yang masuk;  vii)  membantu menyiapkan draft surat perjanjian  pekerjaan pelaksanaan konstruksi fisik;  viii)  menyusun laporan kegiatan pelelangan.  d) Tahap Pelaksanaan  i)  mengevaluasi program kegiatan pelaksanaan  fisik yang disusun oleh pelaksana konstruksi,  yang meliputi program-program pencapaian  sasaran fisik, penyediaan dan penggunaan  sumber daya berupa: tenaga kerja, peralatan  dan perlengkapan, bahan bangunan,  informasi, dana, program  Quality Assurance  /Quality Control, dan program kesehatan dan  keselamatan kerja (K3);  ii)  mengendalikan program pelaksanaan kons-truksi fisik, yang meliputi program pengenda-lian sumber daya, pengendalian biaya,  pengendalian waktu, pengendalian sasaran  Pedoman Teknis Pembangunan BGN fisik (kualitas dan kuantitas) hasil konstruksi,  pengendalian perubahan pekerjaan, pengen-dalian tertib administrasi, pengendalian kese-hatan dan keselamatan kerja;  iii)  melakukan evaluasi program terhadap  penyimpangan teknis dan manajerial yang  timbul, usulan koreksi program dan tindakan  turun tangan, serta melakukan koreksi teknis  bila terjadi penyimpangan;  iv)  melakukan koordinasi antara pihak-pihak yang  terlibat dalam pelaksanaan konstruksi fisik;  v)  melakukan kegiatan pengawasan yang terdiri  atas:  ƒ  memeriksa dan mempelajari dokumen  untuk pelaksanaan konstruksi yang akan  dijadikan dasar dalam pengawasan  pekerjaan di lapangan;  ƒ  mengawasi pemakaian bahan, peralatan  dan metode pelaksanaan, serta mengawasi  ketepatan waktu, dan biaya pekerjaan  konstruksi;  ƒ  mengawasi pelaksanaan pekerjaan  konstruksi dari segi kualitas, kuantitas, dan  laju pencapaian volume/ realisasi fisik;  ƒ  mengumpulkan data dan informasi di  lapangan untuk memecahkan persoalan  yang terjadi selama pekerjaan konstruksi;  ƒ  menyelenggarakan rapat-rapat lapangan  secara berkala, membuat laporan  mingguan dan bulanan pekerjaan  manajemen konstruksi, dengan masukan  hasil rapat-rapat lapangan, laporan harian,  mingguan dan bulanan pekerjaan konstruksi  fisik yang dibuat oleh pelaksana konstruksi;  ƒ  menyusun laporan dan berita acara dalam  rangka kemajuan pekerjaan dan  pembayaran angsuran pekerjaan  pelaksanaan konstruksi ;  64  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 65 ƒ  meneliti gambar-gambar untuk pelaksa-naan (shop drawings) yang diajukan oleh  pelaksana konstruksi;  ƒ  meneliti gambar-gambar yang sesuai  dengan pelaksanaan di lapangan (As Built  Drawings) sebelum serah terima I;  ƒ  menyusun daftar cacat/kerusakan sebelum  serah terima I (pertama), dan mengawasi  perbaikannya pada masa pemeliharaan;  ƒ  bersama-sama dengan penyedia jasa  perencanaan menyusun petunjuk peme-liharaan dan penggunaan bangunan  gedung;  ƒ  menyusun berita acara persetujuan kema-juan pekerjaan, serah terima pertama,  berita acara pemeliharaan pekerjaan dan  serah terima kedua pekerjaan konstruksi,  sebagai kelengkapan untuk pembayaran  angsuran pekerjaan konstruksi;  ƒ  membantu pengelola kegiatan dalam  menyusun Dokumen Pendaftaran;  ƒ  membantu pengelola kegiatan dalam  penyiapan kelengkapan dokumen Sertifikat  Laik Fungsi (SLF) dari Pemerintah  Kabupaten/Kota setempat.  vi)  menyusun laporan akhir pekerjaan manajemen  konstruksi.  b.  Penyedia Jasa Perencanaan Konstruksi  1)  Organisasi dan Tata Laksana  a) Organisasi penyedia jasa perencanaan disesuaikan  dengan lingkup dan kompleksitas pekerjaan, seperti:  i)  Penanggung Jawab kegiatan; ii)  Tenaga Ahli Arsitektur;  iii)  Tenaga Ahli Struktur;  iv) Tenaga Ahli Utilitas (M&E);  v)  Tenaga Ahli Estimasi Biaya;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN vi) Tenaga Ahli lainnya.  b) Penyedia jasa perencanaan, adalah perusahaan  yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan  tugas konsultansi dalam bidang jasa perencanaan  teknis bangunan gedung beserta kelengkapannya;  c)  Penyedia jasa perencanaan berfungsi melak-sanakan pengadaan dokumen perencanaan,  dokumen lelang, dokumen untuk pelaksanaan  konstruksi, memberikan penjelasan pekerjaan pada  waktu pelelangan, dan memberikan penjelasan  serta saran penyelesaian terhadap persoalan  perencanaan yang timbul selama tahap konstruksi;  d) Penyedia jasa perencanaan mulai bertugas sejak  ditetapkan berdasarkan SPMK mulai dari tahap  perencanaan sampai dengan serah terima I  (pertama) pekerjaan oleh pelaksana konstruksi;  e)  Penyedia jasa perencanaan dalam melaksanakan  tugasnya bertanggung jawab secara kontraktual  kepada Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat  Komitmen;  f)  Dalam hal di daerah tempat pelaksanaan kegiatan  tidak terdapat perusahaan yang memenuhi  persyaratan dan bersedia melakukan tugas  konsultansi perencanaan, maka dapat ditunjuk  perusahaan yang memenuhi persyaratan dan  bersedia dari daerah lain sesuai ketentuan. Apabila  tidak terdapat penyedia jasa perencanaan seperti  tersebut di atas, maka fungsi tersebut dilakukan oleh  instansi teknis setempat yang bertanggung jawab  terhadap pembinaan bangunan gedung, dengan  biaya maksimal sebesar 60% x biaya perencanaan  yang dilaksanakan dalam rangka swakelola;  g) Penyedia jasa perencanaan harus berdasarkan  ketentuan yang tercantum dalam peraturan  presiden R.I. tentang pedoman pelaksanaan  pengadaan barang dan jasa pemerintah serta  petunjuk teknis pelaksanaannya. Penyedia jasa  66  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 67 perencanaan dapat dilakukan melalui sayembara;  h)  Untuk pekerjaan pembangunan dengan luas  bangunan diatas 12.000 m2 atau diatas 8 lantai,  penyedia jasa perencanaan diwajibkan pada  tahap pra-rencana menyelenggarakan paket  satuan kerja lokakarya  value engineering(VE)  selama 40 jam secara  in-house, untuk  mengembangkan konsep perencanaan, dengan  melibatkan partisipasi pengelola kegiatan,  penyedia jasa manajemen konstruksi, dan pemberi  jasa keahlian VE;  i)  Biaya penyelenggaraan lokakarya, termasuk biaya  kerja sama dengan pemberi jasa keahlian VE  merupakan bagian dari biaya penyedia jasa  perencanaan;  j)  Penyedia jasa perencanaan tidak dapat  merangkap sebagai penyedia jasa manajemen  konstruksi untuk pekerjaan yang bersangkutan;  k)  Penyedia jasa perencanaan dapat merangkap  sebagai penyedia jasa pengawasan untuk  pekerjaan dengan klasifikasi konsultan grade 2;  l)  Untuk Provinsi Papua, Maluku, dan Kepulauan Riau  atau daerah-daerah yang dinyatakan daerah  remote oleh Instansi yang berwenang, penyedia  jasa perencanaan dapat merangkap sebagai  penyedia jasa pengawasan untuk pekerjaan  dengan klasifikasi konsultan grade 2;  m) Biaya penyedia jasa perencanaan dibebankan  pada biaya untuk komponen perencanaan  kegiatan yang bersangkutan.  2)  Kegiatan Perencanaan Teknis  Pekerjaan perencanaan teknis konstruksi dapat me-liputi perencanaan lingkungan, site/tapak bangunan,  atau perencanaan fisik bangunan gedung negara.  Kegiatan perencanaan teknis terdiri atas:  a) Persiapan atau penyusunan konsep perencanaan,  seperti mengumpulkan data dan informasi  lapangan (termasuk penyelidikan tanah seder-  Pedoman Teknis Pembangunan BGN hana), membuat interpretasi secara garis besar  terhadap Kerangka Acuan Kerja, program kerja  perencanaan, konsep perencanaan, sketsa  gagasan, dan konsultasi dengan pemerintah  daerah setempat mengenai peraturan daerah/  perizinan bangunan;  b) Penyusunan pra-rencana, seperti membuat  rencana tapak, pra-rencana bangunan, perkiraan  biaya, laporan perencanaan, dan mengurus  perizinan sampai mendapatkan keterangan  rencana kota/kabupaten, keterangan persyaratan  bangunan dan lingkungan, dan penyiapan  kelengkapan permohonan IMB sesuai dengan  ketentuan yang ditetapkan pemerintah daerah  setempat;  c)  Menyelenggarakan paket kegiatan lokakarya value  engineeringuntuk pengembangan konsep  perencanaan teknis, bagi satuan kerja yang  mewajibkan kegiatan tersebut;  d) Penyusunan pengembangan rencana, seperti  membuat:  i)  rencana arsitektur, beserta uraian konsep dan  visualisasi dwi dan trimatra bila diperlukan;  ii)  rencana struktur, beserta uraian konsep dan  perhitungannya;  iii)  rencana mekanikal-elektrikal termasuk IT, beserta  uraian konsep dan perhitungannya;  iv) garis besar spesifikasi teknis (Outline Specifi-cations);  v)  perkiraan biaya.  e)  Penyusunan rencana detail berupa uraian lebih  terinci seperti: membuat gambar-gambar detail,  rencana kerja dan syarat-syarat, rincian volume  pelaksanaan pekerjaan, rencana anggaran biaya  pekerjaan konstruksi, dan menyusun laporan  perencanaan;  f)  Pembuatan dokumen perencanaan teknis berupa:  rencana teknis arsitektur, struktur, mekanikal dan  elektrikal, pertamanan, tata ruang dalam bentuk  gambar rencana, gambar detail pelaksanaan dan  68  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 69 perhitungannya, rencana kerja dan syarat-syarat  administratif, syarat umum dan syarat teknis,  rencana anggaran biaya pembangunan dan  laporan perencanaan;  g) Membantu Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat  Komitmen  di  dalam menyusun dokumen  pelelangan, dan membantu panitia pelelangan  dalam menyusun program dan pelaksanaan  pelelangan;  h)  Membantu panitia pelelangan pada waktu  penjelasan pekerjaan, termasuk menyusun Berita  Acara Penjelasan Pekerjaan, membantu Panitia  Pelelangan dalam melaksanakan evaluasi  penawaran, menyusun kembali dokumen  pelelangan, dan melaksanakan tugas-tugas yang  sama apabila terjadi lelang ulang;  i)  Melakukan pengawasan berkala, seperti memeriksa  kesesuaian pelaksanaan pekerjaan dengan  rencana secara berkala, melakukan penyesuaian  gambar dan spesifikasi teknis pelaksanaan bila ada  perubahan, memberikan penjelasan terhadap  persoalan-persoalan yang timbul selama masa  konstruksi, memberikan rekomendasi tentang  penggunaan bahan, dan membuat laporan akhir  pengawasan berkala;  j)  Menyusun laporan akhir pekerjaan perencanaan  yang terdiri atas perubahan perencanaan pada  masa pelaksanaan konstruksi, petunjuk  penggunaan, pemeliharaan, dan perawatan  bangunan gedung, termasuk petunjuk yang  menyangkut peralatan dan perlengkapan  mekanikal-elektrikal bangunan.  c.  Penyedia Jasa Pengawasan Konstruksi  1.  Organisasi dan Tata Laksana  a) Organisasi penyedia jasa pengawasan disesuaikan  dengan lingkup dan kompleksitas pekerjaan, seperti:  i)  Penanggung Jawab kegiatan; ii)  Penanggung Jawab Lapangan;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN iii)  Pengawas Pekerjaan Arsitektur;  iv) Pengawas Pekerjaan Struktur;  v)  Pengawas Pekerjaan Mekanikal-elektrikal (M&E);  vi) Tenaga Ahli lainnya.  b) Penyedia jasa pengawasan adalah perusahaan  yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk  melaksanakan tugas-tugas konsultansi dalam  bidang jasa pengawasan konstruksi;  c)  Penyedia jasa pengawasan berfungsi melaksa-nakan pengawasan pada tahap konstruksi;  d) Penyedia jasa pengawasan mulai bertugas sejak  ditetapkan berdasarkan SPMK sampai dengan  paling lambat 2 (dua) minggu setelah serah terima  kedua pekerjaan oleh pelaksana konstruksi;  e)  Penyedia jasa pengawasan dalam melaksanakan  tugasnya bertanggung jawab secara kontraktual  kepada Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat  Komitmen;  f)  Dalam hal di daerah tempat pelaksanaan kegiatan  tidak terdapat perusahaan yang memenuhi  persyaratan dan bersedia melakukan tugas  konsultansi pengawasan, maka dapat ditunjuk  perusahaan yang memenuhi persyaratan dan  bersedia dari daerah lain sesuai ketentuan. Apabila  tidak terdapat penyedia jasa pengawasan seperti  tersebut di atas, maka fungsi tersebut dilakukan oleh  instansi teknis setempat yang bertanggung jawab  terhadap pembinaan bangunan gedung, dengan  biaya maksimal sebesar 60% x biaya pengawasan  yang dilaksanakan dalam rangka swakelola;  g) Penyedia jasa pengawasan digunakan untuk  seluruh jenis kegiatan pembangunan bangunan  gedung negara, kecuali untuk kegiatan yang harus  menggunakan jasa penyedia jasa manajemen  konstruksi;  h)  Pemilihan/penunjukan penyedia jasa pengawasan  harus berdasarkan ketentuan yang tercantum  dalam Perpres R.I. tentang pedoman pelaksanaan  70  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 71 pengadaan barang dan jasa pemerintah serta  petunjuk teknis pelaksanaannya;  i)  Penyedia jasa pengawasan dapat dirangkap oleh  penyedia jasa perencanaan pekerjaan yang  bersangkutan untuk pekerjaan dengan klasifikasi  konsultan grade 2;  j)  Untuk Provinsi Papua, Maluku, dan Kepulauan Riau  atau daerah-daerah yang dinyatakan daerah  remote oleh Instansi yang berwenang, Konsultan  Pengawas Konstruksi dapat dirangkap oleh  Konsultan Perencana Konstruksi untuk pekerjaan  dengan klasifikasi konsultan grade 2;  k)  Biaya penyedia jasa pengawasan dibebankan  pada biaya untuk komponen kegiatan peng-awasan konstruksi yang bersangkutan.  2.  Kegiatan Pengawasan Konstruksi  Kegiatan pengawasan konstruksi terdiri atas:  a) Memeriksa dan mempelajari dokumen untuk  pelaksanaan konstruksi yang akan dijadikan dasar  dalam pengawasan pekerjaan di lapangan;  b) Mengawasi pemakaian bahan, peralatan dan  metode pelaksanaan, serta mengawasi ketepatan  waktu, dan biaya pekerjaan konstruksi;  c)  Mengawasi pelaksanaan pekerjaan konstruksi dari  segi kualitas, kuantitas, dan laju pencapaian  volume/realisasi fisik;  d) Mengumpulkan data dan informasi di lapangan  untuk memecahkan persoalan yang terjadi selama  pelaksanaan konstruksi;  e)  Menyelenggarakan rapat-rapat lapangan secara  berkala, membuat laporan mingguan dan bulanan  pekerjaan pengawasan, dengan masukan hasil  rapat-rapat lapangan, laporan harian, mingguan  dan bulanan pekerjaan konstruksi yang dibuat oleh  pelaksana konstruksi;  f)  Meneliti gambar-gambar untuk pelaksanaan (shop  drawings) yang diajukan oleh pelaksana konstruksi;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN g) Meneliti gambar-gambar yang sesuai dengan  pelaksanaan di lapangan (As Built Drawings)  sebelum serah terima I;  h)  Menyusun daftar cacat/kerusakan sebelum serah  terima I, mengawasi perbaikannya pada masa  pemeliharaan, dan menyusun laporan akhir  pekerjaan pengawasan;  i)  Menyusun berita acara persetujuan kemajuan  pekerjaan, berita acara pemeliharaan pekerjaan,  dan serah terima pertama dan kedua pelaksanaan  konstruksi sebagai kelengkapan untuk pembayaran  angsuran pekerjaan konstruksi;  j)  Bersama-sama penyedia jasa perencanaan  menyusun petunjuk pemeliharaan dan penggu-naan bangunan gedung;  k)  Membantu pengelola kegiatan dalam menyusun  Dokumen Pendaftaran;  l)  Membantu pengelola kegiatan dalam penyiapan  kelengkapan dokumen Sertifikat Laik Fungsi (SLF)  dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat.  d.  Penyedia Jasa Pelaksanaan Konstruksi  1)  Organisasi dan Tata Laksana  a) Organisasi penyedia jasa pelaksanaan konstruksi  disesuaikan dengan lingkup dan kompleksitas  pekerjaan, seperti:  i)  Penanggung Jawab Kegiatan; ii)  Penanggung Jawab di Lapangan;  iii)  Tenaga Ahli Arsitektur/Struktur/M&E;  iv) Tenaga Ahli Estimasi Biaya;  v)  Tenaga Ahli K3;  vi) Tenaga Ahli lainnya;  vii) Pelaksana lapangan.  b) Penyedia jasa pelaksanaan konstruksi adalah  perusahaan yang memenuhi persyaratan yang  ditetapkan untuk melakukan tugas pelaksanaan konstruksi fisik pembangunan gedung;  72  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 73 c)  Penyedia jasa pelaksanaan konstruksi berfungsi  membantu pengelola kegiatan untuk melakukan  tugas pelaksanaan konstruksi fisik;  d) Penyedia jasa pelaksanaan konstruksi mulai  bertugas sejak waktu yang ditetapkan berdasarkan  SPMK sampai dengan serah terima kedua pekerjaan  pelaksanaan;  e)  Penyedia jasa pelaksanaan konstruksi dalam  melaksanakan tugasnya bertanggung jawab  secara kontraktual kepada Kepala Satuan  Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen;  f)  Pengadaan Penyedia jasa pelaksanaan konstruksi  harus berdasarkan ketentuan yang tercantum  dalam perpres R.I. tentang pedoman pelaksanaan  pengadaan barang dan jasa pemerintah serta  petunjuk teknis pelaksanaannya;  g) Biaya Penyedia jasa pelaksanaan konstruksi  dibebankan pada biaya untuk komponen kegiatan  pelaksanaan konstruksi yang ditetapkan.  2)  Kegiatan Konstruksi Fisik  Kegiatan konstruksi fisik terdiri atas:  a) Melakukan pemeriksaan dan penilaian dokumen  untuk pelaksanaan konstruksi fisik, baik dari segi  kelengkapan maupun segi kebenarannya;  b) Menyusun program kerja yang meliputi jadwal  waktu pelaksanaan, jadwal pengadaan bahan,  jadwal penggunaan tenaga kerja, dan jadwal  penggunaan peralatan berat;  c)  Melaksanakan persiapan di lapangan sesuai  dengan pedoman pelaksanaan;  d) Menyusun gambar pelaksanaan (shop drawings)  untuk pekerjaan-pekerjaan yang memerlukannya;  e)  Melaksanakan pekerjaan konstruksi fisik di lapangan  sesuai dengan dokumen pelaksanaan;  f)  Melaksanakan pelaporan pelaksanaan konstruksi  fisik, melalui rapat-rapat lapangan, laporan harian,  laporan mingguan, laporan bulanan, laporan  kemajuan pekerjaan, laporan persoalan yang  timbul/dihadapi, dan surat-menyurat;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN g) Membuat gambar-gambar yang sesuai dengan  pelaksanaan di lapangan (as built drawings) yang  selesai sebelum serah terima I (pertama), setelah  disetujui oleh konsultan manajemen konstruksi atau  konsultan pengawas konstruksi dan diketahui oleh  konsultan perencana konstruksi;  h)  Melaksanakan perbaikan kerusakan-kerusakan yang  terjadi di masa pemeliharaan konstruksi;  i)  Dalam hal satuan kerja mewajibkan menggunakan  metode VE, maka pelaksana konstruksi dapat  menyusun  value-engineering change proposal (VECP) dalam rangka pemberian alternatif  penawaran yang disertakan pada surat  penawaran;  j)  Dalam penyusunan VECP, pelaksana konstruksi  secara in-house, bagi yang memiliki tenaga ahli VE,  atau bekerja sama dengan pemberi jasa keahlian  VE, harus menggunakan metodologi yang sesuai  dengan standar pelaksanaan studi VE yang lazim  berlaku;  k)  Dalam hal terjadi penghematan karena  penggunaan VECP dalam rangka pemberian  alternatif penawaran tersebut, pengaturan biaya  hasil penghematan (H) adalah sebagai berikut:  ƒ  60 % dari H digunakan untuk meningkatkan mutu  dan/atau menambah kegiatan pekerjaan  konstruksi fisik atau disetor ke Kas Negara;  ƒ  25 % dari H untuk tambahan biaya jasa  pelaksana konstruksi dan pelaksana VE;  ƒ  10 % dari H untuk tambahan biaya jasa konsultan  perencana konstruksi;  ƒ  5 % dari H untuk tambahan jasa konsultan  manajemen konstruksi untuk kegiatan yang  menggunakan jasa Konsultan Manajemen  Konstruksi, sedangkan untuk kegiatan yang  menggunakan Konsultan Pengawas Konstruksi,  biaya penghematan ini ditambahkan untuk  meningkatkanmutudanataum enam b ah 74  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 75 kegiatan pekerjaan konstruksi fisik, atau disetor ke  Kas Negara.  3.  HUBUNGAN KERJA PENYEDIA JASA KONSTRUKSI DENGAN  KEPALA SATUAN KERJA/PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN  Hubungan kerja antara penyedia jasa konstruksi dengan  Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen sebagai  pengguna jasa konstruksi adalah hubungan kerjasama yang  mempunyai kedudukan sama dan berasaskan kemitraan,  yang diwujudkan dalam bentuk kontrak kerja konstruksi  berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000  tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Hubungan kerja  antara penyedia jasa konstruksi dengan Kepala Satuan  Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen diatur sebagai berikut:  a.  Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen  bertanggung jawab atas pembayaran semua prestasi  pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh penyedia jasa  konstruksi berdasarkan perjanjian yang telah disepakati  bersama;  b.  Para ahli penyedia jasa konstruksi bertanggung jawab atas  hasil pekerjaan yang dilaksanakan terhitung dari serah  terima pekerjaan;  c.  Kecuali ditentukan lain, hubungan kerja antara Kepala  Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen dengan pihak  penyedia jasa konstruksi seperti: manajemen konstruksi/  pengawas konstruksi, perencana konstruksi, dan pelaksana  konstruksi, masing-masing dilakukan secara kontraktual  dalam bentuk Kontrak Lumpsum/Lumpsum Fixed Price  Contract;  d.  Yang dimaksud dengan Kontrak Lumpsumadalah suatu  kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian  seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan  jumlah harga total penawaran yang pasti dan tetap.  Dengan demikian, semua risiko yang mungkin terjadi  dalam proses penyelesaian pekerjaan tersebut  sepenuhnya ditanggung oleh penyedia jasa yang  melakukan kontrak tersebut, sepanjang lingkup pekerjaan  atau gambar dan spesifikasi tidak berubah;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN e.  Dalam pelaksanaan Kontrak Lumpsum, khusus untuk  pelaksana konstruksi, daftar volume dan harga (bills of  quantity/BQ) bersifat tidak mengikat dalam kontrak  sehingga tidak dapat dijadikan dasar perhitungan untuk  melakukan pembayaran. Tahap pembayaran dilakukan  berdasarkan prestasi fisik pekerjaan yang kriterianya  ditetapkan dalam kontrak yang bersangkutan.  C.  PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN TERTENTU  1.  PELAKSANAAN PEMBANGUNAN LEBIH DARI SATU TAHUN  ANGGARAN  Untuk kegiatan yang karena kondisinya tidak dapat  diselesaikan dalam satu tahun anggaran, sehingga  memerlukan persetujuan  multi-years project, maka  pengadaan dokumen perencanaannya harus diselesaikan  pada tahun anggaran pertama.  Dalam menyusun program pembangunan bangunan  gedung negara yang tidak selesai dalam satu tahun  anggaran, maka harus disusun program pembangunan setiap  tahunnya sesuai dengan lingkup pekerjaan yang bisa  diselesaikan pada tahun yang bersangkutan. Sebagai  pedoman program pelaksanaan dapat mengikuti pola  sebagai berikut:  a.  Bangunan sampai dengan 2 lantai  1)  Tahun pertama: penyusunan seluruh dokumen  perencanaan, pelaksanaan pondasi dan struktur  bangunan s.d. lantai 2;  2)  Tahun kedua: pelaksanaan sisa pekerjaan.  b.  Bangunan lebih dari 3 lantai sampai dengan 5 lantai  1)  Tahun pertama: penyusunan seluruh dokumen  perencanaan, pelaksanaan pondasi dan struktur  bangunan s.d. lantai 2;  2)  Tahun kedua: pelaksanaan sisa pekerjaan.  c.  Bangunan 6 lantai sampai dengan 8 lantai  1)  Tahun pertama: penyusunan seluruh dokumen  perencanaan, pelaksanaan pondasi dan struktur  bangunan s.d. lantai 1;  76  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 77 2)  Tahun kedua: pelaksanaan struktur lantai 2 sampai  dengan lantai 8, sebagian finishing lantai 1, 2, dan 3,  sebagian pekerjaan mekanikal dan elektrikal;  3)  Tahun ketiga: pelaksanaan sisa pekerjaan.  Dalam penyusunan program dan pembiayaan pem-bangunan setiap tahunnya agar komponen biaya  pembangunan yang tercantum dalam dokumen pem-biayaan disesuaikan berdasarkan tahapan pembangu-nannya.  Untuk efektivitas dan efisiensi pelaksanaan, kegiatan multi-years projectdiusulkan mendapatkan persetujuan multi-years  contractsebelum pelaksanaan kegiatan.  Untuk bangunan bertingkat yang lebih dari 8 lantai, atau  yang mempunyai spesifikasi lain, dalam menyusun program  pembangunannya agar berkonsultasi kepada Instansi Teknis  setempat.  2.  PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DENGAN DISAIN BERULANG  a.  Disain berulang adalah penggunaan secara berulang  terhadap produk disain yang sudah ada yang dibuat oleh  penyedia jasa perencanaan yang sama, dan telah  ditetapkan sebelumnya dalam Kerangka Acuan Kerja  (KAK);  b.  Disain berulang total adalah penggunaan secara  berulang terhadap seluruh produk disain yang sudah ada  yang dibuat oleh penyedia jasa perencanaan yang sama  untuk pekerjaan lain pada tapak yang sama atau pada  lokasi lain;  c.  Disain berulang parsial adalah penggunaan secara  berulang terhadap sebagaian produk disain yang sudah  ada yang dibuat oleh penyedia jasa perencanaan yang  sama untuk pekerjaan lain pada tapak yang sama atau  pada lokasi lain;  d.  Biaya perencanaan untuk disain bangunan yang berulang  secara total ataupun parsial diperhitungkan sebagai  berikut:  1)  Pengulangan pertama  : 75 %  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 2)  Pengulangan kedua  : 65 %  3)  Pengulangan ketiga, dan  seterusnya masing-masing sebesar : 50 %  terhadap komponen biaya perencanaan.  e.  Untuk pekerjaan disain berulang penyedia jasa  perencanaan dapat ditunjuk langsung.  Dalam hal ini, biaya perencanaan yang dihemat dapat  langsung ditambahkan kedalam biaya konstruksi fisik untuk  penambahan kegiatan dan atau peningkatan mutu. Untuk  daerah yang sukar terjangkau (remote area), penghematan  biaya tersebut dapat digunakan untuk biaya perjalanan  konsultasi dalam kegiatan survei,  penjelasan pekerjaan (aanwijzing), pengawasan berkala, dan lain-lain dengan  mengajukan revisi dokumen pembiayaan.  3.  PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DENGAN DESAIN PROTOTIPE  Disain prototipeadalah penggunaan disain yang telah  ditetapkan/dibakukan oleh pemerintah.  a.  Untuk bangunan rumah negara type 36, 50, 70, baik yang  berbentuk rumah tunggal tidak bertingkat atau rumah  susun serta gedung kantor klasifikasi sederhana dan  gedung SD/SLTP/SMA/SMK yang sudah ada disain  prototipenya, dibangun berdasarkan Dokumen  Pelelangan disain prototipe daerah setempat yang  ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya, atau  disain prototipe daerah setempat yang ditetapkan oleh  instansi teknis setempat yang bertanggung jawab  terhadap pembinaan bangunan gedung;  b.  Penyesuaian dokumen pelelangan disain prototipe dapat  dilakukan apabila dokumen pelelangan disain prototipe  yang telah ditetapkan tersebut tidak sesuai dengan  keadaan lokasi, bahan bangunan dan pelaksanaan di  lapangan;  c.  Penyesuaian disain prototipe dapat dilakukan oleh  penyedia jasa perencanaan dengan prosentase biaya  perencanaan maksimum sebesar 50% dari biaya  perencanaan;  78  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 79 d.  Apabila penyesuaian disain prototipe dilakukan oleh unsur  instansi teknis setempat yang bertanggung jawab  terhadap pembinaan bangunan gedung, maka  prosentase biaya perencanaan penyesuaian disain  prototipe sama dengan 60 % x biaya perencanaan  penyesuaian disain prototipe oleh penyedia jasa  perencanaan;  e.  Tidak ada biaya tambahan untuk perencanaan bila  menggunakan disain prototipe secara berulang;  f.  Dalam hal pengawasan pelaksanaan pembangunan  dilakukan oleh unsur Instansi Teknis setempat, jumlah biaya  pengawasannya adalah maksimum sebesar 60% x jumlah  biaya pengawasan, dan dilaksanakan dalam rangka  swakelola.  D.  PEMELIHARAAN/PERAWATAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA  1.  UMUR BANGUNAN DAN PENYUSUTAN  a.  Umur bangunan adalah jangka waktu bangunan dapat  tetap memenuhi fungsi dan keandalan bangunan, sesuai  dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Untuk  bangunan gedung negara (termasuk bangunan rumah  negara) umur bangunan diperhitungkan 50 tahun;  b.  Penyusutan adalah nilai degradasi bangunan yang  dihitung secara sama besar setiap tahunnya selama  jangka waktu umur bangunan. Untuk bangunan gedung  negara, nilai penyusutan adalah sebesar 2% per tahun  untuk bangunan gedung dengan minimum nilai sisa  (salvage value) sebesar 20%;  c.  Penyusutan bangunan gedung negara yang dibangun  dengan konstruksi semi permanen, penyusutannya sebesar  4% per tahun, sedangkan untuk konstruksi darurat sebesar  10% per tahun dengan minimum nilai sisa (salvage value)  sebesar 20%.  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 2.  KERUSAKAN BANGUNAN  Kerusakan bangunan adalah tidak berfungsinya bangunan  atau komponen bangunan akibat penyusutan/berakhirnya  umur bangunan, atau akibat ulah manusia atau perilaku  alam seperti beban fungsi yang berlebih, kebakaran,  gempa bumi, atau sebab lain yang sejenis.  Intensitas kerusakan bangunan dapat digolongkan atas  tiga tingkat kerusakan, yaitu:  a.  Kerusakan ringan,  Kerusakan ringan adalah kerusakan terutama pada  komponen non-struktural, seperti penutup atap, langit-langit, penutup lantai dan dinding pengisi.  b.  Kerusakan sedang,  Kerusakan sedang adalah kerusakan pada sebagian  komponen non struktural, dan atau komponen  struktural seperti struktur atap, lantai, dll.  c.  Kerusakan berat,  Kerusakan berat adalah kerusakan pada sebagian  besar komponen bangunan, baik struktural maupun  non-struktural yang apabila setelah diperbaiki masih  dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.  Penentuan tingkat kerusakan adalah setelah berkonsultasi  dengan Instansi Teknis setempat yang bertanggung jawab  terhadap pembinaan bangunan gedung.  3.  PERAWATAN BANGUNAN  a.  Perawatan bangunan adalah usaha memperbaiki  kerusakan yang terjadi agar bangunan dapat berfungsi  dengan baik sebagaimana mestinya. Perawatan  bangunan dapat digolongkan sesuai dengan tingkat  kerusakan pada bangunan yaitu:  1)  Perawatan untuk tingkat kerusakan ringan;  2)  Perawatan untuk tingkat kerusakan sedang;  80  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 81 3)  Perawatan untuk tingkat kerusakan berat.  b.  Besarnya biaya perawatan disesuaikan dengan tingkat  kerusakannya, yang ditentukan sebagai berikut:  1) Perawatan tingkat kerusakan ringan, biayanya  maksimum adalah sebesar 30% dari harga satuan  tertinggi pembangunan bangunan gedung baru  yang berlaku, untuk tipe/klas dan lokasi yang sama;  2) Perawatan tingkat kerusakan sedang, biayanya  maksimum adalah sebesar 45% dari harga satuan  tertinggi pembangunan bangunan gedung baru  yang berlaku, untuk tipe/klas dan lokasi yang sama;  3) Perawatan tingkat kerusakan berat, biayanya  maksimum adalah sebesar 65% dari harga satuan  tertinggi pembangunan bangunan gedung baru  yang berlaku, untuk tipe/klas dan lokasi yang sama.  c.  Untuk perawatan yang memerlukan penanganan  khusus atau dalam usaha meningkatkan wujud  bangunan, seperti melalui kegiatan  renovasi atau  restorasi (misal yang berkaitan dengan perawatan  bangunan gedung bersejarah), besarnya biaya  perawatan dihitung sesuai dengan kebutuhan nyata  dan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Instansi  Teknis setempat.  4.  PEMELIHARAAN BANGUNAN  a.  Pemeliharaan bangunan adalah usaha mem-pertahankan kondisi bangunan agar tetap memenuhi  persyaratan laik fungsi atau dalam usaha me-ningkatkan wujud bangunan, serta menjaga terhadap  pengaruh yang merusak;  b.  Pemeliharaan bangunan juga merupakan upaya untuk  menghindari kerusakan komponen/elemen bangunan  akibat keusangan/kelusuhan sebelum umurnya  berakhir;  Pedoman Teknis Pembangunan BGN c.  Besarnya biaya pemeliharaan bangunan gedung  tergantung pada fungsi dan klasifikasi bangunan. Biaya  pemeliharaan per m 2 bangunan gedung setiap  tahunnya maksimum adalah sebesar 2% dari harga  standar per m 2 tertinggi yang berlaku.  82  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 83 BAB VI  PENDAFTARAN  BANGUNAN GEDUNG NEGARA  Penyelenggaraan bangunan gedung negara, sebagaimana diatur  dalam penjelasan ayat (8) pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 36 tahun  2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 tahun  2002 tentang Bangunan Gedung dan pasal 13 Peraturan Pemerintah  No. 40 tahun 1994 tentang Rumah Negara, bahwa Bangunan Gedung  dan Rumah Negara yang sudah selesai dibangun harus didaftarkan  oleh Kepala Satuan Kerja Kementerian/lembaga kepada Menteri  Pekerjaan Umum c.q. Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan  Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.  A.   TUJUAN PENDAFTARAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA  Pendaftaran bangunan gedung negara dilaksanakan dengan  tujuan untuk:  1.  Terwujudnya tertib pengelolaan bangunan gedung dan rumah  negara;  2.  Mengetahui status kepemilikan dan penggunaan gedung dan  rumah negara;  3.  Mengetahui secara tepat dan rinci jumlah aset negara yang  berupa gedung dan rumah negara;  4.  Menyusun program kebutuhan pembangunan, pemeliharaan,  dan perawatan bangunan gedung dan rumah negara;  5.  Menyusun perhitungan kebutuhan biaya pemeliharaan dan  perawatan;  6.  Mengetahui besarnya pemasukan keuangan kepada negara  dari hasil sewa, penjualan, dan penghapusan gedung dan  rumah negara.  Pedoman Teknis Pembangunan BGN B.  SASARAN DAN METODE PENDAFTARAN BANGUNAN GEDUNG  NEGARA  1.  SASARAN PENDAFTARAN  Sasaran pendaftaran bangunan gedung negara adalah  semua bangunan gedung yang dikelola oleh setiap  Kementerian/Lembaga yang diadakan dengan sumber  pembiayaan yang berasal dari APBN, BUMN dan/atau APBD,  BUMD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah (bantuan  luar negeri, tukar menukar atau hibah) yang menjadi aset  negara.  2.  METODE PENDAFTARAN  Pendaftaran bangunan gedung negara diselenggarakan  dengan cara pendaftaran oleh Kementerian/Lembaga c.q.  kepala kantor/satuan kerja kepada Departemen Pekerjaan  Umum c.q. Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan  Direktorat Jenderal Cipta Karya.  C.  PELAKSANAAN PENDAFTARAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA  1.  Setiap Kepala Satuan Kerja Kementerian/Lembaga wajib  mendaftarkan bangunan gedung termasuk rumah negara  yang telah selesai dibangun kepada Menteri Pekerjaan Umum  cq Direktur Penataan Bangunandan Lingkungan Direktorat  Jenderal Cipta Karya, kecuali untuk bangunan gedung dan  rumah negara yang terletak di luar DKI Jakarta  pendaftarannya dilakukan melalui Dinas Pekerjaan  Umum/Dinas Teknis Provinsi yang bertanggungjawab dalam  pembinaan bangunan gedung;  2.  Kelengkapan Pendaftaran Bangunan Gedung Negara:  a.  Surat permohonan pendaftaran bangunan gedung dan  rumah negara;  b.  Daftar inventaris bangunan gedung dan rumah negara;  c.  Kartu legger bangunan gedung dan rumah negara;  d.  Gambar legger dan situasi;  e.  Photo bangunan (tampak depan, samping, belakang,  dan persfektif);  f.  Lampiran *):  84  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 85 1)  Fotokopi Dokumen Pembiayaan/DIPA (otorisasi  pembiayaan);  2)  Fotokopi sertifikat atau  bukti kepemilikan/hak atas  tanah;  3)  Kontrak atau Perjanjian Pemborongan;  4)  Berita Acara Serah Terima I dan II;  5)  As built drawings (gambar sesuai yang dilaksanakan);  6)  Fotokopi Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan  Sertifikat Laik Fungsi (SLF).  *)  Untuk pendaftaran bangunan gedung dan rumah  negara di luar DKI Jakarta butir f disimpan/  didokumentasikan di Dinas Pekerjaan Umum/Dinas  Teknis Provinsi yang bertanggungjawab dalam  pembinaan bangunan gedung.  D.  PRODUK PENDAFTARAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA  1.  Produk pendaftaran bangunan gedung dan rumah negara  bagi pemilik bangunan berupa Surat Keterangan Bukti  Pendaftaran Bangunan Gedung Negara (SKBPBGN) dengan  penetapan Huruf Daftar Nomor (HDNo);  2.  Surat Keterangan Bukti Pendaftaran Bangunan Gedung  Negara (SKBPBGN) dan Huruf Daftar Nomor (HDNo)  selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam perencanaan  anggaran pemeliharaan dan perawatan.  Pedoman Teknis Pembangunan BGN BAB VII  PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TEKNIS  1.  Pembinaan dan pengawasan teknis pembangunan bangunan  gedung negara dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan  Umum c.q. Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan  Direktorat Jenderal Cipta Karya kepada Pengguna Anggaran,  Penyedia Jasa Konstruksi, dan pemangku kepentingan (stake  holders) Lainnya.  2.  Pembinaan teknis dilaksanakan melalui bimbingan teknis untuk  menggunakan pedoman teknis Ini, Standar Nasional Indonesia  (SNI), Dan Pedoman/Petunjuk Teknis yang ditetapkan oleh  Menteri Pekerjaan Umum.  3.  Pembinaan teknis antara lain dilaksanakan melalui pemberian  bantuan teknis informasi dan bantuan tenaga teknis untuk  menjadi: Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen,  panitia, pengelola teknis, tim teknis maupun tenaga ahli teknis  lainnya.  4.  Pembinaan teknis juga dilakukan melalui pemberian bantuan  kegiatan untuk pembangunan bangunan gedung yang bersifat  strategis sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri  Pekerjaan Umum.  5.  Pengawasan teknis dilaksanakan dengan melakukan  pengawasan terhadap penerapan pedoman teknis ini, Standar  Nasional Indonesia, dan Pedoman Teknis yang ditetapkan oleh  Menteri Pekerjaan Umum, dengan tujuan agar sumber daya  yang berupa tenaga manusia, biaya, peralatan dan manajemen  yang tersedia dapat digunakan secara efektif dan efisien.  6.  Pembinaan dan pengawasan teknis pembangunan bangunan  gedung negara dilaksanakan sebagai berikut:  a.  Untuk tingkat nasional dan wilayah DKI Jakarta dilaksanakan  oleh Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan  Direktorat Jenderal Cipta Karya;  86  Pedoman Teknis Pembangunan BGN 87 b.  Untuk wilayah di luar DKI Jakarta (kecuali bangunan gedung  fungsi khusus) dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum/Dinas  Teknis Provinsi yang bertanggung jawab dalam pembinaan  bangunan gedung.  7.  Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan/Dinas Pekerjaan  Umum/Dinas Teknis Provinsi yang bertanggung jawab dalam  pembinaan bangunan gedung melaporkan hasil pembinaan  dan pengawasan teknis pembangunan bangunan gedung  negara di wilayahnya kepada Menteri Pekerjaan Umum.  Pedoman Teknis Pembangunan BGN BAB VIII  P E N U T U P  Apabila terdapat permasalahan di dalam penerapan Pedoman  Teknis ini, para petugas pemerintah yang bertanggung jawab atas  penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara dapat  berkonsultasi kepada :  a.  Direktorat Penataan Bangunandan Lingkungan, Direktorat  Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum untuk  tingkat nasional dan wilayah DKI Jakarta; atau  b.  Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Teknis Provinsi yang bertanggung  jawab dalam pembinaan  bangunan gedung untuk wilayah  provinsi, di luar DKI Jakarta.  88  TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA TINGGI/TERTINGGI NEGARA SEDERHANA TIDAK SEDERHANA KHUSUS A PERSYARATAN TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN 1. Jarak Antar Bangunan minimal 3 m 2. Ketinggian Bangunan maksimum 2 lantai 3. Ketinggian Langit-langit min. 2,80 m min. 2,80 m sesuai fungsi 4. Koefisien Dasar Bangunan 5. Koefisien Lantai Bangunan 6. Koefisien Dasar Hijau  7. Garis sempadan 8. Wujud Arsitektur sesuai fungsi & kaidah  arsitektur sederhana sesuai fungsi & kaidah  arsitektur sesuai fungsi & kaidah  arsitektur 9. Pagar Halaman **) 10. - parkir kendaraan - aksesibiltas - drainase - pembuangan sampah - pembuangan limbah - penerangan halaman tersedia drainase sesuai SNI yang berlaku tersedia tempat pembuangan sampah sementara  tersedia penerangan halaman Sesuai ketentuan Peraturan Daerah setempat Sesuai ketentuan Peraturan Daerah setempat Sesuai ketentuan Peraturan Daerah setempat Sesuai ketentuan Peraturan Daerah setempat Berdasarkan  pertimbangan  keselamatan, kesehatan,  dan kenyamanan, serta  ketentuan dalam  Peraturan Daerah  setempat tentang  Bangunan atau Rencana  Tata Ruang Wilayah  Kabupaten/Kota, atau  Rencana Tata Bangunan  dan Lingkungan untuk  lokasi yang bersangkutan. Dihitung berdasarkan  kebutuhan sesuai fungsi  bangunan dan  SNI/ketentuan yang  berlaku. tersedia sarana aksesibilitas bagi penyandang cacat maksimum 8 lantai (di atas 8 lantai harus mendapat  rekomendasi Menteri Pekerjaan Umum KLASIFIKASI 89 minimal 3 m, untuk bangunan bertingkat dihitung  berdasarkan pertimbangan keselamatan, kesehatan, dan  kenyamanan. NO. KETERANGAN URAIAN Menggunakan bahan dinding batu bata/bataco (1/2 batu) , besi, baja , kayu, dan bahan  lainnya yang disesuaikan dengan rancangan wujud arsitektur bangunan. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Lingkungan *) minimal 1 parkir kendaraan untuk 60 m 2 luas bangunan gedung tersedia sarana pengolahan limbah, khususnya untuk limbah berbahaya TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA TINGGI/TERTINGGI NEGARA SEDERHANA TIDAK SEDERHANA KHUSUS KLASIFIKASI NO. KETERANGAN URAIAN B PERSYARATAN BAHAN BANGUNAN 1. Bahan Penutup Lantai keramik, vinil, tegel PC marmer lokal, keramik, vinil,  kayu marmer lokal, keramik, vinil,  kayu 2. Bahan Dinding Luar 3. Bahan Dinding Dalam 4. Bahan Penutup Plafond kayu-lapis dicat gipsum, kayu-lapis dicat gipsum, kayu-lapis dicat 5. Bahan Penutup Atap genteng, asbes, seng, sirap genteng keramik, aluminium  gelombang dicat genteng keramik, aluminium  gelombang dicat 6. Bahan Kosen dan Daun  Pintu kayu dicat/aluminium kayu dipelitur, anodized  aluminium kayu dipelitur, anodized  aluminium C PERSYARATAN STRUKTUR BANGUNAN 1. Pondasi batu belah, kayu, beton-bertulang K-200 batu belah, kayu, beton-bertulang K-225 atau lebih batu belah, kayu, beton-bertulang K-225 atau lebih 2. Struktur Lantai (khusus untuk  bangunan gedung  bertingkat) beton bertulang K-200, baja,  kayu klas kuat II beton bertulang K-225 atau  lebih,baja,kayu klas kuat II beton bertulang K-225 atau  lebih,baja,kayu klas kuat II 3. Kolom beton bertulang K-200, baja,  kayu klas kuat II beton bertulang K-225 atau  lebih,baja,kayu klas kuat II beton bertulang K-225 atau  lebih,baja,kayu klas kuat II 4. Balok beton bertulang K-200, baja,  kayu klas kuat II beton bertulang K-225 atau  lebih,baja,kayu klas kuat II beton bertulang K-225 atau  lebih,baja,kayu klas kuat II 5. Rangka Atap kayu klas kuat II, baja kayu klas kuat II, baja dilapis  anti karat kayu klas kuat II, baja dilapis  anti karat 6. Kemiringan Atap genteng min. 30 , sirap  min.22.5, seng min 15 genteng min. 30 , sirap  min.22.5, seng min 15 genteng min. 30 , sirap  min.22.5, seng min 15 bata, batako diplester  dicat/dilapis keramik, kaca,  partisi gipsum Diupayakan  menggunakan bahan  bangunan setempat/  produksi dalam negeri,  termasuk bahan  bangunan sebagai bagian  dari sistem pabrikasi  komponen. Apabila bahan tersebut sukar diperoleh  atau harganya tidak  sesuai, dapat diganti  dengan bahan lain yang  sederajat tanpa  mengurangi persyaratan  fungsi dan mutu dengan  pengesahan Instansi Teknis  Setempat. bata, batako diplester  dicat/dilapis keramik, kaca,  partisi gipsum 90 bata, batako diplester dan  dicat, kaca, partisi kayu lapis bata, batako diplester  dicat/dilapis keramik, kaca,  panil beton ringan bata, batako diplester  dicat/dilapis keramik, kaca,  panil beton ringan bata, batako diplester dan  dicat, kaca Khusus untuk daerah  gempa, harus  direncanakan sebagai  struktur bangunan tahan  gempa. TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA TINGGI/TERTINGGI NEGARA SEDERHANA TIDAK SEDERHANA KHUSUS KLASIFIKASI NO. KETERANGAN URAIAN D PERSYARATAN UTILITAS dan PRASARANA DAN SARANA DALAM BANGUNAN 1. Air Bersih PAM, sumur pantek PAM, sumur pantek PAM, sumur pantek 2. Saluran air hujan talang, saluran lingkungan talang, saluran lingkungan talang, saluran lingkungan 3. Pembuangan Air Kotor bak penampung bak penampung bak penampung 4. Pembuangan Kotoran bak penampung bak penampung bak penampung 5. Bak SeptikTank & resapan berdasarkan kebutuhan berdasarkan kebutuhan berdasarkan kebutuhan 6. Sarana Pengamanan thp.  Bahaya Kebakaran *) 7. Sumber daya listrik *) 8. Penerangan penerangan alam dan  buatan 9. Tata Udara 6-10% bukaan atau dengan  tata udara buatan (AC*) 6-10% bukaan atau dengan  tata udara buatan (AC*) 6-10% bukaan atau dengan  tata udara buatan (AC*) dihitung sesuai SNI yang  berlaku. 10. Sarana Transportasi Vertikal  *) tidak diperlukan dihitung sesuai kebutuhan  dan fungsi bangunan 11. Aksesibilitas bagi  penyandang cacat*) 12. Telepon *) sesuai kebutuhan sesuai kebutuhan sesuai kebutuhan 13. Penangkal petir penangkal petir lokal penangkal petir lokal penangkal petir lokal E PERSYARATAN SARANA PENYELAMATAN 1. Tangga Penyelamatan  (khusus untuk bangunan  bertingkat) lebar minimal = 1, 20 m, dan  bukan tangga putar lebar minimal = 1, 20 m, dan  bukan tangga putar lebar minimal = 1, 20 m, dan  bukan tangga putar jarak antar tangga  maksimum 45 m (bila  menggunakan sprinkler  jarak bisa 1,5 kali) 2. Tanda Penunjuk Arah  3. Pintu 4 Koridor/selasar lebar min.=1,80 m lebar min.=1,80 m lebar min.=1,80 m *)pembiayaannya tidak termasuk dalam standar harga satuan tertinggi per-m 2 , dan dianggarkan tersendiri sebagai biaya non-standar. **)pembiayaannya tidak termasuk dalam standar harga satuan tertinggi per-m 2 bangunan gedung negara, dan dianggarkan tersendiri sesuai dengan harga satuan tertinggi per-m' bangunan pagar gedung negara jelas, dasar putih huruf hijau lebar min.=0,90 m, satu ruang minimal 2 pintu dan membuka keluar Sesuai ketentuan dalam Per.Men. PU No. 30/KPTS/2006, minimal ramp untuk bangunan  klasifikasi sederhana. untuk bangunan di atas 4 lantai dapat menggunakan Lift  sesuai SNI yang berlaku. 100-215 lux/m 2 , dihitungberdasarkan kebutuhan dan fungsi bangunan/fungsi ruangserta SNI yangberlaku Mengkuti ketentuan dalam Kep. Meneg. PU No. 10/KPTS/2000 dan Kep. Meneg. PU No.  11/KPTS/2000, serta Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berlaku. 91 PLN, Generator (Penggunaan daya listrik harus memperhatikan prinsip hemat energi) TABEL A2 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN RUMAH NEGARA KLASIFIKASI Khusus & Tipe A Tipe B Tipe C,D, dan E A PERSYARATAN TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN 1. Jarak Antar Bangunan 2. Ketinggian Bangunan 3. Ketinggian Langit-langit min. 2,70 m min. 2,70 m min. 2,70 m 4. Koefisien Dasar Bangunan 5. Koefisien Lantai Bangunan 6. Koefisien Dasar Hijau  7. Garis sempadan 8. Wujud Arsitektur sesuai fungsi rumah & kaidah  arsitektur sesuai fungsi rumah & kaidah  arsitektur sesuai fungsi & kaidah  arsitektur sederhana 9. Pagar Halaman Biayanya mengikuti  standar harga satuan  per-m' pagar 10. Tandon Air Bersih min. 3 m 3 min. 2 m 3 min. 1 m 3 B PERSYARATAN BAHAN BANGUNAN 1. Bahan Penutup Lantai 2. Bahan Dinding 3. Bahan Penutup Plafond 4. Bahan Penutup Atap genteng, asbes, seng, sirap 5. kayu dipelitur/dicat kayu dicat kayu dicat 92 Sesuai ketentuan Peraturan Daerah setempat asbes semen/kayu-lapis dicat asbes semen/kayu-lapis dicat Bahan Kosen dan Daun Pintu/ Jendela NO. URAIAN bata, batako diplester dan  dicat tembok marmer lokal, keramik, vinil,  kayu genteng keramik berglazuur,  asbes, seng, sirap gipsum, asbes semen/kayu-lapis dicat Sesuai ketentuan Peraturan Daerah setempat Sesuai ketentuan Peraturan Daerah setempat Sesuai ketentuan Peraturan Daerah setempat KETERANGAN minimal 3 m. untuk bangunan bertingkat dihitung berdasarkan pertimbangan keselamatan,  kesehatan, dan kenyamanan. bata, batako diplester dan  dicat tembok Menggunakan bahan dinding batu bata/bataco (1/2 batu), besi, baja , kayu, dan bahan  lainnya yang disesuaikan dengan rancangan wujud arsitektur bangunan rumah negara. bata, batako diplester dan  dicat tembok Terutama berdasarkan  ketentuan dalam  Peraturan Daerah  setempat tentang  Bangunan atau  Rencana Tata Ruang  Wilayah  Kabupaten/Kota untuk  lokasi yang  bersangkutan. Diupayakan  menggunakan bahan  bangunan setempat/  produksi dalam negeri,  termasuk bahan  bangunan sebagai  bagian dari sistem  pabrikasi komponen. keramik, vinil keramik, vinil, tegel PC genteng, asbes, seng, sirap TABEL A2 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN RUMAH NEGARA KLASIFIKASI Khusus & Tipe A Tipe B Tipe C,D, dan E NO. URAIAN KETERANGAN C PERSYARATAN STRUKTUR BANGUNAN 1. Pondasi 2. 3. Kolom  4. Balok 5. Rangka Atap kayu klas kuat/awet II, baja kayu klas kuat/awet II, baja kayu klas kuat/awet II, baja 6. Kemiringan Atap genteng min. 30 , sirap  min.22.5, seng min 15 genteng min. 30 , sirap  min.22.5, seng min 15 genteng min. 30 , sirap  min.22.5, seng min 15 D PERSYARATAN UTILITAS 1. Air Bersih PAM, sumur pantek PAM, sumur pantek PAM, sumur pantek 2. Saluran air hujan talang, saluran lingkungan talang, saluran lingkungan talang, saluran lingkungan 3. Pembuangan Air Kotor bak penampung bak penampung bak penampung 4. Pembuangan Kotoran bak penampung bak penampung bak penampung 5. Bak SeptikTank & resapan 6 m 3 5 m 3 2-4 m 3 6. Sarana Pengamanan  BahayaKebakaran *) 7. Sumber daya listrik *) PLN, 2200-4400 VA PLN, 1350-2200 VA PLN, 450-1350 VA 8. Penerangan (alam & buatan) 100-215 lux/m 2 100-215 lux/m 2 100-215 lux/m 2 9. Tata Udara 6-10% bukaan atau dengan  tata udara buatan (AC)*) 6-10% bukaan 6-10% bukaan 10. Telepon *) sesuai kebutuhan sesuai kebutuhan tidak disyaratkan 11. Penangkal petir penangkal petir lokal penangkal petir lokal tidak disyaratkan Untuk Rumah Negara  yangdibangun dalam 1  kompleks menggunakan  septiktank Komunal beton bertulang K-200, baja,  kayu klas kuat/awet II beton bertulang K-200, baja,  kayu klas kuat/awet II Mengkuti ketentuan dalam Kep. Meneg. PU No. 10/KPTS/2000 dan Standar Nasional  Indonesia (SNI) yang berlaku. beton bertulang K-200, baja,  kayu klas kuat/awet II 93 Khusus untuk daerah  gempa, harus  direncanakan sebagai  struktur bangunan tahan  gempa. batu belah, kayu klas kuat/  awet II, beton-bertulang batu belah, kayu klas kuat/  awet II, beton-bertulang batu belah, kayu klas kuat/  awet II, beton-bertulang beton bertulang K-200, baja,  kayu klas kuat/awet II Struktur Lantai (khusus untuk  bangunan gedung  bertingkat) beton bertulang K-200, baja,  kayu klas kuat/awet II beton bertulang K-200, baja,  kayu klas kuat/awet II beton bertulang K-200, baja,  kayu klas kuat/awet II beton bertulang K-200, baja,  kayu klas kuat/awet II beton bertulang K-200, baja,  kayu klas kuat/awet II TABEL A2 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN RUMAH NEGARA KLASIFIKASI Khusus & Tipe A Tipe B Tipe C,D, dan E NO. URAIAN KETERANGAN E PERSYARATAN SARANA PENYELAMATAN 1. Tangga Penyelamatan  (khusus untuk yang  bertingkat) lebar min.=1, 20m lebar min.=1, 20m lebar min.=1, 20m 2. Tanda Penunjuk Arah Keluar tidak dipersyaratkan tidak dipersyaratkan tidak dipersyaratkan 3. Pintu lebar min.=0,90 m lebar min.=0,90 m lebar min.=0,90 m 4. Koridor/selasar lebar min.=1,80 m lebar min.=1,80 m lebar min.=1,80 m *) pembiayaannya tidak termasuk dalam standar harga satuan tertinggi per-m 2 , dan harus dianggarkan tersendiri sebagai biaya non-standar. --untuk bangunan rumah negara yang dibangun dalam bangunan gedung bertingkat banyak (rumah susun), maka ketentuan-ketentuan teknisnya mengikuti ketentuan teknis untuk bangunan gedung negara sesuai ketentuan yang berlaku. apabila bahan-bahan tersebut sukar diperoleh atau harganya tidak sesuai, dapat diganti dengan bahan lain yang sederajat tanpa mengurangi  persyaratan fungsi dan mutu dengan pengesahan Instansi Teknis Setempat. -94 untuk Rumah Negara klas C, D, dan E, pelaksanaan pembangunannya disamping seperti ketentuan pada tabel tersebut diatas, dibangun berdasarkan "Dokumen Pelelangan Disain Prototip Daerah Setempat" yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya atau menggunakan disain Perum Perumnas yang telah disetujui oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya. Download PDF
© 2015 Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman. All rights reserved. Develop By 4 Vision Media

Gallery Permen Pu No 45 Tahun 2007

Shrimp Farms Fire Or Palm Oil Changing Causes Of Proboscis

Perpustakaan Biro Hukum Kementerian Pekerjaan Umum

Aspek Hukum By Ridho Waldi On Prezi

Perpustakaan Biro Hukum Kementerian Pekerjaan Umum

Pdf Spesifikasi Umum 2018 Pdf Heri Yanuar Tabar

Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara Permen Pu

Permenpupr22 2018 Pembangunan Bgnrn

Spesifikasi Teknis Bangunan Gedung Negara Menurut Permen Pu

Cordoba Argentina Pdf Free Download

Ijgi Free Full Text Assessing Spatial Information Themes

Permen 45 2007

Analisa Biaya Proyek Bahan Ajar Diklat Ditjen Anggaran

Download Permen Pupr Nomor 22 Tahun 2018

Ppt Analisa Biaya Proyek Powerpoint Presentation Free

Pplp Cipta Karya Produk Hukum Pedoman

Permen Pu 45 2007

Permen Pu No 45 Tahun 2007 Standar Biaya Umum

Food And Nutrition Security In Indonesia A Strategic Review

Construction Safety Performance Assessment On Construction

Perpustakaan Biro Hukum Kementerian Pekerjaan Umum

New Modul 08 Al Manajemen Konstruksi Pembangunan Iplt Dan

Cara Mencari Interpolasi Linier Biaya Pembangunan Gedung

World Bank Document

Gusti Noviar Kusuma Januari 2016


0 Response to "Permen Pu No 45 Tahun 2007"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel