Kehidupan Politik Kerajaan Majapahit
Doc Makalah Majapahit Docx Yulia Kartika Dewi Academia Edu
Sejarah Kerajaan Majapahit (Politik Ekonomi Sosial Budaya dan Sumber Sejarah)
Sejarah Kerajaan Majapahit (Politik Ekonomi Sosial Budaya dan Sumber Sejarah) - Berbicara tentang Kerajaan Majapahit berarti berbicara tetang sebuah puncak kejayaan dari peradaban Hindu-Buddha yang pernah hidup di Indonesia. Kerajaan Majapahit disebut sebagai kerajaan nasional Indonesia yang ke dua. Hal tersebut disebabkan oleh upaya yang besar dari kerajaan ini untuk mewujudkan suatu cita-cita yaitu penyatuan Nusantara.
Dalam perjalanan Sejarah, upaya integrasi wilayah kepulauan Nusantara memang tidak sepenuhnya berlangsung dengan mulus dan dilakukakan dengan cara Ksatria. Peristiwa bubat yang disusul dengan perpecahan internal didalam tubuh majapahit sendiri menyebabkan cita-cita penyatuan tidak sepenuhnya dapat dilakukan. Meskipun demikian, pada amannya, Majapahit merupakan kerajaan yang mempunyai wibawa dan kekuatan yang besar, sehingga kerajaan lain harus berpikir ratusan kali untuk membelot atau memberontak terhadap kekuasaan yang ada.
a. Kehidupan Politik Kerajaan Majapahit
DINASTI RAJASA (DINASTI GIRINDRA)
Pemberontakan Kuti merupakan pemberontakan yang paling berbahaya karena Kuti berhasil menduduki ibu kota Majapahit, sehingga raja Jayanegara terpaksa melarikan diri ke daerah Badandea. Jayanegara diselamatkan oleh pasukan Bhayangkari di bawah pimpinan Gajah Mada. Berkat ketangkasan dan siasat jitu dari Gajah Mada, pemberontakan Kuti berhasil ditumpas. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi Patih di Kahuripan pada tahun 1321 M dan Patih di Daha (Kediri).
Pada tahun 1328, Jayanegara tewas dibunuh oleh Tabib Israna Ratanca, ia didharmakan di dalam pura di Sila Petak dan Bubat. Jayanegara tidak mempunyai putra, maka takhta kerajaan digantikan oleh adik perempuannya yang bernama Tribhuanatunggadewi. Ia dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar Tribhuanatunggadewi Jaya Wisnu Wardhani. Pada masa pemerintahannya, terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Sebagai penghargaan atas jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi mahapatih di Majapahit oleh Tribhuanatunggadewi.
Di hadapan raja dan para pembesar Majapahit, Gajah Mada mengucapkan sumpah yang terkenal dengan nama Sumpah Palapa. Isi sumpahnya, ia tidak akan Amukti Palapa sebelum ia dapat menundukkan Nusantara, yaitu Gurun, Seran, Panjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik.
Dalam rangka mewujudkan cita-citanya, Gajah Mada menaklukkan Bali pada tahun 1334, kemudian Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Sumatera, dan beberapa daerah di Semenanjung Malaka. Seperti yang tercantum dalam kitab Negarakertagama, wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit sangat luas, yakni meliputi daerah hampir seluas wilayah Republik Indonesia sekarang. Tribhuanatunggadewi memerintah selama dua puluh dua tahun. Pada tahun 1350, ia mengundurkan diri dari pemerintahan dan digantikan oleh putranya yang bernama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350 M, putra mahkota Hayam Wuruk dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar Sri Rajasanagara dan ia didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada.
Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Wilayah kekuasaan Majapahit meliputi seluruh Nusantara. Pada saat itulah cita-cita Gajah Mada dengan Sumpah Palapa berhasil diwujudkan. Usaha Gajah Mada dalam melaksanakan politiknya, berakhir pada tahun 1357 dengan terjadinya peristiwa di Bubat, yaitu perang antara Pajajaran dengan Majapahit. Pada waktu itu, Hayam Wuruk bermaksud untuk menikahi putri Dyah Pitaloka. Sebelum putri Dyah Pitaloka dan ayahnya beserta para pembesar Kerajaan Pajajaran sampai di Majapahit, mereka beristirahat di lapangan Bubat. Di sana terjadi perselisihan antara Gajah Mada yang menghendaki agar putri itu dipersembahkan oleh raja Pajajaran kepada raja Majapahit.
Para pembesar Kerajaan Pajajaran tidak setuju, akhirnya terjadilah peperangan di Bubat yang menyebabkan semua rombongan Kerajaan Pajajaran gugur. Pada tahun 1364 M, Gajah Mada meninggal dunia. Hal itu merupakan kehilangan yang sangat besar bagi Majapahit. Kemudian pada tahun 1389 Raja Hayam Wuruk meninggal dunia. Hal ini menjadi salah satu penyebab surutnya kebesaran Kerajaan Majapahit di samping terjadinya pertentangan yang berkembang menjadi perang saudara.
Setelah Hayam Wuruk meninggal, takhta Kerajaan Majapahit diduduki oleh Wikramawardhana. Ia adalah menantu Hayam Wuruk yang menikah dengan putrinya yang bernama Kusumawardhani. Ia memerintah Kerajaan Majapahit selama dua belas tahun.
Pada tahun 1401 mulai timbul persengketaan antara Wikramawardhana dengan Bhre Wirabhumi. Bhre Wirabhumi adalah anak Hayam Wuruk dari istri selirnya. Kemudian meletuslah perang saudara, yang dikenal dengan nama Perang Paregreg, yang berhasil dimenangkan oleh Wikramawardhana. Tetapi, pertentangan antarkeluarga ini belum reda dan menimbulkan perasaan balas dendam.
Pada tahun 1429 M, Wikramawardhana meninggal dunia. Selanjutnya raja-raja yang memerintah Majapahit setelah Wikramawardhana adalah:
a. Suhita (1429 M 1447 M), putri Wikramawardhana;
b. Kertawijaya (1448 M 1451 M), adik Suhita;
c. Sri Rajasawardhana (1451 M 1453 M);
d. Girindrawardhana (1456 M 1466 M), anak dari Kertawijaya;
e. Sri Singhawikramawardhana (1466 M 1474 M);
f. Girindrawardhana Dyah Ranawijaya.
Raja Majapahit yang terakhir ialah Girindrawardhana Dyah Ranawijaya. Runtuhnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1400 Saka (1478 M) dijelaskan dalam Chandra Sengkala yang berbunyi, “Sirna ilang Kertaning-Bhumi” dengan adanya peristiwa perang saudara antara Dyah Ranawijaya dengan Bhre Kahuripan. Selain itu, keruntuhan Majapahit disebabkan karena serangan dari Kerajaan Islam Demak.
Antara tahun 1518 dan 1521, kekuasaan Kerajaan Majapahit telah beralih dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus penguasa dari Demak. Demikianlah riwayat dari Kerajaan Majapahit yang merupakan suatu kerajaan besar di Nusantara.
b. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Majapahit
Di bidang ekonomi, Hayam Wuruk menaruh perhatian pada pertanian dan perdagangan dengan menjadikan Tuban sebagai salah satu pusat perdagangan Majapahit. Berdasarkan berita Cina bernama Wng Ta-Yuan yang menggambarkan pulau Jawa yang padat penduduknya, tanahnya subur dan banyak menghasilkan padi, lada, garam, kain, dan burung kakatua yang semuanya merupakan barang ekspor. Hayam Wuruk berusaha untuk menyejahterakan rakyatnya dengan membuat saluran pengairan, pembuatan bendungan, dan pembukaan tanah baru untuk perladangan.
c. Kehidupan Sosial-Budaya Kerajaan Majapahit
(4) Kitab Kunjarakarna, tidak diketahui pengarangnya.
b) Sastra Zaman Akhir Majapahit (1) Kitab Pararaton, isinya menceritakan riwayat raja-raja Singasari dan Majapahit. (2) Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat. (3) Kitab Sorandakan, isinya tentang pemberontakan Sora. (4) Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Ranggalawe. (5) Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.Wijaya sampai dengan menjadi Raja Majapahit. (6) Kitab Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar. (7) Kitab Tantu Panggelaran, tentang pemindahan gunung Mahameru ke Pulau Jawa oleh Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa. d. Kehidupan Hukum Kerajaan Majapahit Majapahit di masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, telah diciptakan hukum/perundangan-undangan Majapahit. Kitab hukum/perundangan-undangan Majapahit ini disebut Kutaramanawa yang termuat dalam dua piagam, yakni Piagam Bendasari (tidak bertarihk) dan Piagam Trowulan (bertarihk 1358). Kitab Kutaramanawa terdiri atas 275 pasal, namun dalam terjemahannya hanya disajikan 272 pasal karena satu pasal rusak dan yang dua lainnya merupakan ulangan pasal yang sejenis. Kitab perundang-undangan ini meliputi hukum pidana dan perdata dan disusun dalam 20 (dua puluh ) bab. Sebagai contoh dapat dikemukakan mengenai bab dan isinya, antara lain sebagai berikut. Bab I : ketentuan umum mengenai denda. Bab II : delapan macam pembunuhan (astadusta). Bab III : perlakukan terhadap rakyat (kawula). Bab IV : delapan macam pencurian (astacorah). Bab V : paksaan (sahasa). Bab VI : jJual beli (adol-atuku). Bab VII : gadai (sanda). Bab XI : perkawinan (kawarangan). Bab XIII : warisan (drewe kaliliran). Bab XVIII : wanah (bhumi). Bab XX : fitnah (duwilatek). Proses pengadilan, semua keputusan dalam pengadilan diambil atas nama raja yang disebut Sang Amawabhumi, artinya orang yang mempunyai/menguasai negara. Dalam soal pengadilan, raja dibantu oleh dua orang dharmadhyaksa, yakni Dharmadhyaksa ring Kasaiwan dan Dharmadhyaksa ring Kasogatan, yakni kepala agama Siwa dan kepala agama Buddha. Kedudukan dharmadhyaksa sama dengan hakim tinggi. Mereka dibantu oleh lima upapatti (pembantu). e. Sumber Sejarah (Prasasti) Kerajaan MajapahitPrasasti adalah bukti sumber tertulis yang sangat penting dari masa lalu yang isinya antara lain mengenai kehidupan masyarakat misalnya tentang administrasi dan birokrasi pemerintahan, kehidupan ekonomi, pelaksanaan hukum dan keadilan, sistem pembagian bekerja, perdagangan, agama, kesenian, maupun adat istiadat.
Seperti juga isi prasasti pada umumnya, prasasti dari masa Majapahit lebih banyak berisi tentang ketentuan suatu daerah menjadi daerah perdikan atau sima. Meskipun demikian, banyak hal yang menarik untuk diungkapkan di sini, antara lain, yaitu: Prasasti Kudadu (1294 M) Mengenai pengalaman Raden Wijaya sebelum menjadi Raja Majapahit yang telah ditolong oleh Rama Kudadu dari kejaran balatentara Yayakatwang setelah Raden Wijaya menjadi raja dan bergelar Krtajaya Jayawardhana Anantawikramottunggadewa, penduduk desa Kudadu dan Kepala desanya (Rama) diberi hadiah tanah sima. Prasasti Sukamerta (1296 M) dan Prasasti Balawi (1305 M) Mengenai Raden Wijaya yang telah memperisteri keempat putri Kertanegara yaitu Sri Paduka Parameswari Dyah Sri Tribhuwaneswari, Sri Paduka Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Paduka Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri Paduka Rajapadni Dyah Dewi Gayatri, serta menyebutkan anaknya dari permaisuri bernama Sri Jayanegara yang dijadikan raja muda di Daha. Prasasti Waringin Pitu (1447 M) Mengungkapkan bentuk pemerintahan dan sistem birokrasi Kerajaan Majapahit yang terdiri dari 14 kerajaan bawahan yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre, yaitu Bhre Daha, Bhre Kahuripan, Bhre Pajang, Bhre Wengker, Bhre Wirabumi, Bhre Matahun, Bhre Tumapel, Bhre Jagaraga, Bhre Tanjungpura, Bhre Kembang Jenar, Bhre Kabalan, Bhre Singhapura, Bhre Keling, dan Bhre Kelinggapura. Prasasti Canggu (1358 M) Mengenai pengaturan tempat-tempat penyeberangan di Bengawan Solo. Prasasti Biluluk (1366 M0, Biluluk II (1393 M), Biluluk III (1395 M). Menyebutkan tentang pengaturan sumber air asin untuk keperluan pembuatan garam dan ketentuan pajaknya.Prasasti Karang Bogem (1387 M)
Menyebutkan tentang pembukaan daerah perikanan di Karang Bogem. Prasasti Marahi Manuk (tt) dan Prasasti Parung (tt) Mengenai sengketa tanah, persengketaan ini diputuskan oleh pejabat kehakiman yang menguasai kitab-kitab hukum adat setempat. Prasasti Katiden I (1392 M) Menyebutkan tentang pembebasan daerah bagi penduduk desa Katiden yang meliputi 11 wilayah desa. Pembebasan pajak ini karena mereka mempunyai tugas berat, yaitu menjaga dan memelihara hutan alang-alang di daerah Gunung Lejar. Prasasti Alasantan (939 M) Menyebutkan bahwa pada tanggal 6 September 939 M, Sri Maharaja Rakai Halu Dyah Sindok Sri Isanawikrama memerintahkan agar tanah di Alasantan dijadikan sima milik Rakryan Kabayan. Prasasti Kamban (941 M) Meyebutkan bahwa apada tanggal 19 Maret 941 M, Sri Maharaja Rake Hino Sri Isanawikrama Dyah Matanggadewa meresmikan desa Kamban menjadi daerah perdikan. Prasasti Hara-hara (Trowulan VI) (966 M). Menyebutkan bahwa pada tanggal 12 Agustus 966 M, mpu Mano menyerahkan tanah yang menjadi haknya secara turun temurun kepada Mpungku Susuk Pager dan Mpungku Nairanjana untuk dipergunakan membiayai sebuah rumah doa (Kuti). Prasasti Wurare (1289 M) Menyebutkan bahwa pada tanggal 21 September 1289 Sri Jnamasiwabajra, raja yang berhasil mempersatukan Janggala dan Panjalu, menasbihkan arca Mahaksobhya di Wurare. Gelar raja itu ialah Krtanagara setelah ditasbihkan sebagai Jina (dhyani Buddha). Prasasti Maribong (Trowulan II) (1264 M) Menyebutkan bahwa pada tanggal 28 Agustus 1264 M Wisnuwardhana memberi tanda pemberian hak perdikan bagi desa Maribong. Prasasti Canggu (Trowulan I) Mengenai aturan dan ketentuan kedudukan hukum desa-desa di tepi sungai Brantas dan Solo yang menjadi tempat penyeberangan. Desa-desa itu diberi kedudukan perdikan dan bebas dari kewajiban membayar pajak, tetapi diwajibkan memberi semacam sumbangan untuk kepentingan upacara keagamaan dan diatur oleh Panji Margabhaya Ki Ajaran Rata, penguasa tempat penyeberangan di Canggu, dan Panji Angrak saji Ki Ajaran Ragi, penguasa tempat penyeberangan di Terung.Demikianlah Materi Sejarah Kerajaan Majapahit (Politik Ekonomi Sosial Budaya dan Sumber Sejarah), semoga bermanfaat.
Gallery Kehidupan Politik Kerajaan Majapahit
Sejarah Kerajaan Sriwijaya Fliphtml5
Kerajaan Kerajaan Hindu Buddha Di Indonesia Ppt Download
Kerajaan Kerajaan Hindu Buddha Di Indonesia Ppt Download
Ppt Pendidikan Pancasila Powerpoint Presentation Free
Kerajaan Kediri Sejarah Silsilah Kehidupan
Kerajaan Majapahit Sejarah Sistem Pemerintahan Dan
Kehidupan Sosial Dan Politik Kerajaan Majapahit Pede Aja Xyz
Kupas Tuntas Kehidupan Politik Kerajaan Sriwijaya Terlengkap
Sejarah Kerajaan Sriwijaya Raja Peninggalan Masa Kejayaan
Kehidupan Politik Kerajaan Makassar D47e0kvvwjn2
Kehidupan Politik Kerajaan Demak
Pengaruh Kerajaan Majapahit Bidang Politik Budaya
Sistem Politik Kerajaan Majapahit
Pengaruh Kerajaan Majapahit Bidang Politik Budaya
Sejarah Kerajaan Majapahit Detail
Kehidupan Politik Dan Pemerintahan Kerajaan Majapahit
Sejarah Kerajaan Bali Kehidupan Politik Ekonomi Sosial
0 Response to "Kehidupan Politik Kerajaan Majapahit"
Post a Comment