Uu No 4 Tahun 2004
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004
Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;
b. bahwa perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan penting terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sehingga Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 perlu dilakukan penyesuaian dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman;
Mengingat:Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN.
Pasal 1
(1) Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.
(1) Peradilan dilakukan "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".
(2) Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
(3) Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebutdalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(4) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipidana.
(1) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
(2) Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
(1) Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain daripada yang ditentukan oleh undang-undang.
(2) Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.
(1) Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
(2) Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dipidana.
(3) Ketentuan mengenai tata cara penuntutanganti kerugian, rehabilitasi dan pembebanan ganti kerugian diatur dalam undang-undang.
Pasal 10
(1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
(2) Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.
(1) Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2).
(2) Mahkamah Agung mempunyai kewenangan:
a. mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung;
b. menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; danc. kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.(3) Pernyataan tidak berlaku peraturan perundang-undangan sebagai hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diambil baik dalam pemeriksaan tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung kepada Mahkamah Agung.
(4) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan dalam lingkungan peradilan yang berada di bawahnya berdasarkan ketentuan undang-undang.
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. memutus pembubaran partai politik; dand. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(1) Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.
(2) Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Konstitusi berada di bawah kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi.
(3) Ketentuan mengenai organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk masing-masing lingkungan peradilan diatur dalam undang-undang sesuai dengan kekhususan lingkungan peradilan masing-masing.
(1) Susunan, kekuasaan, dan hukum acara Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dengan undang-undang tersendiri.
(2) Susunan, kekuasaan, dan hukum acara Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diatur dengan undang-undang.
(1) Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan undang-undang.
(2) Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
(1) Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.
(1) Semua pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus dengan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain.
(2) Di antara hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang bertindak sebagai ketua dan lainnya sebagai hakim anggota sidang.
(3) Sidang dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan melakukan pekerjaan panitera.
(4) Dalam perkara pidana wajib hadir pula seorang penuntut umum, kecuali undang-undang menentukan lain.
(1) Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dengan hadirnya terdakwa, kecuali undang-undang menentukan lain.
(2) Dalam hal tidak hadirnya terdakwa, sedangkan pemeriksaan dinyatakan telah selesai, putusan dapat diucapkan tanpa dihadiri terdakwa.
(1) Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.
(2) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan putusan batal demi hukum.
(3) Rapat permusyawaratan hakim bersifat rahasia.
(4) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
(5) Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
(6) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur oleh Mahkamah Agung.
(1) Terhadap putusanpengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.
(2) Terhadap putusanpengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.
(1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.
(2) Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.
(1) Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
(2) Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta hakim yang memutus dan panitera yang ikut serta bersidang.
(3) Penetapan, ikhtisar rapat permusyawaratan, dan berita acara pemeriksaan sidang ditandatangani oleh ketua majelis hakim dan panitera sidang.
Pasal 27
Pasal 28
(1) Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
(2) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.
(1) Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya.
(2) Hak ingkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya.
(3) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera.
(4) Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat.
(5) Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.
(6) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(1) Sebelum memangku jabatannya, hakim, panitera, panitera pengganti, dan juru sita untuk masing-masing lingkungan peradilan wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya.
(2) Sumpah atau janji hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
Sumpah:"Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa."Janji:"Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa."(3) Lafal sumpah atau janji panitera, panitera pengganti, atau juru sita adalah sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 31
(1) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan hakim agung dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dengan undang-undang.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian hakim diatur dalam undang-undang.
(3) Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim agung dan hakim, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dalam undang-undang.
Pasal 36
(1) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa.
(2) Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh ketua pengadilan yang bersangkutan berdasarkan undang-undang.
(3) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh ketua pengadilan.
(4) Putusan pengadilan dilaksanakan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan.
Pasal 37
Pasal 41
Pasal 42
(1) Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan tata usaha negara selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Maret 2004.
(2) Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan peradilan agama selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 30 Juni 2004.
(3) Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan peradilan militer selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 30 Juni 2004.
(4) Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(5) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan paling lambat:
a. 30 (tiga puluh) hari sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir;b. 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berakhir.a. semua pegawai Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, pengadilan negeri, pengadilan tinggi, pengadilan tata usaha negara, dan pengadilan tinggi tata usaha negara, menjadi pegawai pada Mahkamah Agung;
b. semua pegawai yang menduduki jabatan struktural pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, pengadilan negeri, pengadilan tinggi, pengadilan tata usaha negara, dan pengadilan tinggi tata usaha negara, tetap menduduki jabatannya dan tetap menerima tunjangan jabatan pada Mahkamah Agung;
c. semua aset milik/barang inventaris di lingkungan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi serta pengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara beralih ke Mahkamah Agung.
a. semua pegawai Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama menjadi pegawai Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama pada Mahkamah Agung, serta pegawai pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama menjadi pegawai Mahkamah Agung;
b. semua pegawai yang menduduki jabatan struktural pada Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama menduduki jabatan pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama pada Mahkamah Agung, sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. semua aset milik/barang inventaris pada pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama beralih menjadi aset milik/barang inventaris Mahkamah Agung.
a. pembinaan personel militer di lingkungan peradilan militer dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur personel militer;
b. semua pegawai negeri sipil di lingkungan peradilan militer beralih menjadi pegawai negeri sipil pada Mahkamah Agung.
Pasal 47
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Yang dimaksud dengan ”hal atau keadaan tertentu” dalam ketentuan ini antara lain adalah ditemukannya bukti baru (novum) dan/atau adanya kekhilafan/kekeliruan hakim dalam menerapkan hukumnya.
Ayat (2)Cukup jelas.Pasal 24Yang dimaksud dengan ”dalam keadaan tertentu” adalah dilihat dari titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut. Jika titik berat kerugian tersebut terletak pada kepentingan militer, perkara tersebut diadili oleh pengadilan di lingkungan peradilan militer. Jika titik berat kerugian tersebut terletak pada kepentingan umum, maka perkara tersebut diadili oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum.Pasal 25Cukup jelas.No. 43588Pasal 26Cukup jelas.Pasal 27Cukup jelas.Pasal 28Ayat (1)Ketentuan ini dimaksudkan agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.Ayat (2)Berdasarkan ketentuan ini maka dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan hakim wajib memper-hatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga putusan yang dijatuhkan setimpal dan adil sesuai dengan kesalahannya.Pasal 29Ayat (1)Cukup jelas.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Yang dimaksud dengan ”derajat ketiga” dalam ketentuan ini adalah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Ayat (4)Cukup jelas.Ayat (5)Yang dimaksud dengan ”kepentingan langsung atau tidak langsung” adalah termasuk apabila hakim atau panitera atau pihak lain pernah menangani perkara tersebut atau perkara tersebut pernah terkait dengan pekerjaan atau jabatan yang bersangkutan sebelumnya.Ayat (6)Cukup jelas.Pasal 30Cukup jelas.Pasal 31Cukup jelas.Pasal 32Cukup jelas.Pasal 33Cukup jelas.Pasal 34Cukup jelas.Pasal 35Cukup jelas.Pasal 36Ayat (1)Cukup jelas.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Yang dimaksud dengan ”dipimpin” dalam ketentuan ini mencakup pengawasan dan tanggung jawab sejak diterimanya permohonan sampai dengan selesainya pelaksanaan putusan.Ayat (4)Cukup jelas.Pasal 37Cukup jelas.Pasal 38Sejalan dengan asas bahwa seseorang selama belum terbukti kesalahannya harus dianggap tidak bersalah, maka ia harus diboleh-kan untuk berhubungan dengan keluarga atau advokat sejak ditang-No. 435810kap dan/atau ditahan. Tetapi hubungan ini tidak boleh merugikan kepentingan pemeriksaan, yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana.Pasal 39Cukup jelas.Pasal 40Cukup jelas.Pasal 41Cukup jelas.Pasal 42Ayat (1)Cukup jelas.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Yang dimaksud dengan “organisasi, administrasi, dan finansial pada ayat ini adalah organisasi, administrasi, dan finansial pada mahkamah militer agung atau pengadilan militer utama, mahkamah militer tinggi atau pengadilan militer tinggi, dan mahkamah militer atau pengadilan militer.Ayat (4)Cukup jelas.Ayat (5)Cukup jelas.Pasal 43Huruf aCukup jelas.Huruf bCukup jelas.Huruf cKetentuan ini masih tetap membolehkan penggunaan aset/ barang inventaris yang ada selama aset/barang inventaris tersebut belum tersedia di Mahkamah Agung.Pasal 44Huruf aCukup jelas.Huruf bCukup jelas.Huruf cLihat penjelasan Pasal 43 huruf c.Pasal 45Huruf aCukup jelas.Huruf bCukup jelas.Pasal 46Cukup jelas.Pasal 47Cukup jelas.Pasal 48Cukup jelas.Pasal 49Cukup jelas.Gallery Uu No 4 Tahun 2004
Yurisdiksi Penga Wasan Internal Dan Eksternal
Doc Analisis Perbandingan Perubahan Antara U Abdullah
Undang Undang Ri No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
File Uu No 4 Th 2006 Tentang Penyelenggaraan Dan Kerja Sama
File Pergub No 114 Tahun 2018 Pdf Wikimedia Commons
Permendesa Pdtt Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Badan Usaha Milik
Fillable Online Samsul Ramli S Fax Email Print Pdffiller
Insan Profesional Jakarta Ipjacademy Instagram Photos
List Litigation Photos And Videos
Unesco Lembaga Peradilan Nasional
Uu 6 Tahun 2014 Tentang Desa Jogloabang
Belal Aldabbour Belalmd12 Twitter
Pdf Choice Of Forum Dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan
Perda No 14 Pajak Penerangan Jalan
Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan
Index Of Wp Content Uploads 2017 02
Menimbang Mengingat Isalina I Peraturan Daerah Provinsi
Panduan Lolos Cpns 2019 2020 Pages 51 100 Text Version
Mekanisme Pengelolaan Pnbp Youtube
Pdf Pp No 4 Tahun 2015 Pdf Ponjaya Tri Handayani
0 Response to "Uu No 4 Tahun 2004"
Post a Comment