Permenkes No 35 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek



Babv Kesimpulandansaran Pdf Free Download

PMK No 35 TAHUN 2014 STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 35 TAHUN 2014

TENTANG

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PMK ini pengganti PMK 1027 TAHUN 2004, dengan kata lain PMK yang menjadi panduan untuk standar pelayanan kefarmasian yang berlaku sekarang adalah PMK no 35 tahun 2014

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK.

Pasal 1...

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker.

2. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.

3. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

4. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.

5. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.

6. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

7. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

8. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan.

9. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

10. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

Pasal 2

Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:

a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;

b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan

c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

Pasal 3

(1)  Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar:

a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan

b. pelayanan farmasi klinik.

(2)  Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. perencanaan;

b. pengadaan;

c. penerimaan;

d. penyimpanan;

e. pemusnahan;

f. pengendalian; dan

g. pencatatan dan pelaporan.

(3)   Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. pengkajian Resep;

b. dispensing;

c. Pelayanan Informasi Obat (PIO);

d. konseling;

e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);

f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan

g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);

Pasal 4...

(1) Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien.

(2) Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. sumber daya manusia; dan

b. sarana dan prasarana.

BAB II

PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN,

DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.

A. Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.

B. Pengadaan

Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

D. Penyimpanan

1.Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.

2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.

3. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.

4. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out)

E. Pemusnahan

1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.

2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.

F. Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

G. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.

Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika (menggunakan Formulir 3 sebagaimana terlampir), psikotropika (menggunakan Formulir 4 sebagaimana terlampir) dan pelaporan lainnya.

BAB III

PELAYANAN FARMASI KLINIK

Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Pelayanan farmasi klinik meliputi:

1. pengkajian Resep;

2. dispensing;

3. Pelayanan Informasi Obat (PIO);

4. konseling;

5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);

6. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan

7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

A. Pengkajian Resep

Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.

Kajian administratif meliputi:

1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;

2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan

3. tanggal penulisan Resep.

Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:

1. bentuk dan kekuatan sediaan;

2. stabilitas; dan

3. kompatibilitas (ketercampuran Obat).

Pertimbangan klinis meliputi:

1. ketepatan indikasi dan dosis Obat;

2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat;

3. duplikasi dan/atau polifarmasi;

4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain);

5. kontra indikasi; dan

6. interaksi.

Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep.

B. Dispensing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat.

Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:

1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep: - menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep;

- mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik Obat.

2. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan

3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi: - warna putih untuk Obat dalam/oral;

- warna biru untuk Obat luar dan suntik;

- menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.

4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.

Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut:

1. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep);

2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;

3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;

4. Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat;

5. Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain;

6. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil;

7. Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau keluarganya;

8. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan);

9. Menyimpan Resep pada tempatnya;

10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir 5 sebagaimana terlampir.

Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

C. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:

1. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;

2. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan);

3. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;

4. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi;

5. melakukan penelitian penggunaan Obat;

6. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;

7. melakukan program jaminan mutu.

Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan Formulir 6 sebagaimana terlampir.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat :

1. Topik Pertanyaan;

2. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan;

3. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon);

4. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium);

5. Uraian pertanyaan;

6. Jawaban pertanyaan;

7. Referensi;

8. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, per telepon) dan data Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.

D. Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan.

Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).

2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi).

3. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).

4. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin).

5. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat.

6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

Tahap kegiatan konseling:

1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien

2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime Questions, yaitu: - Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?

- Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?

- Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut?

3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat

4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan Obat

5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien

Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling dengan menggunakan Formulir 7 sebagaimana terlampir.

E. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.

Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi :

1. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan

2. Identifikasi kepatuhan pasien

3. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin

4. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum

5. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien

6. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir.

F. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.

Kriteria pasien:

a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.

b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.

c. Adanya multidiagnosis.

d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.

e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.

f. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.

Kegiatan:

a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.

b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain

c. Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait Obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi Obat

d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi

e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki

f. Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

g. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat dengan menggunakan Formulir 9 sebagaimana terlampir.

G. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

Kegiatan:

a. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping Obat.

b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir.

Faktor yang perlu diperhatikan:

a. Kerjasama dengan tim kesehatan lain.

b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

BAB IV

SUMBER DAYA KEFARMASIAN

A. Sumber Daya Manusia

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu:

a. Pemberi layanan

Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien. Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.

b. Pengambil keputusan

Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.

c. Komunikator

Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.

d. Pemimpin

Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.

e. Pengelola

Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang Obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan Obat.

f. Pembelajar seumur hidup

Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional Development/CPD)

g. Peneliti

Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian.

  DOWNLOAD FULL (PDF) PMK 35 TAHUN 2014

Gallery Permenkes No 35 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek

Berita Negara Republik Indonesia

Permenkes No 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan

Pelayanan Kefarmasian Bagi Pasien Dengan Antibiotika Di

Bab Ii Kf Fix1 Bab Ii Tinjauan Pustaka A Pengertian Apotek

Diapositiva 1

Metro Apotek Sinjai Farmacia Sinjai Sulawesi Selatan

Index Of Mediafiles 2017 04

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73

Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas Dan Apotek

Permenkes Ri No 30 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan

Dpr Minta Pemerintah Evaluasi Permenkes Soal Apotek Rakyat

Jurnals Apotek Saraswati Jurnals Apotek Saraswati

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30

5 Permenkes 73 Tahun 2016 Pdf

Factors Influencing The Current Practice Of Self Medication

Pdf Implementation Of Pharmaceutical Care Standard In Jambi

Cara Memusnahkan Resep Dan Obat Kedaluwarsa Atau Rusak Di Apotek

Berita Negara Republik Indonesia

Standar Pelayanan Kefarmasian Menurut Peraturan Menteri

Pdf Pmk 35 Tahun 2016 Ttg Perubahan Standar Yanfar Di

Seminar Nasional Hukum Kesehatan Obat Palsu Pengawasan

1 Salinan Perbpom 4 Tahun 2018 Fasyanfar Join 1 Pdf

Pelayanan Informasi Obat Klikfarmasi Com

Penilaian Terhadap Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian

Konseling Dan Pio Hening Pratiwi M Sc Apt Ppt Download

Sragen Perketat Pendirian Apotek

Download Kumpulan Permenkes 2015 2017 2018 Filenya

312 Kepuasan Konsumen Terhadap Pelayanan Apotek Dan Tingkat


0 Response to "Permenkes No 35 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel