Peninggalan Kerajaan Tulang Bawang



Tuliskan Sumber Sumber Sejarah Yang Menceritakan Tentang

Kerajaan Tulang Bawang Lampung

Mujahidin besar untuk daerah Lampung MINAK KEMALA BUMI telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Hi. Pejurit Hidayatullah telah pergi ke kampung Abadi, suatu perkampungan yang tiada akan rusak oleh bencana apapun juga.

Kapankah beliau wafat dan dimana dimakamkan pemimpin Islam, Raja penutup Kerajaan Tulang Bawang, yang selama ini tabir riwayatnya tersembunyi di malam-kelam dari sorotan sejarah buku Kebangsaan. Tahun, tanggal, hari dan jam kepulangan beliau ini kedaerah asalnya tak satupun yang dapat memberikan penjelasan yang konkret, dikira-kirakan ujung akhir abad ke XV M.

Beliau tak ingin namanya tercantum dalam buku penjelajahan Belanda yang menginjakkan kakinya pertama ke Bumi Indonesia pada tahun 1602 (VOC) yang menanamkan penjajahan di bidang ekonomi. Adapun makam beliau berada disuatu kampung yang terpencil dan sunyi dari dunia ramai, jauh dari segala perhubungan, suatu desa yang berkesedihan sepanjang zaman merintih meratap mengingatkan kebesarannya pada masa silam.

Kampung yang tertua di daerah Tulang Bawang, kampung yang sering didatangi dan dikunjungi oleh orang-orang dari luar tempat mereka menyampaikan nazar dan niat, kampung yang pada zaman-zaman itu merupakan kampung penziarahan, dikampung inilah MINAK KEMALA BUMI tidur selamanya, PAGAR DEWA inilah kampungnya.

Di kampung ini pula tempatnya Tuan Rio Mangku Bumi beristirahat menenangkan diri bersama-sama hamba-hamba Allah lainnya dalam menantikan pengadilan yang seadil-adilnya dari Allah Tuhan Azza Wadjjalla.Demikian pula Tuan PUTERI BALAU permaisuri MINAK KEMALA BUMI juga berada di desa ini, terpisah dan terpencil dari kerajaan ayahanda Ratu Balau, bersemayam dan bersemadi menanti hari akhir menunggu penentuan Allah.

Begitu juga Sultan Haji Syech Moh. Syaleh Dalam Mansyur salah seorang anak keturunan Sultan Maulana Hasanuddin, mengasingkan diri dari Banten ikut berkemah bersama-sama putra cicit Maulana Hasanuddin lainnya yang gugur dalam peperangan Gayau di daratan kampung Pagar Dewa ini, disinilah mereka melepaskan lelah mereka yang terakhir dan meletakkan batu-batu nisan tanda mereka telah mendahului kita.

Pada abad ke XIX di Pagar Dewa digemparkan oleh suatu peperangan Gayau, peperangan ini adalah perlawanan penduduk Pagar Dewa melawan Pemerintahan koloniala Belanda yang ingin menghasut dan mengadu domba sesama suku di daerah ini, disamping ini rakyat Pagar Dewa yang fanatik akan Agama Islam memang benci melihat orang-orang kafir seperti Belanda timbullah amarah rakyat dan terjadilah peperangan Gayau lebih kurang 7 hari 7 malam lamanya dibawah pimpinan anak-anak Sultan Haji Syech Moch. Dalam Mansyur antara lain Hi. Abdullatif, Hi. Moh Umar Nabak Bayou dan Tubagus Syukur.

Kemarahan rakyat ini semakin menjadi setelah hilangnya Raden Muhammmad Cucunda Sultan Haji Syech Moh. Syaleh Dalam Mansyur, yang dalam beberapa waktu, waktu Raden Muhammad ini ditimbulkan kembali oleh Belanda. Ternyata bukan Raden Muhammad yang sebenarnya, akibat peristiwa ini di Bawang Gayau sebelah ujung kampung Pagar Dewa meletuslah peristiwa perang Gayau ini.

Masih banyak lagi yang terjadi setelah meninggalnya Hi. Pejurit Hidayatullah, ini suatu pertanda bahwa daerah ini adalah suatu daerah yang benar-benar beriwayat dan bersejarah. Dalam buku Basati dkk pada tahun 1682 untuk pertama kalinya Belanda mengarungi sungai Tulang Bawang dan disini mendirikan Loji (gudang) tempat penimbunan hasil-hasil bumi daerah ini.

Sebelum kedatangan Belanda ini di sungai Tulang Bawang telah dimasuki oleh pasukan Sultan Iskandar dari Aceh dalam maksud untuk mengumpulkan hasil-hasil bumi daerah sebagaimana kita ketahui diatas, Aceh memang suatu daerah yang serba lebih dahulu maju, lebih dahulu menerima kedatangan Agama Islam dan lebih dahulu pula mengadakan hubungan dengan luar negeri daripada daerah-daerah lainnya di Indonesia.

Oleh karena itu heran kalau mereka sampai masuk ke daerah ini yang begitu jauh dari negeri asal mereka sebelah utara pulau Sumatera.

Suatu hal yang tidak terlupa olah kenangan riwayat daerah ini dengan timbulnya peperangan Aceh Belanda di sungai Tulang Bawang, pada akhir abad ke XVII.

Setelah pasukan Sultan Aceh melihat kedatangan Belanda kemari, maka timbullah persaingan dagang antara kedua bangsa yang memang sudah lama musuh bebuyutan antara Belanda dan Aceh. Pasukan Sultan Aceh tidak senang atas kedatangan Belanda ini, demikian juga orang Belanda tidak meras puas bila orang-orang Aceh berdagang dan berusaha di Tulang Bawang.

Kemarahan dari kedua pihak tak tertahan lagi, maka meletuslah Perang Aceh-Belanda di sungai Tulang Bawang, disuatu tempat yang terletak antara Pagar Dewa dengan Negeri Besar. Mengingat Aceh adalah keturunan bangsa dan seagama, maka dengan sendirinya penduduk Pagar Dewa sekitarnya turun tangan memberikan bantuan kepada pasukan Aceh. Dari kejadian ini rakyat Pagar Dewa/Tulang Bawang seluruhnya mulai menaruh benci kepada Belanda dan bangsa kafir pada umumnya terlihat waktu peperangan di Pulau Daging dekat Menggala akhir abad XVIII.

Berhubung pasukan Sultan Aceh sangat sedikit begitu juga alat senjata mereka masih sangat sederhana sekali, hal yang ditunggu-tunggu oleh Belanda membuahkan kenyataan dengan kekalahan dipihak Sultan Aceh pada tahun 1704 (apa hubungan lada hitam Lampung dan aceh)

Mulailah Belanda membusungkan dada, tak ada lagi yang merongrong mereka dalam mengeruk hasil bumi di daerah ini, yang pada masa itu kota Menggala merupakan Bandar Pelabuhan sungai Tulang Bawang, satu-satunya pelabuhan luar dan dalam negeri di daerah Lampung.

Kota Menggala memang sejak zamannya Minak KEMALA BUMI dijadikan beliau kota pusat pertahanan musuh yang akan menyerang Kerajaan Tulang Bawang, yang pada masa itu satu-satunya panglima yang terpercaya tangguh dan gagah berani, pemegang kunci kekuatan Kerajaan Tulang Bawang di zaman Minak KEMALA BUMI adalah Minak Ngegulung yang makamnya sampai sekarang di Ujung Gunung Kota Menggala dan Minak Ngecang Bumi.

Pada tahun 1738 Belanda bukan lagi mendirikan loji bahkan semakin diperkuatnya dengan mendirikan Benteng Fort Volkenoog di Bumi Agung Way Kanan, hal ini nyata bahwa Belanda menunggu saat yang baik untuk memproklamirkan penjajahannya di Lampung. Dalam kandungan abad XVII timbul pemberontakan kecil-kecilan namun dapat dipadamkan Belanda secara diam-diam.

Sekitar abad ke XVIII dari Tiongkok untuk kedua kalinya menjelajah Tulang Bawang, penjelajahan yang pertama dilakukan oleh pendeta I Tsing dalam perjalanannya menuju India singgah ke sungai Tulang Bawang.Menurut buku Basati dkk pada tahun 671 pendeta ini mengadakan pencatatan-pencatatan tentang Kerajaan Tulang Bawang, ternyata Kerajaan ini rakyatnya lebih maju dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang dikunjunginya dalam perjalanan menuju India untuk memperdalam agama Budha disana.

Dikatakan pendeta ini bahwa di Tulang Bawang penduduknya telah pandai membuat gula dan alat senjata dari besi. Lain halnya dengan kedatangan seorang Tiongkok pada pertengahan abad ke XVIII dengan sebuah kapal dibawah pimpinan kapten Tuhlang Fuhweng untuk mengeruk hasil bumi dengan cara kekerasan.

Sudah barang tentu rakyat Menggala marah akan tindakan Cina kafir ini, maka terjadilah perlawanan/peperangan melawan pasukan kapten kapal ini, yang dibawah pimpinan Panglima Minak Sengaji dan Minak Geti yang sekarang menurunkan Marga Buai Bulan dan Swai umpu di Menggala.

Perlawanan ini tak terpadam oleh siapapun juga, mayat bangkai satu kapal Cina itu dilemparkan keatas sebuah Pulau dekat Ujung Gunung yang sekarang terkenal dengan nama Pulau Daging, demikian juga bangkai/tengkorak kapal Cina ini menurut keterangan tenggelam juga di dekat pulau ini.

Tidak lama dari kejadian ini Belanda meresmikan penjajahannya di Lampung pada tahun 1808 (Buku Basati dkk) dalam bukunya dijelaskan bahwa kepala pemerintahan Belanda berpangkat Asisten Residen dan berkekedudukan di Menggala, mulai dari pencanangan penjajahan Belanda ini semakin kukuhlah cengkraman kuku Belanda di bidang Ekonomi dan Politik di daerah Lampung.

Dari saat itu Menggala dijadikan VEM pelemparan lada Lampung ke Amsterdam yang dapat membendung dan mengedam negeri Belanda yang dikenal dibawah permukaan laut, adalah lada hitam Lampung, justru itulah menggala dikenal Lampung Black dan Paris van Lampung.

Dari abad ke abad terus menerus sejak peninggalan Minak Kemala Bumi hingga ke abad XIX dan XX ini Lampung tak lekang dari kesibukan-kesibukan sejarah kebangsaan yang sekalipun sejarahnya hanya tercatat dalam ingatan riwayat belaka.

Tahun 1808 adalah tahun sejarah Lampung yang ditulis dengan tinta hitam, tahun perletakan batu pertama penjajahan di sungai Tulang Bawang khususnya dan Lampung pada umumnya. Negeri Belanda adalah jajahan Perancis dan dibawah pimpinan NAPOLEON BONA PARTE LODWIJK Napoleon memerintahkan Daenels sebagai gubernur Jendral untuk Indonesia yang berkedudukan di Jawa,mulai saat inilah Indonesia terkenal dibawah pemerintahan REPUBLIK BATAF.

Sedangkan sebelum tahun 1808 Belanda telah memasuki Lampung di sungai Tulang Bawang pada tahun 1682, dalam tahun ini Banten menandatangani suatu perjanjian yang diadakan oleh Sultan Haji ini merugikan Banten dan Lampung.

Pendaratan di Banten tahun 1682 dalam bulan Maret dibawah pimpinan DE SAINT MARTINS, sedangkan untuk daerah Lampung dikirim oleh Desaint Martin KAPTEN TACKS dalam pengumpulan hasil bumi terutama lada disungai Tulang Bawang inilah kapten Tack berhadapan dengan Pasukan Sultan Iskandar dari Aceh yang mengakibatkan pertempuran di bawang-aceh dekat kota Pagar Dewa.

Selangkah lagi kita mundur ke belakang, di dalam buku MD. MUMARTO menjelaskan pada tahun 1596 Banten minta bantuan kepada Belanda untuk menyerang Palembang karena pada waktu itu antara banten dan Palembang bermusuhan.

Armada Belanda yang mendarat di Banten pada tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman menolak ajakan Banten tesebut berhubung Belanda datang ke Banten bukan untuk berperang tetapi untuk berdagang.

Sultan Banten mengusir Belanda dan Belanda pergi ke Maluku, dalam tahun itu Banten bermusuhan dengan Palembang ditambah pula bermusuhan dengan Belanda. Kalau kita hubungkan dengan semasa Minak Kemala Bumi dalam pertengahan abad ke XVI, yang sekalipun beliau sudah menunaikan ibadah haji di Mekah tahun1555 hasrat membalas dendam masih juga direncanakan beliau terhadap raja Palembang.

Coba kita teliti sejarah Banten Lampung yang tersirat antara Maulana Hasanuddin dengan Minak Kemala Bumi. Ada apa Banten sampai ingin membalas dendam pula dengan Palembang dalam abad yang sama (abad ke XVI). Apa yang dimaksudkan oleh Minak kemala bumi pada Maulana hasanuddin “JA SIRA JAISUN, JAISUN- JASIRA” yang lebih kurang artinya “ Kamu adalah saya dan saya adalah kamu”.Banyak kejadian-kejadian yang kita dapati dari Raja Penutup Tulang Bawang dan Raja Pembukaan Agama Islam di Lampung, yang kita kenal dengan nama Hi. Pejurit Hidayatullah Kang Gerebeh Pemangku Tulang Bawang.

Kalau di Banten penghancur kerajaan Hindu Pajajaran adalah Pangeran Yusuf, putera Maulana Hasanuddin pada tahun 1579 dengan menyerahnya Prabu Sedah Raja Hindu Pajajaran yang sisa dari pengikut-pengikutnya tak ingin menyerah adalah orang badui di CEBEO, Banten. Di Lampung pada tahun 1555 sepulang Minak Kemala Bumi dari Mekkah riwayatnya agama Hindu di Tulang Bawang/ Lampung. Demikian juga di Banten, pembukaan Agama Islam adalah Fatahillah yang terkenal dengan nama Falatehan, lebih dikenal lagi Sunan Gunung Jati; diatas tangan beliaulah Banten/Jawa Barat dibukanya pintu Islam disini dengan sebuah kunci keramat bernomor 1527.

Daerah Lampung yang pada waktu itu fanatik sekali terhadap kepercayaan animisme/Hindu terbuka juga kunci sakti Hi. Pejurit Hidayatullah yang bernomorkan RUKUN ISLAM, WALI LIMA dan PANCASILA terbuhul dalam satu tiang “ESA” kunci itu ialah; Satu, Lima. Lima, Lima ( Tahun 1555). Justru itu Zainal Arifin Abbas dan Basati dkk menjuluki Minak Kemala Bumi adalah Raja Lampung dan Raja pertama di Lampung, dalam bukunya masing-masing halaman 649 dan 88.Kalau kedua pengarang ini telah menjuluki beliau demikian, apa gelar “AMIRUL MU’MININ KHALIFATULLAH TANAH LAMPUNG”.

Semoga Allah SWT dapat mengabulkan niat yang baik ini dari hati segenap rakyat Lampung, beliau sanggup menghancurkan agama Hindu yang sangat kuat di daerah ini, beliau berkorban bersama nenek moyang yang sudah turun-temurun termasuk beliau sendiri menganutnya sebelum ke tanah suci Mekkah, tak ragu-ragu dengan segala konsekuensinya beliau hadapi kemarahan rakyat Tulang Bawang pada waktu itu, beliau tinggalkan kebangsawanannya sekalipun rakyatnya masih mengangkat beliau sebagai Raja, tak peduli segalanya itu, yang penting beliau membawa rakyatnya ke jalan yang benar, jalan yang diridhoi Allah, Amien

Gallery Peninggalan Kerajaan Tulang Bawang

10 Koleksi Museum Lampung Dan Penjelasannya Lengkap

Index Of Wp Content Uploads 2014 10

Miniatur Candi Taman Mini Tulangbawang Jadi Primadona Objek

5 Apa Faktor Penyebab Runtuhnya Kerajaan Tulang Bawang 6 Apa

Tinggalan Sejarah Di Tulang Bawang Balai Pelestarian Nilai

Kerajaan Sriwijaya Sejarah Sumber Masa Penyebab Raja

Kerajaan Tulang Bawang Essays Theses

Sejarah Kerajaan Tulangbawang Lampung Youtube

Patipi Kerajaan Prov Papua Barat Kab Fak Fak

Kerajaan Tulang Bawang Lampung Peninggalan Peninggalan

Kerajaan Kediri Singasari Majapahit Buleleng Tulang

Kerajaan Sriwijaya Raja Masa Kejayaan Runtuhnya Peninggalan

Kerajaan Tulang Bawang Lampung Transmigrasi Imigrasi

Kerajaan Kutai Tulang Bawang Kota Kapur

Kajian Asal Usul Melayu Kaum Siaran Facebook

Inilah Salah Satu Peninggalan Kerajaan Banjar Yang Masih

Opini Amanat Prasasti Talang Tuo Dan Taman Sriwijaya Untuk

Keroyokangituaja Hash Tags Deskgram

Kerajaan Kediri Singasari Majapahit Buleleng Tulang

78 Best Regal Crown Images Indonesian Art Crown Ancient

13 Kerajaan Hindu Budha Di Indonesia Beserta Peninggalan

Makalah Kerajaan Tulang Bawang Download Doc Pdf Lengkap

6 Sejarah Peninggalan Kerajaan Tulang Bawang Di Lampung

Tugas Sejarah

Lampung Sakti Kerajaan Tulang Bawang

Menyusuri Kerajaan Tulang Bawang

Kerajaan Tulang Bawang Asyraaf

Ppt Kerajaan Tulang Bawang Ikhsan Firdaussalam Academia Edu


0 Response to "Peninggalan Kerajaan Tulang Bawang"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel