Islam pada masa Rasulullah berkembang sangat pesat. Islam tidak hanya berkembang di Mekah dan Madinah saja tetapi sudah berkembang ke seluruh negara-negara di Jazirah Arab dan negara-negara di sekitarnya. Puncak perkembangan Islam terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah.
Sejarah Singkat Dinasti Abbasiyyah
Dinasti Abbasiyah berkuasa selama 5 abad yaitu mulai tahun 132-656/750-1258 M, menggantikan Daulah Bani Umayyah yang telah berkuasa selama 92 tahun (40-132 H/660-750 M). Dengan tumbangnya Bani Umayyah maka kekuasaan pindah ke tangan Dinasti Abbasiyah.
Dinamakan Dinasti Abbasiyah karena para pendiri dan khalifahnya merupakan keturunan dari Abbas bin Abdul Mutholib (paman Nabi Muhammad saw.). Khalifah yang pertama kali menduduki jabatan adalah Abdul Abbas Asy Syafah yang berkuasa pada tahun 132-136 H/750-753 M. Dinasti Abbasiyah dipimpin oleh 37 khalifah.
Khalifah yang terakhir adalah Al Mu’tazim yang berkuasa pada tahun 124 H/1258 M dan mati terbunuh oleh pasukan Mongol pimpinan Hulogu Khan. Hulogu Khan adalah cucu dari Jengis Khan.
Khalifah-khalifah besar pada masa Dinasti Abbasiyah adalah Abu Abbas As Safa, Abu Jafar al-Mansyur, Harun ar-Rasyid, Al Makmum, Al Mu’tazim dan Al Watsik. Mereka adalah para khalifah yang telah menghantarkan ke puncak masa kejayaan dan keemasan daulah Dinasti Abbasiyah. Setelah itu hampir tidak ada khalifah yang besar lagi. Hal ini dikarenakan mereka lebih banyak disibukkan dengan hal duniawi dan saling berebut kekuasaan.
Selama berkuasa Dinasti Abbasiyah mengalami masa kejayaannya, mulai dari berdirinya hingga sampai pada masa pemerintahan Khalifah Al Watsik Billah tahun 232 H/879 M. Masa tersebut merupakan masa yang gilang gemilang, bahkan dapat dikatakan masa keemasan bagi umat Islam.
Dalam aktifitas pemerintahannya Dinasti Abbasiyah mengambil pusat kegiatan di kota Bagdad dan sekaligus dijadikan sebagai ibukota negara. Dari sinilah segala kegiatan baik politik, sosial, ekonomi, kekuasaan, pengetahuan, kebudayaan, dan lain-lain dijalankan.
Kota Bagdad dijadikan sebagai kota pintu terbuka, artinya siapapun boleh memasuki dan tinggal di kota tersebut. Akibatnya semua bangsa yang menganut berbagai agama dan keyakinan diijinkan bermukim di dalamnya. Bagdad pun menjadi kota internasional yang sangat ramai dan di dalamnya berkumpul berbagai unsur, seperti Arab, Turki, Persia, Romawi, Qibthi, dan sebagainya.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Dinasti Abbasiyah
Pada masa Dinasti Abbasiyah kehidupan peradaban Islam sangat maju, sehingga pada masa itu dikatakan sebagai jaman keemasan Islam. Kaum muslimin sudah sampai pada puncak kemuliaan, baik kekayaan, bidang kekuasaan, politik, ekonomi, dan keuangan lebih lagi dalam bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan, baik pengetahuan agama dan pengetahuan umum mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai ilmu telah lahir. Hal ini dikarenakan antara lain:
Penelitian-penelitian dan kajian-kajian tentang ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh para kaum muslimin itu sendiri, Penerjemahan buku berbahasa asing seperti halnya Yunani, Mesir, Persia, India, dan lain-lain ke dalam bahasa Arab dengan sangat gencar. Buku-buku yang diterjemahkan antara lain: ilmu kedokteran, kimia, ilmu alam, mantiq (logika), filasat al jabar, ilmu falak, matematika, seni, dan lain-lain. Penerjemahan dan penelitian tersebut pada umumnya dilakukan pada masa pemerintahan Abu Ja’far, Harun ar-Rasyid, al-Makmum, dan Mahdi.
Khalifah Harun ar-Rasyid sangat serius dalam memajukan pengetahuan tersebut. Beliau mendirikan lembaga ilmu pengetahun yang diberi nama ‘BAITUL HIKMAH” sebagai pusat penerjemahan, penelitian, dan pengkajian ilmu perpustakaan serta lembaga pendidikan (Perguruan Tinggi).
Dengan begitu kaum muslimin dapat mempelajari berbagai ilmu dalam bahasa Arab. Dan hasilnya bermunculan sarjana-sarjana besar muslim dari berbagai disiplin ilmu yang sangat terkenal juga ulama-ulama besar yang sangat tersohor seperti halnya Imam Abu Hanafi-Imam Malik-Imam Syafei-Imam Hambali, Imam Bukhari, dan Imam Muslim.
Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah dan pembesar lainnya membuka peluang seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Para khalifah sendiri pada umumnya adalah ulama-ulama yang mencintai ilmu, menghormati para sarjana dan memuliakan para pujangga.
Mereka benar-benar menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, mereka mempraktikkan syariat Islam: bahwa tinggi rendahnya derajat dan martabat seseorang tergantung pada banyak sedikitnya pengetahuan yang ia miliki di samping ketakwaannya pada Allah swt. Allah swt. berfiman dalam Q.S al-Mujaddalah/58: 11: Artinya: “Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. (Q.S al-Mujadalah/58: 11)
Para khalifah dalam memandang ilmu pengetahuan sangat menghargai dan memuliakannya. Oleh karena itu, mereka membuka peluang seluas-luasnya terhadap pengembangan ilmu pengetahuan kepada seluruh mahasiswa baik dari kalangan Islam maupun kalangan lainnya. Para khalifah sendiri pada umumnya seorang ulama yang mencintai ilmu, menghormati sarjana dan para pujangga. Kebebasan berfikir sangat dijunjung tinggi. Para sarjana (ulama) dibebaskan untuk berijtihad mengembangkan daya intelektualnya dan bebas dari belenggu taqlid. Hal ini menjadikan ilmu pengetahuan umum atau agama berkembang sangat tinggi. Sebagai bukti antara lain:
Dibentuk Korps Ulama yang anggotanya terdiri dari berbagai negara dan berbagai agama yang bertugas menerjemahkan, membahas, dan menyusun sisa-sisa kebudayaan kuno, sehingga pada masa itu muncullah tokoh-tokoh muslim yang menyebarluaskan agama Islam dan menghasilkan karya-karya yang besar.
Didirikanlah Baitul Hikmah sebagai pusat penterjemahan, penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan baik agama maupun umum.
Didirikan ‘Majelis Munazarat’ yaitu suatu tempat berkumpulnya para sarjana muslim, untuk membahas ilmu pengetahuan, para sarjana muslim diberi kebabasan berfikir atas ilmu pengetahuan tersebut.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah
Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah sangat pesat, sehingga lahir beberapa ilmu dalam agama Islam, antara lain sebagai berikut.
Ilmu hadis adalah ilmu yang mempelajari tentang hadis dari sunat, perawinya, isi, dll. Pada masa itu bermunculan ahli-ahli hadis yang besar dan terkenal beserta hasil karyanya, antara lain:
- Imam Bukhari, lahir di Bukharo 194 H di Bagdad, kitabnya yang termasyur adalah al-Jami’us sahih dan terkenal dengan sahih Bukhari.
- Imam Muslim wafat tahun 216 H di Naisabur. Kitabnya Jami’us dan terkenal dengan ‘Sahih Muslim”.
- Abu Dawud dengan kitab hadisnya berjudul “Sunan Abu Dawud”.
- Ibnu Majah dengan kitab hadisnya Sunan Ibnu Majah.
- At-Tirmidzi sebagai kitabnya ‘Sunan Tirmidzi’.
Ilmu tafsir adalah ilmu yang menjelaskan tentang makna/kandungan ayat Al-Qur’an. Sebab-sebab turunnya ayat/Asbabun nuzulnya, hukumnya, dan lain-lain. Adapun ahli tafsir yang termasyur ketika itu antara lain:
- Abu Jarir at-Tabari dengan tafsirnya Al-Qur’anul Azim sebanyak 30 juz.
- Abu Muslim Muhammad bin Bahr Isfahany (mu’tazilah), tafsirnya berjumlah 14 jilid.
Ilmu fikih yaitu ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum Islam (segala sesuatu yang diwajibkan, dimakruhkan, dibolehkan, dan yang diharamkan oleh agama Islam).
Filsafat Islam adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala sesuatu yang ada, sebab asal hukumnya atau ketentuan-ketentuannya berdasarkan Al-Qur’an dan hadis. Manfaat filsafat Islam adalah untuk menemukan hakikat segala sesuatu sebagai ciptaan Allah dan merupakan bukti kebesaran-Nya. Allah swt. berfirman: Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.” (Q.S. Ali-‘Imran/3: 190)
Ilmu tasawuf yaitu ilmu yang mengajarkan cara-cara membersihkan hati, pikiran, dan ucapan dari sifat yang tercela sehingga tumbuh rasa taqwa dan dekat kepada Allah swt. Untuk dapat mencapai kebahagiaan abadi (bersih lahir dan batin). Orang muslim yang menjalani kehidupan tasawuf disebut sufi.
Sejarah ialah ilmu yang mempelajari tentang berbagai peristiwa masa lampau yang meliputi waktu dan tempat peristiwa itu terjadi, pelakunya, peristiwanya dan disusun secara sistematis. Dengan mempelajari sejarah seseorang dapat mengambil pelajaran, manfaat, dan hikmahnya dari peristiwa tersebut. Allah swt. berfirman dalam Surah Yusuf ayat 111 : Artinya: “Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal.” (Q.S. Yusuf/12: 111)
Pada masa Dinasti Abbasiyah kedokteran mengalami perkembangan dan kemajuan, khususnya tatkala pemerintahan Harun ar-Rasyid dan khalifah-khalifah besar sesudahnya. Pada waktu itu sekolah-sekolah tinggi kedokteran didirikan sehingga banyak mencetak sarjana kedokteran.
Para tokohnya antara lain:
- Al-Khawarizmi (194-266 H). Beliau telah menyusun buku Aljabar dan menemukan angka nol (0). Angka 1-9 berasal dari Hindu, yang telah dikembangkan oleh umat Islam (Arab).
- Umar Khayam. Buku karyanya adalah Treatise On Algebra dan buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis.
Astronomi ilmu yang mempelajari perjalanan matahari, bumi, bulan, dan bintang-bintang serta planet-planet yang lain. Tokoh-tokohnya antara lain:
- Abu Mansur al-Falaqi
- Jabir al-Batani, beliau pencipta alat teropong bintang yang pertama.
Ilmuwan/Tokoh-Tokoh Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah
a. Ahli Filsafat Islam antara lain:
Al-Kindi (185-252 H/805-873 M), terkenal dengan sebutan ‘Filosof Arab’, beliau menerjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Bermacam-macam ilmu telah dikajinya, terutama filsafat. Al-Kindi bukan hanya filosof, tetapi juga ahli ilmu matematika, astronomi, farmakologi, dan sebagainya.
Al Farabi (180-260 H/780 – 863 M), beliau menerjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Al Farabi banyak menulis buku mengenai logika, matematika, fisika, metafisika, kimia, etika, dan sebagainya. Filsafatnya mengenai logika antara lain dalam bukunya “Syakh Kitab al Ibarah Li Aristo”, menjelaskan logika adalah ilmu tentang pedoman yang dapat menegakkan pikiran dan dapat menunjukkannya kepada kebenaran. Dia diberi gelar guru besar kedua, setelah Aristoteles yang menjadi guru besar pertama. Buah karyanya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa.
Ibnu Sina (Abdullah bin Sina) (370 - 480H/980 - 1060 M). Di Eropa dikenal dengan nama Avicena. Sejak kecil ia telah belajar bahasa Arab, geometri, fisika, logika, teolog Islam, ilmu-ilmu kedokteran dan Islam. Beliau seorang dokter di kota Hamazan, Persia, yang aktif mengadakan penelitian tentang berbagai macam jenis penyakit. Beliau juga terkenal dengan idenya mengenai faham serba wujud atau wahdatul wujud, juga ahli fisika dan ahli jiwa. Pada usia 17 tahun ia sangat terkenal. Karangan Ibnu Sina berjumlah lebih dari dua ratus buku, yang terkenal antara lain: 1. Asy Syifa, buku ini adalah buku filsafat, terdiri atas empat bagian yaitu logika, fisika, matematika, dan metafisika. 2. Al-Qanun atau Canon of Medicine. Menurut penyebutan orang-orang barat, buku ini pernah diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan pernah menjadi buku standar untuk Universitas-universitas Eropa sampai akhir abad ke-17. Ibnu Rusyd. Dilahirkan di Cardova pada tahun 250 H/1126 M dan meninggal dunia tahun 675 H/1198 M. Dia dikenal di Eropa dengan nama Averoes. Dia adalah ahli filsafat yang dikenal dengan sebutan bapak Rasionalisme. Dia juga ahli ilmu hayat, ilmu fisika, ilmu falak, ilmu akhlak dan juga ilmu kedokteran, ilmu fikih. Karyanya antara lain: a. Fasul Maqal fima Baina al Hikmati Wasyari’at Minal Ittisal. b. Bidayatul Mujtahid c. Tahafutut Tahafud d. Fikih. Karangan beliau hingga kini masih banyak dijumpai di perpustakaan Eropa dan Amerika. b. Ahli Kedokteran Muslim
Hunain Ibnu Iskak, lahir pada tahun 809 M dan meninggal pada tahun 874 M. Beliau adalah dokter spesialis mata, karyanya adalah buku-buku tentang berbagai penyakit, dan banyak menerjemahkan buku-buku kedokteran yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab.
Ibnu Sina, di samping filosof juga sebagai tokoh kedokteran, bukunya yang sangat terkenal di bidang kedokteran adalah Al-Qanun Fi Al-tib dijadikan buku pedoman kedokteran di Universitas-universitas Eropa maupun negara-negara Islam.
Ibnu Qutaibah (828 M – 889 M) dengan hasil karyanya Uyun Al Akhbar yang berisi sejarah politik negeri-negeri Islam. At-Thabari (839 M – 923 M) menulis tentang sejarah para rasul dan raja-raja. Ibnu Khaldun (1332 M – 1406 M) hasil karyanya Al Ihbar banyaknya 7 jilid dan setiap jilidnya berisi 500 halaman.
- Imam Abu Hanifah (80 – 150 H/700 – 767 M) beliau menyusun madzhabnya yaitu madzhab Hanafi.
- Imam Malik Bin Anas, lahir di Madinah tahun 93 H/788 M dan meninggal di Hijaz pada tahun 170 H/788 M, beliau menyusun madzhab Maliki.
- Imam Syafii nama lengkapnya Muhammad bin Idris bin Syafi’i (150 – 204 H/767 – 802 M), sewaktu berumur 7 tahun sudah hafal Al Quran dan menyusun madzhabnya yaitu madzhab Syafi’i.
- Imam Hambali (164 – 241 H/780 – 855 M), beliau menyusun madzhabnya, yaitu madzhab Hambali.
Para mujtahidin mencurahkan segala kemampuannya untuk mendapatkan ilmu-ilmu praktis dalam syariat Islam sehingga umat Islam dengan mudah melaksanakannya.
- Rabi’ah Adawiyah (lahir di Baghdad tahun 714 M ajaran tasawufnya dinamakan ‘Mahabbah’.
- Abu Hamid bin Muhammad bin ahmad Ghozali (1059– 111 M) - hasil karyanya yang terkenal adalah ‘Ihya Ulumuddin’.
- Abdul Farid Zunnu Al Misri, lahir tahun 156 H/773 M – 245 H/860 M), beliau dapat membaca Hieroglif yang ditinggalkan di zaman Firaun (Mesir).
0 Response to "Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Bani Abbasiyah"
Post a Comment