Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014



Uu Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

Urusan Pemerintahan Konkuren
Pasal 11

  1. Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di maksud dalam Pasal 9 ayat (3) yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan.
  2. Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.
  3. Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan Pelayanan Dasar.

Pasal 12

  1. Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:
    1. pendidikan;
    2. kesehatan;
    3. pekerjaan umum dan penataan ruang;
    4. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
    5. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan
    6. sosial.
  2. Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:
    1. tenaga kerja;
    2. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;
    3. pangan;
    4. pertanahan;
    5. lingkungan hidup;
    6. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
    7. pemberdayaan masyarakat dan Desa;
    8. pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
    9. perhubungan;
    10. komunikasi dan informatika;
    11. koperasi, usaha kecil, dan menengah;

- 12 l.

m. n. o. p. q. r. (3)

penanaman modal; kepemudaan dan olah raga; statistik; persandian; kebudayaan; perpustakaan; dan kearsipan.

Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dalam Pasal 11 ayat (1) meliputi: a. kelautan dan perikanan; b. pariwisata; c. pertanian; d. kehutanan; e. energi dan sumber daya mineral; f. perdagangan; g. perindustrian; dan h. transmigrasi.

dimaksud

Pasal 13 (1)

Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional.

(2)

Berdasarkan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat adalah: a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah provinsi atau lintas negara; b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah provinsi atau lintas negara; c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah provinsi atau lintas negara; d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Pemerintah Pusat; dan/atau e. Urusan Pemerintahan yang peranannya strategis bagi kepentingan nasional.

(3) Berdasarkan . . . - 13 -

(3)

Berdasarkan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi adalah: a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah kabupaten/kota; b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah kabupaten/kota; c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah kabupaten/kota; dan/atau d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah Provinsi.

(4)

Berdasarkan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota adalah: a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota; b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah kabupaten/kota; c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/kota; dan/atau d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah kabupaten/kota. Pasal 14

(1)

Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi.

(2)

Urusan Pemerintahan bidang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pengelolaan taman hutan raya kabupaten/kota menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.

(3)

Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. (4) Urusan . . . - 14 -

(4)

Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pemanfaatan langsung panas bumi dalam Daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.

(5)

Daerah kabupaten/kota penghasil dan bukan penghasil mendapatkan bagi hasil dari penyelenggaraan Urusan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(6)

Penentuan Daerah kabupaten/kota penghasil untuk penghitungan bagi hasil kelautan adalah hasil kelautan yang berada dalam batas wilayah 4 (empat) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.

(7)

Dalam hal batas wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kurang dari 4 (empat) mil, batas wilayahnya dibagi sama jarak atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah dari Daerah yang berbatasan. Pasal 15

(1)

Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari UndangUndang ini.

(2)

Urusan pemerintahan konkuren yang tidak tercantum dalam Lampiran Undang-Undang ini menjadi kewenangan tiap tingkatan atau susunan pemerintahan yang penentuannya menggunakan prinsip dan kriteria pembagian urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

(3)

Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan presiden.

(4)

Perubahan terhadap pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak berakibat terhadap pengalihan urusan pemerintahan konkuren pada tingkatan atau susunan pemerintahan yang lain ditetapkan dengan peraturan pemerintah. (5) Perubahan . . . - 15 -

(5)

Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip dan kriteria pembagian urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. Pasal 16

(1)

Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) berwenang untuk: a. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan; dan b. melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

(2)

Norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai pedoman dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan yang menjadi kewenangan Daerah.

(3)

Kewenangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian.

(4)

Pelaksanaan kewenangan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dikoordinasikan dengan kementerian terkait.

(5)

Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak peraturan pemerintah mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren diundangkan. Pasal 17

(1)

Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. (2) Daerah . . . Halaman:UU 23 2014.pdf/16 Halaman:UU 23 2014.pdf/17 Halaman:UU 23 2014.pdf/18 Halaman:UU 23 2014.pdf/19 Halaman:UU 23 2014.pdf/20 Halaman:UU 23 2014.pdf/21 Halaman:UU 23 2014.pdf/22 Halaman:UU 23 2014.pdf/23 Halaman:UU 23 2014.pdf/24 Halaman:UU 23 2014.pdf/25 Halaman:UU 23 2014.pdf/26 Halaman:UU 23 2014.pdf/27 Halaman:UU 23 2014.pdf/28 Halaman:UU 23 2014.pdf/29 Halaman:UU 23 2014.pdf/30 Halaman:UU 23 2014.pdf/31 Halaman:UU 23 2014.pdf/32 Halaman:UU 23 2014.pdf/33 Halaman:UU 23 2014.pdf/34 Halaman:UU 23 2014.pdf/35 Halaman:UU 23 2014.pdf/36 Halaman:UU 23 2014.pdf/37 Halaman:UU 23 2014.pdf/38 Halaman:UU 23 2014.pdf/39 Halaman:UU 23 2014.pdf/40 Halaman:UU 23 2014.pdf/41 Halaman:UU 23 2014.pdf/42 Halaman:UU 23 2014.pdf/43 Halaman:UU 23 2014.pdf/44 Halaman:UU 23 2014.pdf/45 Halaman:UU 23 2014.pdf/46 Halaman:UU 23 2014.pdf/47 Halaman:UU 23 2014.pdf/48 Halaman:UU 23 2014.pdf/49 Halaman:UU 23 2014.pdf/50 Halaman:UU 23 2014.pdf/51 Halaman:UU 23 2014.pdf/52 Halaman:UU 23 2014.pdf/53 Halaman:UU 23 2014.pdf/54 Halaman:UU 23 2014.pdf/55 Halaman:UU 23 2014.pdf/56 Halaman:UU 23 2014.pdf/57 Halaman:UU 23 2014.pdf/58 Halaman:UU 23 2014.pdf/59 Halaman:UU 23 2014.pdf/60 Halaman:UU 23 2014.pdf/61 Halaman:UU 23 2014.pdf/62 Halaman:UU 23 2014.pdf/63 Halaman:UU 23 2014.pdf/64 Halaman:UU 23 2014.pdf/65 Halaman:UU 23 2014.pdf/66 Halaman:UU 23 2014.pdf/67 Halaman:UU 23 2014.pdf/68 Halaman:UU 23 2014.pdf/69 Halaman:UU 23 2014.pdf/70 Halaman:UU 23 2014.pdf/71 Halaman:UU 23 2014.pdf/72 Halaman:UU 23 2014.pdf/73 - 74 Pasal 118 Panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPRD provinsi paling lama 60 (enam puluh) Hari sejak panitia angket dibentuk. Pasal 119 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hak angket diatur dalam peraturan DPRD provinsi tentang tata tertib. Pasal 120 (1)Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) huruf c diusulkan oleh: a. paling sedikit 15 (lima belas) orang anggota DPRD provinsi dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD provinsi yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima) orang sampai dengan 75 (tujuh puluh lima) orang; b. paling sedikit 20 (dua puluh) orang anggota DPRD provinsi dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD provinsi yang beranggotakan di atas 75 (tujuh puluh lima) orang. (2)Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pimpinan DPRD provinsi. (3)Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak menyatakan pendapat DPRD provinsi apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPRD provinsi yang dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga per empat) dari jumlah anggota DPRD provinsi dan putusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota DPRD provinsi yang hadir. Pasal 121 Ketentuan lebih lanjut tata cara pelaksanaan hak menyatakan pendapat diatur dalam peraturan DPRD provinsi tentang tata tertib. Paragraf 10 . . . - 75 Paragraf 10 Pelaksanaan Hak Anggota Pasal 122 (1)Anggota DPRD provinsi mempunyai hak imunitas. (2)Anggota DPRD provinsi tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya, baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPRD provinsi ataupun di luar rapat DPRD provinsi yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD provinsi. (3)Anggota DPRD provinsi tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya, baik di dalam rapat DPRD provinsi maupun di luar rapat DPRD provinsi yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD provinsi. (4)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 123 1)Pimpinan dan anggota DPRD provinsi mempunyai hak protokoler. (2)Hak protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan pemerintah.

Pasal 124 (1)Pimpinan dan anggota DPRD provinsi mempunyai hak keuangan dan administratif. (2)Hak keuangan dan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. (3)Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, pimpinan dan anggota DPRD provinsi berhak memperoleh tunjangan yang besarannya disesuaikan dengan kemampuan Daerah.

(4) Pengelolaan . . . - 76 (4)Pengelolaan hak keuangan dan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh sekretariat DPRD provinsi sesuai dengan peraturan pemerintah. Paragraf 11 Persidangan dan Pengambilan Keputusan Pasal 125 (1)Pada awal masa jabatan keanggotaan, tahun sidang DPRD provinsi dimulai pada saat pengucapan sumpah/janji anggota. (2)Tahun sidang dibagi dalam 3 (tiga) masa persidangan. (3)Masa persidangan meliputi masa sidang dan masa reses, kecuali pada persidangan terakhir dari satu periode keanggotaan DPRD provinsi, masa reses ditiadakan.

Pasal 126 Semua rapat di DPRD provinsi pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup. Pasal 127 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara persidangan dan rapat DPRD provinsi diatur dalam peraturan DPRD provinsi tentang tata tertib. Pasal 128 (1)Pengambilan keputusan dalam rapat DPRD provinsi pada dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat. (2)Dalam hal cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

Pasal 129 . . . - 77 Pasal 129 (1)Setiap rapat DPRD provinsi dapat mengambil keputusan jika memenuhi kuorum. (2)Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi jika: a. rapat dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga per empat)dari jumlah anggota DPRD provinsi untuk mengambil persetujuan atas pelaksanaan hak angket dan hak menyatakan pendapat serta untuk mengambil keputusan mengenai usul pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur; b. rapat dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota DPRD provinsi untuk memberhentikan pimpinan DPRD provinsi serta untuk menetapkan Perda dan APBD; c. rapat dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPRD provinsi untuk rapat paripurna DPRD provinsi selain rapat sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b. (3)Keputusan rapat dinyatakan sah jika: a. disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota DPRD provinsi yang hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a; b. disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPRD provinsi yang hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b; c.disetujui dengan suara terbanyak, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c. (4)Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, rapat ditunda paling banyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih dari 1 (satu) jam. (5)Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kuorum belum juga terpenuhi, pimpinan dapat menunda rapat paling lama 3 (tiga) Hari atau sampai waktu yang ditetapkan oleh badan musyawarah. (6)Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, rapat tidak dapat mengambil keputusan. (7) Apabila . . . - 78 (7)Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, cara penyelesaiannya diserahkan kepada pimpinan DPRD provinsi dan pimpinan fraksi. Pasal 130 Setiap keputusan rapat DPRD provinsi, baik berdasarkan musyawarah untuk mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak merupakan kesepakatan untuk ditindaklanjuti oleh semua pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan. Pasal 131 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan keputusan diatur dalam peraturan DPRD provinsi tentang tata tertib. Paragraf 12 Tata Tertib dan Kode Etik Pasal 132 (1)Tata tertib DPRD provinsi ditetapkan oleh DPRD provinsi dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. (2)Tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku di lingkungan internal DPRD provinsi. (3)Tata tertib DPRD provinsi paling sedikit memuat ketentuan tentang: a. pengucapan sumpah/janji; b. penetapan pimpinan; c. pemberhentian dan penggantian pimpinan; d. jenis dan penyelenggaraan rapat; e. pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang lembaga, serta hak dan kewajiban anggota; f. pembentukan, susunan, serta tugas dan wewenang alat kelengkapan; g. penggantian antarwaktu anggota; h. pembuatan pengambilan keputusan; i. pelaksanaan konsultasi antara DPRD provinsi dan Pemerintah Daerah provinsi; j. penerimaan . . . - 79 j. penerimaan pengaduan dan penyaluran aspirasi masyarakat; k. pengaturan protokoler; dan l. pelaksanaan tugas kelompok pakar/ahli.

Pasal 133 DPRD provinsi menyusun kode etik yang berisi norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD provinsi. Paragraf 13 Larangan dan Sanksi Pasal 134 (1)Anggota DPRD provinsi dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara atau pejabat daerah lainnya; b. hakim pada badan peradilan; atau c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara, BUMD, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD. (2)Anggota DPRD provinsi dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPRD provinsi serta hak sebagai anggota DPRD provinsi. (3)Anggota DPRD provinsi dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pasal 135 (1)Anggota DPRD provinsi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dikenai sanksi berdasarkan keputusan badan kehormatan. (2) Anggota . . . - 80 (2)Anggota DPRD provinsi yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) dan/atau ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian sebagai anggota DPRD provinsi.

(3)Anggota DPRD provinsi yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (3) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pemberhentian sebagai anggota DPRD provinsi. Pasal 136 Jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (1) berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan/atau c. diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan. Pasal 137 Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan pengaduan kepada badan kehormatan DPRD provinsi dalam hal memiliki bukti yang cukup bahwa terdapat anggota DPRD provinsi yang tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dan/atau melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134. Pasal 138 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan masyarakat dan penjatuhan sanksi diatur dengan peraturan DPRD provinsi tentang tata beracara badan kehormatan. Paragraf 14 Pemberhentian Antarwaktu, Penggantian Antarwaktu, dan Pemberhentian Sementara Pasal 139 (1)Anggota DPRD provinsi berhenti antarwaktu karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; atau c. diberhentikan. (2) Anggota . . . - 81 (2)Anggota DPRD provinsi diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c jika: a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPRD provinsi selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun; b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPRD provinsi; c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; d. tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPRD provinsi yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah; e. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRD provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum; g. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; h. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau i.menjadi anggota partai politik lain. Pasal 140 (1)Pemberhentian anggota DPRD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (1) huruf a dan huruf b serta pada ayat (2) huruf c, huruf e, huruf h, dan huruf i diusulkan oleh pimpinan partai politik kepada pimpinan DPRD provinsi dengan tembusan kepada Menteri. (2)Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak diterimanya usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPRD provinsi menyampaikan usul pemberhentian anggota DPRD provinsi kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk memperoleh peresmian pemberhentian. (3) Paling . . . - 82 (3)Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyampaikan usul tersebut kepada Menteri. (4)Menteri meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 14 (empat belas) Hari sejak usulan pemberhentian anggota DPRD provinsi dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat diterima. Pasal 141 (1)Pemberhentian anggota DPRD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, dan huruf g dilakukan setelah adanya hasil penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan dalam keputusan badan kehormatan DPRD provinsi atas pengaduan dari pimpinan DPRD provinsi, masyarakat, dan/atau pemilih. (2)Keputusan badan kehormatan DPRD provinsi mengenai pemberhentian anggota DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh badan kehormatan DPRD provinsi kepada rapat paripurna. (3)Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak keputusan badan kehormatan DPRD provinsi yang telah dilaporkan dalam rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pimpinan DPRD provinsi menyampaikan keputusan badan kehormatan DPRD provinsi kepada pimpinan partai politik yang bersangkutan. (4)Pimpinan partai politik yang bersangkutan menyampaikan keputusan tentang pemberhentian anggotanya kepada pimpinan DPRD provinsi, paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak keputusan badan kehormatan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima dari pimpinan DPRD provinsi. (5)Dalam hal pimpinan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak memberikan keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pimpinan DPRD provinsi paling lama 7 (tujuh) Hari meneruskan keputusan badan kehormatan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk memperoleh peresmian pemberhentian. (6) Paling . . . - 83 (6)Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyampaikan keputusan tersebut kepada Menteri.

(7)Menteri meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 14 (empat belas) Hari sejak diterimanya keputusan badan kehormatan DPRD provinsi atau keputusan pimpinan partai politik tentang pemberhentian anggotanya dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Pasal 142 (1)Dalam hal pelaksanaan penyelidikan dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1), badan kehormatan DPRD provinsi dapat meminta bantuan dari ahli independen. (2)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelidikan, verifikasi, dan pengambilan keputusan oleh badan kehormatan DPRD provinsi diatur dalam peraturan DPRD provinsi tentang tata beracara badan kehormatan. Pasal 143 (1)Anggota DPRD provinsi yang berhenti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) dan Pasal 141 ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPRD provinsi yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama. (2)Dalam hal calon anggota DPRD provinsi yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengundurkan diri, meninggal dunia, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRD provinsi, anggota DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPRD provinsi yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama. (3) Masa . . . - 84 (3)Masa jabatan anggota DPRD provinsi pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota DPRD provinsi yang digantikan. Pasal 144 (1)Pimpinan DPRD provinsi menyampaikan nama anggota DPRD provinsi yang diberhentikan antarwaktu dan meminta nama calon pengganti antarwaktu kepada komisi pemilihan umum Daerah provinsi. (2)Komisi pemilihan umum Daerah provinsi menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (1) dan ayat (2) kepada pimpinan DPRD provinsi paling lambat 5 (lima) Hari sejak surat pimpinan DPRD provinsi diterima. (3)Paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak menerima nama calon pengganti antarwaktu dari komisi pemilihan umum Daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPRD provinsi menyampaikan nama anggota DPRD provinsi yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. (4)Paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak menerima nama anggota DPRD provinsi yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyampaikan nama anggota DPRD provinsi yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu kepada Menteri. (5)Paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak menerima nama anggota DPRD provinsi yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri meresmikan pemberhentian dan pengangkatannya dengan keputusan Menteri. (6)Sebelum memangku jabatannya, anggota DPRD provinsi pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh pimpinan DPRD provinsi, dengan tata cara dan teks sumpah/janji sebagaimana diatur dalam Pasal 103 dan Pasal 104. (7) Penggantian . . . - 85 (7)Penggantian antarwaktu anggota DPRD provinsi tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota DPRD provinsi yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan. Pasal 145 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan penggantian antarwaktu, verifikasi terhadap persyaratan calon pengganti antarwaktu, dan peresmian calon pengganti antarwaktu anggota DPRD provinsi diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 146 (1)Anggota DPRD provinsi diberhentikan sementara karena: a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun; atau b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus. (2)Dalam hal anggota DPRD provinsi dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPRD provinsi yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota DPRD provinsi. (3)Dalam hal anggota DPRD provinsi dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPRD provinsi yang bersangkutan diaktifkan. (4)Anggota DPRD provinsi yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan tertentu. (5)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian sementara diatur dalam peraturan DPRD provinsi tentang tata tertib. Bagian . . . - 86 Bagian Kelima DPRD Kabupaten/Kota Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan Pasal 147 DPRD kabupaten/kota terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum. Pasal 148 (1) DPRD kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan rakyat Daerah kabupaten/kota yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah kabupaten/kota. 2)Anggota DPRD kabupaten/kota adalah pejabat Daerah kabupaten/kota. Paragraf 2 Fungsi Pasal 149

(1)DPRD kabupaten/kota mempunyai fungsi: a. pembentukan Perda Kabupaten/Kota; b. anggaran; dan c. pengawasan. (2)Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di Daerah kabupaten/kota. (3) Dalam rangka melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD kabupaten/kota menjaring aspirasi masyarakat. Pasal 150 Fungsi pembentukan Perda Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1) huruf a dilaksanakan dengan cara: a. membahas bersama bupati/wali kota dan menyetujui atau tidak menyetujui rancangan Perda Kabupaten/Kota; b. mengajukan . . . - 87 b. mengajukan usul rancangan Perda Kabupaten/Kota; dan c. menyusun program pembentukan Perda Kabupaten/Kota bersama bupati/wali kota. Pasal 151

(1)Program pembentukan Perda Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 huruf c memuat daftar urutan dan prioritas rancangan Perda Kabupaten/Kota yang akan dibuat dalam 1 (satu) tahun anggaran.

(2)Dalam menetapkan program pembentukan Perda Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD kabupaten/kota melakukan koordinasi dengan bupati/wali kota. Pasal 152

(1)Fungsi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1) huruf b diwujudkan dalam bentuk pembahasan untuk persetujuan bersama terhadap Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang APBD Kabupaten/Kota yang diajukan oleh bupati/wali kota.

(2)Fungsi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara: a. membahas KUA dan PPAS yang disusun oleh bupati/wali kota berdasarkan RKPD; b. membahas rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang APBD kabupaten/kota; c. membahas rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang perubahan APBD kabupaten/kota; dan d. membahas rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kabupaten/kota. Pasal 153

(1)Fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1) huruf c diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap: a. pelaksanaan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota; b. pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota; dan c. pelaksanaan . . . - 88 c. pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

(2)Dalam melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud pada (1), DPRD kabupaten/kota berhak mendapatkan laporan hasil pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

(3)DPRD kabupaten/kota melakukan pembahasan terhadap laporan hasil pemeriksaan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4)DPRD kabupaten/kota dapat meminta klarifikasi atas temuan laporan hasil pemeriksaan laporan keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Paragraf 3 Tugas dan Wewenang Pasal 154

(1)DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang: a. membentuk Perda Kabupaten/Kota bersama bupati/wali kota; b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan Perda mengenai APBD kabupaten/kota yang diajukan oleh bupati/wali kota; c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan APBD kabupaten/kota; d. memilih bupati/wali kota; e. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/wali kota kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian. f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota terhadap rencana perjanjian international di Daerah; g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota; h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/wali kota dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota;

i. memberikan . . .

  1. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan Daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan Daerah;
  2. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

  1. Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.

Paragraf 4
Keanggotaan
Pasal 155

  1. Anggota DPRD kabupaten/kota berjumlah paling sedikit 20 (dua puluh) orang dan paling banyak 50 (lima puluh) orang.
  2. Keanggotaan DPRD kabupaten/kota diresmikan dengan keputusan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
  3. Anggota DPRD kabupaten/kota berdomisili di ibu kota kabupaten/kota yang bersangkutan.
  4. Masa jabatan anggota DPRD kabupaten/kota adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPRD kabupaten/kota yang baru mengucapkan sumpah/janji.

Pasal 156

  1. Anggota DPRD kabupaten/kota sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersamasama yang dipandu oleh ketua pengadilan negeri dalam rapat paripurna DPRD kabupaten/kota.
  2. Anggota DPRD kabupaten/kota yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pimpinan DPRD kabupaten/kota.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.

Pasal 157
Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 sebagai berikut:

“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh demi tegaknya kehidupan demokrasi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan; bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Pasal 158

  1. Dalam hal dilakukan pembentukan Daerah kabupaten/kota setelah pemilihan umum, pengisian anggota DPRD kabupaten/kota di Daerah kabupaten/kota induk dan Daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum dilakukan dengan cara:
    1. menetapkan jumlah kursi DPRD kabupaten/kota induk dan Daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum berdasarkan jumlah penduduk sesuai dengan ketentuan dalam undangundang mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD;
    2. menetapkan perolehan suara partai politik dan calon anggota DPRD kabupaten/kota berdasarkan hasil pemilihan umum di daerah pemilihan Daerah kabupaten/kota induk dan Daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum;
    3. menentukan bilangan pembagi pemilih berdasarkan hasil pemilihan umum di daerah pemilihan Daerah kabupaten/kota induk dan Daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum;

  1. menentukan perolehan kursi partai politik peserta pemilihan umum berdasarkan hasil pemilihan umum di daerah pemilihan Daerah kabupaten/kota induk dan Daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum;
  2. menetapkan calon terpilih dari daftar calon tetap untuk mengisi kursi sebagaimana dimaksud pada huruf d berdasarkan suara terbanyak.

  1. Pengisian anggota DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh komisi pemilihan umum Daerah kabupaten/kota induk.
  2. Pengisian anggota DPRD provinsi tidak dilakukan bagi Daerah kabupaten/kota yang dibentuk 12 (dua belas) bulan sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
  3. Masa jabatan anggota DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir pada saat anggota DPRD kabupaten/kota hasil pemilihan umum berikutnya mengucapkan sumpah/janji.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan jumlah dan tata cara pengisian keanggotaan DPRD kabupaten/kota induk dan Daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Komisi Pemilihan Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 5
Hak DPRD Kabupaten/Kota
Pasal 159

  1. DPRD kabupaten/kota mempunyai hak:
    1. interpelasi;
    2. angket; dan
    3. menyatakan pendapat.
  2. Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk meminta keterangan kepada bupati/wali kota mengenai kebijakan Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

  1. Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, Daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan bupati/wali kota atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di Daerah kabupaten/kota disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.

Paragraf 6
Hak dan Kewajiban Anggota
Pasal 160
Anggota DPRD kabupaten/kota mempunyai hak:

  1. mengajukan rancangan Perda Kabupaten/Kota;
  2. mengajukan pertanyaan;
  3. menyampaikan usul dan pendapat;
  4. memilih dan dipilih;
  5. membela diri;
  6. imunitas;
  7. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas;
  8. protokoler; dan
  9. keuangan dan administratif.

Pasal 161
Anggota DPRD kabupaten/kota berkewajiban:

  1. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
  2. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  4. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan;
  5. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;

  1. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota;
  2. menaati tata tertib dan kode etik;
  3. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota;
  4. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala;
  5. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan
  6. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.

Paragraf 7
Fraksi
Pasal 162

  1. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPRD kabupaten/kota serta hak dan kewajiban anggota DPRD kabupaten/kota, dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun anggota DPRD kabupaten/kota.
  2. Setiap anggota DPRD kabupaten/kota harus menjadi anggota salah satu fraksi.
  3. Setiap fraksi di DPRD kabupaten/kota beranggotakan paling sedikit sama dengan jumlah komisi di DPRD kabupaten/kota.
  4. Partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD kabupaten/kota mencapai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau lebih dapat membentuk 1 (satu) fraksi.
  5. Dalam hal partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD kabupaten/kota tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), anggotanya dapat bergabung dengan fraksi yang ada atau membentuk fraksi gabungan.
  6. Dalam hal tidak ada satu partai politik yang memenuhi persyaratan untuk membentuk fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibentuk fraksi gabungan.
  7. Jumlah fraksi gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) paling banyak 2 (dua) fraksi.

Halaman:UU 23 2014.pdf/94 Halaman:UU 23 2014.pdf/95 Halaman:UU 23 2014.pdf/96 - 97 Paragraf 9

Pelaksanaan Hak DPRD kabupaten/kota Pasal 167 (1)

Hak interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat (1) huruf a diusulkan oleh: a. paling sedikit 5 (lima) orang anggota DPRD kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua puluh) sampai dengan 35 (tiga puluh lima); atau b. paling sedikit 7 (tujuh) orang anggota DPRD kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan di atas 35 (tiga puluh lima) orang.

(2)

Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota.

(3)

Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak interpelasi DPRD kabupaten/kota apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPRD kabupaten/kota yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) dari jumlah anggota DPRD kabupaten/kota dan putusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) dari jumlah anggota DPRD kabupaten/kota yang hadir. Pasal 168

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hak interpelasi diatur dalam peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib. Pasal 169 (1)

Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat (1) huruf b diusulkan oleh: a. paling sedikit 5 (lima) orang anggota DPRD kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua puluh) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) orang; atau

b. paling . . . Halaman:UU 23 2014.pdf/98 Halaman:UU 23 2014.pdf/99 Halaman:UU 23 2014.pdf/100 Halaman:UU 23 2014.pdf/101
Pasal 181
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara persidangan dan rapat diatur dalam peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.
Pasal 182

  1. Pengambilan keputusan dalam rapat DPRD kabupaten/kota pada dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat.
  2. Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

Pasal 183

  1. Setiap rapat DPRD kabupaten/kota dapat mengambil keputusan apabila memenuhi kuorum.
  2. Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi jika:
    1. rapat dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga per empat) dari jumlah anggota DPRD kabupaten/kota untuk mengambil persetujuan atas pelaksanaan hak angket dan hak menyatakan pendapat serta untuk mengambil keputusan mengenai usul pemberhentian bupati/wali kota dan/atau wakil bupati/wakil walikota;
    2. rapat dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota DPRD kabupaten/kota untuk memberhentikan pimpinan DPRD kabupaten/kota serta untuk menetapkan Perda Kabupaten/Kota dan APBD kabupaten/kota; dan
    3. rapat dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPRD kabupaten/kota untuk rapat paripurna DPRD kabupaten/kota selain rapat sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
  3. Keputusan rapat dinyatakan sah apabila:
    1. disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota DPRD kabupaten/kota yang hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a;

Halaman:UU 23 2014.pdf/103 Halaman:UU 23 2014.pdf/104 Halaman:UU 23 2014.pdf/105 Halaman:UU 23 2014.pdf/106 Halaman:UU 23 2014.pdf/107 Halaman:UU 23 2014.pdf/108 Halaman:UU 23 2014.pdf/109 Halaman:UU 23 2014.pdf/110 Halaman:UU 23 2014.pdf/111 Halaman:UU 23 2014.pdf/112 Halaman:UU 23 2014.pdf/113 Halaman:UU 23 2014.pdf/114 Halaman:UU 23 2014.pdf/115 Halaman:UU 23 2014.pdf/116 Halaman:UU 23 2014.pdf/117 Halaman:UU 23 2014.pdf/118 Halaman:UU 23 2014.pdf/119 Halaman:UU 23 2014.pdf/120 Halaman:UU 23 2014.pdf/121 Halaman:UU 23 2014.pdf/122 Halaman:UU 23 2014.pdf/123 Halaman:UU 23 2014.pdf/124 Halaman:UU 23 2014.pdf/125 Halaman:UU 23 2014.pdf/126 Halaman:UU 23 2014.pdf/127 Halaman:UU 23 2014.pdf/128 Halaman:UU 23 2014.pdf/129 Halaman:UU 23 2014.pdf/130 Halaman:UU 23 2014.pdf/131 Halaman:UU 23 2014.pdf/132 Halaman:UU 23 2014.pdf/133 Halaman:UU 23 2014.pdf/134 Halaman:UU 23 2014.pdf/135 Halaman:UU 23 2014.pdf/136 Halaman:UU 23 2014.pdf/137 Halaman:UU 23 2014.pdf/138 Halaman:UU 23 2014.pdf/139 Halaman:UU 23 2014.pdf/140 Halaman:UU 23 2014.pdf/141 Halaman:UU 23 2014.pdf/142 Halaman:UU 23 2014.pdf/143 Halaman:UU 23 2014.pdf/144 Halaman:UU 23 2014.pdf/145 Halaman:UU 23 2014.pdf/146 Halaman:UU 23 2014.pdf/147 Halaman:UU 23 2014.pdf/148 Halaman:UU 23 2014.pdf/149 Halaman:UU 23 2014.pdf/150 Halaman:UU 23 2014.pdf/151 Halaman:UU 23 2014.pdf/152 Halaman:UU 23 2014.pdf/153 Halaman:UU 23 2014.pdf/154 Halaman:UU 23 2014.pdf/155 Halaman:UU 23 2014.pdf/156 Halaman:UU 23 2014.pdf/157 Halaman:UU 23 2014.pdf/158 Halaman:UU 23 2014.pdf/159 Halaman:UU 23 2014.pdf/160 Halaman:UU 23 2014.pdf/161 Halaman:UU 23 2014.pdf/162 Halaman:UU 23 2014.pdf/163 Halaman:UU 23 2014.pdf/164 Halaman:UU 23 2014.pdf/165 Halaman:UU 23 2014.pdf/166 Halaman:UU 23 2014.pdf/167 Halaman:UU 23 2014.pdf/168 Halaman:UU 23 2014.pdf/169 Halaman:UU 23 2014.pdf/170 Halaman:UU 23 2014.pdf/171 Halaman:UU 23 2014.pdf/172 Halaman:UU 23 2014.pdf/173 Halaman:UU 23 2014.pdf/174 Halaman:UU 23 2014.pdf/175 Halaman:UU 23 2014.pdf/176 Halaman:UU 23 2014.pdf/177

  1. hibah; dan
  2. sumber modal lainnya.

Sumber modal lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah:

  1. kapitalisasi cadangan;
  2. keuntungan revaluasi aset; dan
  3. agio saham.

Pasal 333

  1. Penyertaan modal Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 332 ayat (1) huruf a ditetapkan dengan Perda.
  2. Penyertaan modal Daerah dapat dilakukan untuk pembentukan BUMD dan penambahan modal BUMD.
  3. Penyertaan modal Daerah dapat berupa uang dan barang milik Daerah.
  4. Barang milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinilai sesuai nilai riil pada saat barang milik Daerah akan dijadikan penyertaan modal.
  5. Nilai riil sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh dengan melakukan penafsiran harga barang milik Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Perusahaan Umum Daerah
Pasal 334

  1. Perusahaan umum Daerah adalah BUMD yang seluruh modalnya dimiliki oleh satu Daerah dan tidak terbagi atas saham.
  2. Dalam hal perusahaan umum Daerah akan dimiliki oleh lebih dari satu Daerah, perusahaan umum Daerah tersebut harus merubah bentuk hukum menjadi perusahaan perseroan Daerah.
  3. Perusahaan umum Daerah dapat membentuk anak perusahaan dan/atau memiliki saham pada perusahaan lain.

Halaman:UU 23 2014.pdf/179 Halaman:UU 23 2014.pdf/180 Halaman:UU 23 2014.pdf/181 Halaman:UU 23 2014.pdf/182 Halaman:UU 23 2014.pdf/183 Halaman:UU 23 2014.pdf/184 Halaman:UU 23 2014.pdf/185 Halaman:UU 23 2014.pdf/186 Halaman:UU 23 2014.pdf/187 Halaman:UU 23 2014.pdf/188 Halaman:UU 23 2014.pdf/189 Halaman:UU 23 2014.pdf/190 Halaman:UU 23 2014.pdf/191 Halaman:UU 23 2014.pdf/192 Halaman:UU 23 2014.pdf/193 Halaman:UU 23 2014.pdf/194 Halaman:UU 23 2014.pdf/195 Halaman:UU 23 2014.pdf/196 Halaman:UU 23 2014.pdf/197 Halaman:UU 23 2014.pdf/198 Halaman:UU 23 2014.pdf/199 Halaman:UU 23 2014.pdf/200 Halaman:UU 23 2014.pdf/201 Halaman:UU 23 2014.pdf/202 Halaman:UU 23 2014.pdf/203 Halaman:UU 23 2014.pdf/204 Halaman:UU 23 2014.pdf/205 - 206 b.

c. d. e. f. g.

demografi; potensi sumber daya Daerah; ekonomi dan keuangan Daerah; aspek kesejahteraan masyarakat; aspek pelayanan umum; dan aspek daya saing Daerah. Pasal 393

(1) Informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 391 ayat (1) huruf b paling sedikit memuat informasi anggaran, pelaksanaan anggaran, dan laporan keuangan. (2) Informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk: a. membantu kepala daerah dalam menyusun anggaran Daerah dan laporan pengelolaan keuangan Daerah; b. membantu kepala daerah dalam merumuskan kebijakan keuangan Daerah; c. membantu kepala daerah dalam melakukan evaluasi kinerja keuangan Daerah; d. membantu menyediakan kebutuhan statistik keuangan Daerah; e. mendukung keterbukaan informasi kepada masyarakat; f. mendukung penyelenggaraan sistem informasi keuangan Daerah secara nasional; dan g. melakukan evaluasi pengelolaan keuangan Daerah. (3) Informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mudah diakses oleh masyarakat. Pasal 394 (1) Informasi pembangunan Daerah dan informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 391 ayat (1) wajib diumumkan kepada masyarakat. (2) Selain diumumkan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), informasi keuangan Daerah wajib disampaikan kepala daerah kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Kepala . . .

  1. Kepala daerah yang tidak mengumumkan informasi pembangunan Daerah dan informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak menyampaikan informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri untuk gubernur dan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk bupati/walikota.
  2. Dalam hal sanksi teguran tertulis 2 (dua) kali berturut-turut tetap tidak dilaksanakan, kepala daerah dikenai sanksi berupa mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan yang dilaksanakan oleh Kementerian serta tugas dan kewenangannya dilaksanakan oleh wakil kepala daerah atau oleh pejabat yang ditunjuk.

Pasal 395
Selain informasi pembangunan Daerah dan informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 391 ayat (1), Pemerintah Daerah dapat menyediakan dan mengelola informasi Pemerintahan Daerah lainnya.
BAB XXIII
DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH
Pasal 396

  1. Dalam rangka mengoptimalkan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, dibentuk dewan pertimbangan otonomi daerah.
  2. Dewan pertimbangan otonomi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai rancangan kebijakan yang meliputi:
    1. penataan Daerah;
    2. dana dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus;
    3. dana perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah; dan
    4. penyelesaian permasalahan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan/atau perselisihan antara Daerah dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.

Pasal 397

  1. Susunan keanggotaan dewan pertimbangan otonomi daerah terdiri atas:
    1. Wakil Presiden selaku ketua;
    2. Menteri selaku sekretaris;
    3. para menteri terkait sebagai anggota; dan
    4. perwakilan kepala daerah sebagai anggota.
  2. Untuk mendukung kelancaran tugas dewan pertimbangan otonomi daerah dibentuk sekretariat.
  3. Menteri selaku sekretaris memimpin sekretariat dewan pertimbangan otonomi daerah.
  4. Sekretariat dewan pertimbangan otonomi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibantu oleh tenaga ahli.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai dewan pertimbangan otonomi daerah diatur dengan Peraturan Presiden.

BAB XXIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 398
Kepala daerah yang tidak memberikan pelayanan perizinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 350 ayat (1) dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan apabila pelanggarannya bersifat pidana.
BAB XXV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 399
Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Aceh, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat, sepanjang tidak diatur secara khusus dalam UndangUndang yang mengatur keistimewaan dan kekhususan Daerah tersebut.
Pasal 400

  1. Ketentuan mengenai evaluasi rancangan Perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 324 dan Pasal 325 berlaku secara mutatis mutandis terhadap evaluasi rancangan Perda tentang tata ruang daerah.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi rancangan Perda tentang tata ruang daerah diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB XXVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 401

  1. Penegasan batas termasuk Cakupan Wilayah dan penentuan luas bagi Daerah yang dibentuk sebelum Undang-Undang ini berlaku ditetapkan dengan peraturan Menteri.
  2. Penegasan batas termasuk Cakupan Wilayah dan penentuan luas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pada perhitungan teknis yang dibuat oleh lembaga yang membidangi informasi geospasial.

Pasal 402

  1. Izin yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Undang Undang ini tetap berlaku sampai dengan habis berlakunya izin.
  2. BUMD yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam UndangUndang ini dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

BAB XXVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 403
Semua ketentuan mengenai program legislasi daerah dan badan legislasi daerah yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku harus dibaca dan dimaknai sebagai program pembentukan Perda dan badan pembentukan Perda, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 404
Serah terima personel, pendanaan, sarana dan prasarana, serta dokumen sebagai akibat pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota yang diatur berdasarkan Undang-Undang ini dilakukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak UndangUndang ini diundangkan.
Pasal 405
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2387), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UndangUndang ini.
Pasal 406
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalamUndang-Undang ini atau tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini.
Pasal 407
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan Daerah wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada Undang-Undang ini.
Pasal 408
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 409
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2387);
  2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
  3. Pasal 157, Pasal 158 ayat (2) sampai dengan ayat (9), dan Pasal 159 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); dan
  4. Pasal 1 angka 4, Pasal 314 sampai dengan Pasal 412, Pasal 418 sampai dengan Pasal 421 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568),

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 410
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak UndangUndang ini diundangkan.
Pasal 411
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta

pada tanggal 30 September 2014 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 30 September 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA, ttd.

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 244

Gallery Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014

Undang Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Tabel 6 2 Isi Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 Brainly Co Id

Sosialisasi Uu Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Buku Undang Undang Pemda Uu Ri No 23 Tahun 2014 Redaksi

Dijawab Ya Tabel 6 2 Isi Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014

Doc Draft Perbup Sotk Pemerintahan Tata Academia Edu

Buku Undang Undang Otonomi Daerah Terbaru Terlengkap

Jual Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Uu No 23 Tahun 2014 Bakal Ada Efisiensi Perangkat Daerah

Perpres Nomor 131 Tahun 2015 Copy Pdf Peraturan Presiden

Penjelasan Uu Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Uu Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah

Pdf Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Penataan Ruang

Viii Abstrak Berdasarkan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014

Kumpulan Undang Undang Perlindungan Anak Www

Undang Undang Lpa Kota Depok

Dampak Uu No 4 Tahun 2009 Dan Uu No 23 Tahun 2014 Serta

Imam Desa Dan Tpq

Apa Saja Isi Undang Undang Nomor 2 Tahun 2015 Tentang

Isi Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 Sebagaimana Diubah

Mekanisme Pemberhentian Sementara Kepala Daerah Yang

Uu Nomor 9 Tahun 2015

Himpunan Peraturan Perundangundangan Ri Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Dan Perubahannya

Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23


0 Response to "Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel