Permendagri Tentang Kode Rekening Belanja Daerah Terbaru
Permendagri nomor 38 tahun 2018
-
Be the first to like this
- 1. MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 308 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan ketentuan Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2019;
- 2. - 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
- 3. - 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2019. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. 2. Pedoman Penyusunan APBD adalah pokok kebijakan sebagai petunjuk dan arah bagi Pemerintah Daerah dalam penyusunan, pembahasan dan penetapan APBD. 3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Kepala Daerah adalah Gubernur dan Bupati/Wali Kota.
- 4. - 4 - Pasal 2 (1) Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2019 meliputi: a. sinkronisasi kebijakan Pemerintah Daerah dengan kebijakan pemerintah; b. prinsip penyusunan APBD; c. kebijakan penyusunan APBD; d. teknis penyusunan APBD; dan e. hal khusus lainnya. (2) Uraian Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2019 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
- 5. - 5 - Pasal 3 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal Mei 2018 Diundangkan di Jakarta pada tanggal BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM W. SIGIT PUDJIANTO NIP. 19590203 198903 1 001 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA ttd TJAHJO KUMOLO DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA Ttd WIDODO EKATJAHJANA
- 6. - 5 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2019 URAIAN PEDOMAN PENYUSUNAN APBD TAHUN ANGGARAN 2019 I. Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dengan Kebijakan Pemerintah Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2019 merupakan penjabaran tahun kelima pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang memuat sasaran, arah kebijakan, dan strategi pembangunan. Penyusunan RKP merupakan upaya dalam menjaga kesinambungan pembangunan terencana dan sistematis yang dilaksanakan oleh masing-masing maupun seluruh komponen bangsa dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia secara optimal, efisien, efektif dan akuntabel dengan tujuan akhir meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat secara berkelanjutan. Penyusunan RKP Tahun 2019 dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan Tematik, Holistik, Integratif, dan Spasial, serta kebijakan anggaran belanja berdasarkan money follows program dengan cara memastikan hanya program yang benar-benar bermanfaat yang dialokasikan dan bukan sekedar karena tugas fungsi Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. Hal ini mengisyaratkan bahwa pencapaian prioritas pembangunan nasional memerlukan adanya koordinasi dari seluruh pemangku kepentingan, melalui pengintegrasian
- 7. - 6 - prioritas nasional/program prioritas/kegiatan prioritas yang dilaksanakan dengan berbasis kewilayahan. RKP Tahun 2019 dimaksudkan sebagai pedoman bagi Kementerian/Lembaga dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja) Tahun 2019 dan menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2019. RKPD digunakan sebagai pedoman dalam proses penyusunan rancangan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2019. Berkaitan dengan itu, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota harus mendukung tercapainya 5 (lima) prioritas pembangunan nasional sesuai dengan potensi dan kondisi masing- masing daerah, mengingat keberhasilan pencapaian prioritas pembangunan nasional dimaksud sangat tergantung pada sinkronisasi kebijakan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah dan antara pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah dan pemerintah provinsi yang dituangkan dalam RKPD. 5 (lima) prioritas pembangunan nasional Tahun 2019 dimaksud, meliputi: 1. Pembangunan manusia melalui pengurangan kemiskinan dan peningkatan pelayanan dasar; 2. Pengurangan kesenjangan antar wilayah melalui penguatan konektivitas dan kemaritiman; 3. Peningkatan nilai tambah ekonomi melalui pertanian, industri dan jasa produktif; 4. Pemantapan ketahanan energi, pangan, dan sumber daya air melalui pelestarian lingkungan; dan 5. Stabilitas keamanan nasional dan kesuksesan pemilu. Untuk itu, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam menyusun RKPD Tahun 2019 mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2018 tentang Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2019.
- 8. - 7 - Sinkronisasi kebijakan Pemerintah Daerah dan pemerintah lebih lanjut dituangkan dalam rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang disepakati bersama antara Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai dasar dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019. KUA dan PPAS pemerintah provinsi Tahun 2019 berpedoman pada RKPD Tahun 2019 masing-masing provinsi yang telah disinkronisasikan dengan RKP Tahun 2019, sedangkan KUA dan PPAS pemerintah kabupaten/kota berpedoman pada RKPD Tahun 2019 masing-masing kabupaten/kota yang telah disinkronisasikan dengan RKP Tahun 2019 dan RKPD provinsi Tahun 2019. Hasil sinkronisasi kebijakan tersebut dicantumkan pada PPAS sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sesuai format Tabel 1 dan Tabel 2 sebagai berikut:
- 9. - 8 - Tabel 1 Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dengan Prioritas Pembangunan Nasional No Prioritas Nasional Uraian Alokasi Anggaran Belanja (Rp) Juml ah (Rp) Progr am Belanja Pegawai, Bunga, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, Bagi Hasil, Bantuan Keuangan, Belanja Tidak Terduga Prog ram Belanja Pegawai, Bunga, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, Bagi Hasil, Bantuan Keuangan, Belanja Tidak Terduga 1 2 3 4 5 6 7=5+6 1. 2. 3. Pembangunan manusia melalui pengurangan kemiskinan dan peningkatan pelayanan dasar; Pengurangan kesenjangan antar wilayah melalui penguatan konektivitas dan kemaritiman; Peningkatan nilai tambah ekonomi melalui pertanian, industri dan jasa produktif;
- 10. - 9 - 4. 5. Pemantapan ketahanan energi, pangan, dan sumber daya air melalui pelestarian lingkungan; dan Stabilitas keamanan nasional dan kesuksesan pemilu Keterangan: 1. Kolom 3 diisi nama program pada urusan pemerintahan daerah; 2. Kolom 4 diisi jenis belanja pada kelompok belanja tidak langsung; 3. Kolom 5 diisi alokasi anggaran belanja tersebut pada kolom 3; 4. Kolom 6 diisi alokasi anggaran belanja tersebut pada kolom 4; dan 5. Kolom 7 diisi jumlah anggaran yang tercantum pada kolom 5 dan kolom 6. Tabel 2 Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota dengan Prioritas Pembangunan Provinsi No Prioritas Provinsi Alokasi Anggaran Belanja Jumlah (Rp) Belanja Langsung (Rp) Belanja Tidak Langsung (Rp) 1 2 3 4 5=3+4 1. 2. 3. dst. Keterangan: 1. Kolom 2 diisi prioritas provinsi; 2. Kolom 3 diisi jumlah anggaran belanja langsung; 3. Kolom 4 diisi jumlah anggaran belanja tidak langsung; dan 4. Kolom 5 diisi jumlah anggaran yang tercantum pada kolom 3 dan kolom 4.
- 11. - 10 - Berkaitan dengan itu, pemerintah daerah juga mencantumkan alokasi anggaran dalam PPAS berdasarkan prioritas daerah yang tercantum pada RKPD Tahun 2019 sesuai format Tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3 Alokasi Anggaran Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan Prioritas Daerah Tahun 2019 No Prioritas Provinsi dan Kabupaten/Kota Alokasi Anggaran Belanja Jumlah (Rp) Belanja Langsung (Rp) Belanja Tidak Langsung (Rp 1 2 3 4 5=3+4 1. 2. 3. dst. Keterangan: 1. Kolom 2 diisi prioritas masing-masing pemerintah daerah; 2. Kolom 3 diisi jumlah anggaran belanja langsung; 3. Kolom 4 diisi jumlah anggaran belanja tidak langsung; dan 4. Kolom 5 diisi jumlah anggaran yang tercantum pada kolom 3 dan kolom 4. II. Prinsip Penyusunan APBD Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2019 didasarkan prinsip sebagai berikut: 1. sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah; 2. tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat; 3. tepat waktu, sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; 4. transparan, untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD; 5. partisipatif, dengan melibatkan masyarakat; dan 6. tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya.
- 12. - 11 - III. Kebijakan Penyusunan APBD Kebijakan yang perlu mendapat perhatian pemerintah daerah dalam penyusunan APBD Tahun Anggaran 2019 terkait dengan pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah adalah sebagai berikut: 1. Pendapatan Daerah Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2019 merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya. a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari PAD memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Penganggaran pajak daerah dan retribusi daerah: a) Peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing. b) Penetapan target pajak daerah dan retribusi daerah harus didasarkan pada data potensi pajak daerah dan retribusi daerah di masing-masing pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota serta memperhatikan perkiraan pertumbuhan ekonomi pada Tahun 2019 yang berpotensi terhadap target pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah serta realisasi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah tahun sebelumnya. Untuk itu, Pemerintah Daerah harus melakukan upaya peningkatan pendapatan daerah yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah, mengingat tren peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah selama 5 tahun mulai dari Tahun Anggaran 2014 sampai dengan Tahun Anggaran 2018 secara nasional meningkat rata-rata sebesar Rp12,38 triliun atau 7,67%, dengan uraian untuk pemerintah provinsi rata- rata meningkat sebesar Rp6,40 triliun atau 5,84% dan untuk pemerintah kabupaten/kota rata-rata meningkat sebesar
- 13. - 12 - Rp5,98 triliun atau 12,01%. Tren proporsi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total pendapatan asli daerah selama 5 tahun mulai dari Tahun Anggaran 2014 sampai dengan Tahun Anggaran 2018 secara nasional rata-rata sebesar 76,37%, dengan uraian untuk pemerintah provinsi rata-rata sebesar 87,17% dan untuk pemerintah kabupaten/kota rata-rata sebesar 59,76%. Selanjutnya, tren proporsi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total pendapatan selama 5 tahun mulai dari Tahun Anggaran 2014 sampai dengan Tahun Anggaran 2018 secara nasional rata- rata sebesar 17,87%, dengan uraian untuk pemerintah provinsi rata-rata sebesar 41,78% dan untuk pemerintah kabupaten/kota rata-rata sebesar 7,76%. c) Dalam rangka mengoptimalkan pendapatan daerah yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah, pemerintah daerah harus melakukan kegiatan penghimpunan data obyek dan subyek pajak daerah dan retribusi daerah, penentuan besaran pajak daerah dan retribusi daerah yang terhutang sampai dengan kegiatan penagihan pajak daerah dan retribusi daerah kepada wajib pajak daerah dan retribusi daerah serta pengawasan penyetorannya. d) Pendapatan yang bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor paling sedikit 10% (sepuluh persen), termasuk yang dibagihasilkan kepada kabupaten/kota, dialokasikan untuk mendanai pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 8 ayat (5) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009. e) Pendapatan yang bersumber dari Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
- 14. - 13 - Selanjutnya, pelayanan kesehatan masyarakat yang didanai dari pajak rokok mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam rangka mendukung pendanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemerintah daerah menggunakan pendapatan yang bersumber dari pajak rokok yang merupakan bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari alokasi pelayanan kesehatan yang ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Pajak Rokok Untuk Pendanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2016. f) Pendapatan yang bersumber dari Pajak Penerangan Jalan sebagian dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 56 ayat (3) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009. g) Pendapatan yang bersumber dari Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing dialokasikan untuk mendanai penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, biaya dampak negatif dari perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing, dan kegiatan pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja lokal dan diatur dalam peraturan daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012. h) Pendapatan yang bersumber dari Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dialokasikan untuk mendanai peningkatan kinerja lalu lintas dan peningkatan pelayanan angkutan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012.
- 15. - 14 - i) Retribusi pelayanan kesehatan yang bersumber dari hasil klaim kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diterima oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada SKPD yang belum menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan-Badan Layanan Umum Daerah (PPK- BLUD), dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan PAD, jenis pendapatan Retribusi Daerah, obyek pendapatan Retribusi Jasa Umum, rincian obyek pendapatan Retribusi Pelayanan Kesehatan. j) Pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang diatur dalam undang- undang sebagaimana maksud Pasal 286 ayat (2) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. k) Pemerintah daerah dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, dan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan impor/ekspor sebagaimana maksud Pasal 7 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 2) Penganggaran hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan memperhatikan potensi penerimaan Tahun Anggaran 2019 dengan memperhitungkan rasionalitas nilai kekayaan daerah yang dipisahkan dan memperhatikan perolehan manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu, dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Daerah. Pengertian rasionalitas dalam konteks hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan: a) bagi Badan Usaha Milik Daerah yang menjalankan fungsi pemupukan laba (profit oriented) adalah mampu menghasilkan keuntungan atau deviden dalam rangka meningkatkan PAD; dan
- 16. - 15 - b) bagi Badan Usaha Milik Daerah yang menjalankan fungsi kemanfaatan umum (public service oriented) adalah mampu meningkatkan baik kualitas maupun cakupan layanan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3) Penganggaran Lain-lain PAD Yang Sah: a) Pendapatan hasil pengelolaan dana bergulir sebagai salah satu bentuk investasi jangka panjang non permanen, dianggarkan pada akun Pendapatan, kelompok PAD, jenis Lain-lain PAD Yang Sah, obyek Hasil Pengelolaan Dana Bergulir, rincian obyek Hasil Pengelolaan Dana Bergulir dari Kelompok Masyarakat Penerima. b) Pendapatan bunga atau jasa giro dari dana cadangan, dianggarkan pada akun Pendapatan, kelompok PAD, jenis Lain-lain PAD Yang Sah, obyek Bunga atau Jasa Giro Dana Cadangan, rincian obyek Bunga atau Jasa Giro Dana Cadangan sesuai peruntukannya. c) Pendapatan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) milik Pemerintah Daerah yang belum menerapkan PPK-BLUD, dianggarkan pada akun Pendapatan, kelompok PAD, jenis Lain-lain PAD Yang Sah, obyek Dana Kapitasi JKN pada FKTP, rincian obyek Dana Kapitasi JKN pada masing-masing FKTP dengan mempedomani Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada FKTP Milik Pemerintah Daerah dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900/2280/SJ tanggal 5 Mei 2014 Hal Petunjuk Teknis Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan serta Pertanggungjawaban Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada FKTP Milik Pemerintah Daerah. d) Pendapatan atas denda pajak daerah dan retribusi daerah dianggarkan pada akun Pendapatan, kelompok PAD, jenis Lain-lain PAD Yang Sah dan diuraikan ke dalam obyek dan rincian obyek sesuai kode rekening berkenaan.
- 17. - 16 - e) Pendapatan dari pengembalian dianggarkan pada akun Pendapatan, kelompok PAD, jenis Lain-lain PAD Yang Sah dan diuraikan ke dalam obyek dan rincian obyek sesuai kode rekening berkenaan. b. Dana Perimbangan Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari dana perimbangan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Penganggaran Dana Bagi Hasil (DBH) a) Pendapatan dari DBH-Pajak yang terdiri atas DBH-Pajak Bumi dan Bangunan (DBH-PBB) selain PBB Perkotaan dan Perdesaan, dan DBH-Pajak Penghasilan (DBH-PPh) yang terdiri dari DBH-PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 21 dianggarkan sesuai Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-Pajak Tahun Anggaran 2019. Apabila Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-Pajak Tahun Anggaran 2019 belum ditetapkan, penganggaran pendapatan dari DBH-Pajak didasarkan pada tren realisasi pendapatan DBH-Pajak 3 (tiga) tahun terakhir yaitu Tahun Anggaran 2017, Tahun Anggaran 2016 dan Tahun Anggaran 2015. Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-Pajak Tahun Anggaran 2019 ditetapkan dan/atau terdapat perubahan setelah Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi DBH-Pajak dimaksud pada Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 atau dicantumkan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019.
- 18. - 17 - b) Pendapatan dari DBH-Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) dianggarkan sesuai Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Rincian DBH-CHT menurut provinsi/kabupaten/kota Tahun Anggaran 2019. Apabila Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Rincian DBH-CHT menurut provinsi/kabupaten/kota Tahun Anggaran 2019 belum ditetapkan, penganggaran pendapatan DBH-CHT didasarkan pada tren realisasi pendapatan DBH- CHT 3 (tiga) tahun terakhir yaitu Tahun Anggaran 2017, Tahun Anggaran 2016 dan Tahun Anggaran 2015. Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Rincian DBH-CHT menurut provinsi/kabupaten/kota Tahun Anggaran 2019 ditetapkan dan/atau terdapat perubahan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi DBH-CHT dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2019 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 atau dicantumkan dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019. c) Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH-SDA) yang terdiri dari DBH-Kehutanan, DBH-Pertambangan Mineral dan Batubara, DBH-Perikanan, DBH-Minyak Bumi, DBH-Gas Bumi, dan DBH-Pengusahaan Panas Bumi dianggarkan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-SDA Tahun Anggaran 2019.
- 19. - 18 - Apabila Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai alokasi DBH-SDA Tahun Anggaran 2019 belum ditetapkan, penganggaran pendapatan dari DBH-SDA didasarkan pada tren realisasi pendapatan DBH-SDA 3 (tiga) tahun terakhir, yaitu Tahun Anggaran 2017, Tahun Anggaran 2016 dan Tahun Anggaran 2015, dengan mengantisipasi kemungkinan tidak stabilnya harga dan hasil produksi (lifting) minyak bumi dan gas bumi Tahun Anggaran 2019. Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 mengenai Alokasi DBH-SDA diluar Dana Reboisasi yang merupakan bagian dari DBH- Kehutanan atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-SDA di luar Dana Reboisasi yang merupakan bagian dari DBH Kehutanan ditetapkan dan/atau terdapat perubahan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019 ditetapkan, pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi DBH-SDA dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019. Apabila terdapat pendapatan lebih DBH-SDA di luar Dana Reboisasi Tahun Anggaran 2019 seperti pendapatan kurang salur tahun-tahun sebelumnya atau selisih pendapatan Tahun Anggaran 2018, pendapatan lebih tersebut dianggarkan dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019. d) Pendapatan DBH-Pajak, DBH-CHT dan DBH-SDA untuk daerah induk dan daerah otonom baru karena pemekaran, didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan. 2) Penganggaran Dana Alokasi Umum (DAU) DAU dianggarkan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019. Dalam hal Peraturan
- 20. - 19 - Presiden dimaksud belum ditetapkan, penganggaran DAU didasarkan pada alokasi DAU Tahun Anggaran 2018. Apabila Peraturan Presiden ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019 ditetapkan, pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi DAU dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 atau dicantumkan dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2019. 3) Penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) DAK dianggarkan sesuai Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau informasi resmi mengenai alokasi DAK Tahun Anggaran 2019 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan. Dalam hal Rancangan KUA dan Rancangan PPAS disepakati bersama antara kepala daerah dengan DPRD sebelum Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau sebelum adanya informasi resmi mengenai alokasi DAK Tahun Anggaran 2019 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan, penganggaran DAK langsung ditampung dalam mekanisme pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019. Apabila Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau informasi resmi mengenai alokasi DAK Tahun Anggaran 2019 melalui portal Kementerian Keuangan dipublikasikan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menganggarkan DAK dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2019 dengan pemberitahuan kepada pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD tahun anggaran 2019 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan perubahan APBD tahun anggaran 2019.
- 21. - 20 - c. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Dana Otonomi Khusus dianggarkan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi Dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2019. Apabila Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi Dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2019 belum ditetapkan, maka penganggaran Dana Otonomi Khusus tersebut didasarkan pada alokasi Dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2018 dengan memperhatikan realisasi Tahun Anggaran 2017. Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi Dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2019 tersebut ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan Dana Otonomi Khusus dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2019 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019. 2) Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2019 dianggarkan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2019. Apabila Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai
- 22. - 21 - Alokasi Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2019 belum ditetapkan, penganggaran Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi tersebut didasarkan pada penganggaran Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2018 dengan memperhatikan realisasi Tahun Anggaran 2017. Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2019 tersebut ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019 ditetapkan, pemerintah daerah harus menyesuaikan Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2019 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019. 3) Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Papua Barat dianggarkan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi Dana Tambahan Infrastruktur Tahun Anggaran 2019. Apabila Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi Dana Tambahan Infrastruktur Tahun Anggaran 2019 tersebut ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019 ditetapkan, pemerintah daerah harus menganggarkan Dana Tambahan Infrastruktur dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2019 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 atau
- 23. - 22 - dicantumkan dalam LRA apabila tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019. 4) Dana Keistimewaan Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dianggarkan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2019. Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2019 tersebut ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019 ditetapkan, pemerintah daerah harus menganggarkan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2019 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 atau dicantumkan dalam LRA jika tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2019. 5) Pendapatan Hibah Dana BOS yang diterima langsung oleh Satuan Pendidikan Negeri yang diselenggarakan kabupaten/kota pada APBD Tahun Anggaran 2019, mekanisme pencatatan dan pengesahan dana BOS dimaksud dianggarkan pada Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD), Akun Pendapatan, Kelompok Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, Jenis Hibah, Obyek Hibah Dana BOS, Rincian Obyek Hibah Dana BOS masing- masing Satuan Pendidikan Negeri sesuai dengan kode rekening berkenaan. Selanjutnya, terhadap sisa dana BOS Tahun Anggaran 2018 termasuk sisa dana BOS pada satuan pendidikan negeri yang diselenggarakan kabupaten/kota akibat lebih salur yang telah ditransfer oleh pemerintah provinsi, diperhitungkan pada APBD Provinsi Tahun Anggaran 2019.
- 24. - 23 - Terhadap sisa Dana BOS Tahun Anggaran 2018 termasuk sisa Dana BOS pada Rekening Kas Umum Daerah Provinsi akibat belum disalurkan pada Tahun Anggaran 2018 ke rekening satuan Pendidikan Dasar Negeri yang diselenggarakan kabupaten/kota, agar diperhitungkan pada APBD provinsi Tahun Anggaran 2019. 6) Dana desa dianggarkan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2019. Apabila Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2019 belum ditetapkan, maka penganggaran Dana Desa tersebut didasarkan pada penganggaran Dana Desa Tahun Anggaran 2018. Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2019 ditetapkan dan/atau terdapat perubahan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019 ditetapkan, pemerintah daerah harus menyesuaikan dana desa dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2019 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2019. 7) Pendapatan kabupaten/kota yang bersumber dari Bagi Hasil Pajak Daerah yang diterima dari pemerintah provinsi didasarkan pada penganggaran belanja Bagi Hasil Pajak Daerah dari pemerintah provinsi Tahun Anggaran 2019. Dalam hal penetapan APBD kabupaten/kota Tahun Anggaran 2019 mendahului penetapan APBD provinsi Tahun Anggaran 2019, penganggarannya didasarkan pada penganggaran Bagi Hasil Pajak Daerah Tahun Anggaran 2018 dengan memperhatikan realisasi Bagi Hasil Pajak Daerah Tahun Anggaran 2017,
- 25. - 24 - sedangkan bagian pemerintah kabupaten/kota yang belum direalisasikan oleh pemerintah provinsi akibat pelampauan target Tahun Anggaran 2018, ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2019. 8) Pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan, baik yang bersifat umum maupun bersifat khusus yang diterima dari pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota lainnya dianggarkan dalam APBD penerima bantuan, sepanjang sudah dianggarkan dalam APBD pemberi bantuan. Apabila pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan bersifat umum tersebut diterima setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan bantuan keuangan dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019. Apabila pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan bersifat khusus tersebut diterima setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan bantuan keuangan bersifat khusus dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2019 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019. 9) Pendapatan hibah yang bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya atau pihak ketiga, baik dari badan, lembaga, organisasi swasta dalam negeri/luar negeri, kelompok masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban pihak
- 26. - 25 - ketiga atau pemberi hibah, dianggarkan dalam APBD setelah adanya kepastian pendapatan dimaksud. Untuk kepastian pendapatan hibah yang bersumber dari pemerintah daerah lainnya tersebut didasarkan pada perjanjian hibah antara Kepala Daerah/pejabat yang diberi kuasa selaku pemberi dengan Kepala Daerah/pejabat yang diberi kuasa selaku penerima, sedangkan untuk penerimaan hibah yang bersumber dari pihak ketiga juga didasarkan pada perjanjian hibah antara pihak ketiga selaku pemberi dengan Kepala Daerah/pejabat yang diberi kuasa selaku penerima. Dari aspek teknis penganggaran, pendapatan tersebut di atas dianggarkan pada akun Pendapatan, kelompok Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, dan diuraikan ke dalam jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan masing-masing nama pemberi hibah sesuai kode rekening berkenaan. 10) Pendapatan sumbangan yang bersumber dari pihak ketiga, baik dari badan, lembaga, organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban pihak ketiga atau pemberi sumbangan, dianggarkan dalam APBD setelah adanya kepastian pendapatan dimaksud. Dari aspek teknis penganggaran, pendapatan tersebut di atas dianggarkan pada akun Pendapatan, kelompok Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, dan diuraikan ke dalam jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan masing-masing nama pemberi sumbangan sesuai kode rekening berkenaan. 11) Dalam hal pemerintah daerah memperoleh dana darurat dari pemerintah dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok Lain- lain Pendapatan Daerah Yang Sah, dan diuraikan ke dalam jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan Dana Darurat. Dana darurat diberikan pada tahap pasca bencana untuk mendanai perbaikan fasilitas umum untuk melayani masyarakat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 296 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
- 27. - 26 - Pendapatan dana darurat dapat dianggarkan sepanjang sudah diterbitkannya Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Darurat Tahun Anggaran 2019. Dalam hal Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2019 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai alokasi Dana Darurat Tahun Anggaran 2019 ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menganggarkan dana darurat dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2019 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 atau dicantumkan dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019. 12) Bagi daerah kabupaten/kota yang memperoleh pendapatan berasal dari bonus produksi pengusahaan panas bumi, sesuai dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2018 tentang Besaran dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi Panas Bumi, dianggarkan pada akun Pendapatan, kelompok Lain- lain Pendapatan Yang Sah, jenis bonus produksi dari pengusahaan panas bumi yang diuraikan ke dalam obyek dan rincian obyek pendapatan berkenaan. 2. Belanja Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, belanja daerah digunakan untuk mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah dan pelaksanaan tugas organisasi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja daerah tersebut diprioritaskan untuk mendanai urusan pemerintahan wajib terkait pelayanan dasar yang ditetapkan dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM), sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal serta
- 28. - 27 - berpedoman pada standar teknis dan harga satuan regional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, belanja daerah untuk urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan pilihan berpedoman pada analisis standar belanja dan standar harga satuan regional. Berkaitan dengan itu, belanja daerah tersebut juga harus mendukung target capaian prioritas pembangunan nasional tahun 2019 sesuai dengan kewenangan masing-masing tingkatan pemerintah daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan APBD harus lebih fokus terhadap kegiatan yang berorientasi produktif dan memiliki manfaat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah daerah menetapkan target capaian kinerja setiap belanja, baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun program dan kegiatan, yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran. Program dan kegiatan harus memberikan informasi yang jelas dan terukur serta memiliki korelasi langsung dengan keluaran yang diharapkan dari program dan kegiatan dimaksud ditinjau dari aspek indikator, tolok ukur dan target kinerjanya. a. Belanja Tidak Langsung Penganggaran belanja tidak langsung memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Belanja Pegawai a) Penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok dan tunjangan PNSD serta pemberian gaji ketiga belas dan gaji keempat belas. b) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan pengangkatan Calon PNSD sesuai formasi pegawai Tahun 2019. c) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga dan
- 29. - 28 - mutasi pegawai dengan memperhitungkan acress yang besarnya maksimum 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah belanja pegawai untuk gaji pokok dan tunjangan. d) Penganggaran penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD serta PNSD dibebankan pada APBD Tahun Anggaran 2019 dengan mempedomani Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, penyediaan anggaran untuk pengembangan cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD serta PNSD di luar cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan yang disediakan oleh BPJS, tidak diperkenankan dianggarkan dalam APBD. e) Penganggaran penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja dan kematian bagi PNSD dibebankan pada APBD dengan mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara. Penganggaran penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja dan kematian bagi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah serta Pimpinan dan Anggota DPRD, dibebankan pada APBD disesuaikan dengan yang berlaku bagi pegawai Aparatur Sipil
- 30. - 29 - Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. f) Penganggaran Tambahan Penghasilan PNSD harus memperhatikan kemampuan keuangan daerah dengan persetujuan DPRD sesuai amanat Pasal 63 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005. Kebijakan dan penentuan kriterianya ditetapkan terlebih dahulu dengan peraturan Kepala Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Standar satuan biaya Tambahan Penghasilan PNSD dimaksud memperhatikan aspek efisiensi, efektivitas, kepatutan dan kewajaran serta rasionalitas. g) Penganggaran Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. h) Tunjangan Profesi Guru PNSD, Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD, dan Tunjangan Khusus Guru PNSD di Daerah Khusus yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2019 melalui DAK Non Fisik dianggarkan dalam APBD provinsi dan kabupaten/kota pada kelompok Belanja Tidak Langsung, jenis Belanja Pegawai, obyek Gaji dan Tunjangan, dan rincian obyek belanja sesuai dengan kode rekening berkenaan. 2) Belanja Bunga Bagi daerah yang memiliki kewajiban pembayaran bunga pinjaman, baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang dianggarkan pembayarannya dalam APBD Tahun Anggaran 2019. 3) Belanja Subsidi Pemerintah daerah dapat menganggarkan belanja subsidi kepada perusahaan/lembaga tertentu yang menyelenggarakan pelayanan publik, antara lain dalam bentuk penugasan pelaksanaan
- 31. - 30 - Kewajiban Pelayanan Umum (Public Service Obligation). Belanja Subsidi tersebut hanya diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual dari hasil produksinya terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya terbatas. Perusahaan/lembaga tertentu yang diberi subsidi tersebut menghasilkan produk yang merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Sebelum belanja subsidi tersebut dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2019, perusahaan/lembaga penerima subsidi harus terlebih dahulu dilakukan audit sesuai dengan ketentuan pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 41 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Pemerintah daerah dapat memberikan belanja subsidi kepada BUMD penyelenggara Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Subsidi dari Pemerintah Daerah kepada BUMD Penyelenggara Penyediaan Air Minum. Dalam hal Kepala Daerah memutuskan tarif lebih kecil dari usulan tarif yang diajukan Direksi BUMD penyelenggara SPAM yang mengakibatkan tarif rata-rata tidak mencapai pemulihan biaya secara penuh (full cost recovery) dan setelah mendapat persetujuan dari dewan pengawas, pemerintah daerah harus menyediakan subsidi untuk menutup kekurangannya melalui APBD, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 2016. 4) Belanja Hibah dan Bantuan Sosial Penganggaran belanja hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD mempedomani peraturan Kepala Daerah yang mengatur tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pertanggungjawaban dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi hibah dan bantuan sosial, yang telah
- 32. - 31 - disesuaikan dengan Pasal 298 ayat (4) dan ayat (5) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber dari APBD, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber dari APBD, serta peraturan perundang-undangan lain di bidang hibah dan bantuan sosial. 5) Belanja Bagi Hasil Pajak a) Penganggaran dana bagi hasil pajak daerah yang bersumber dari pendapatan pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota mempedomani Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Besaran alokasi dana bagi hasil pajak daerah yang bersumber dari pendapatan pemerintah provinsi dianggarkan secara bruto, sebagaimana maksud Pasal 17 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005. Tata cara penganggaran dana bagi hasil pajak daerah tersebut memperhitungkan rencana pendapatan pajak daerah pada Tahun Anggaran 2019, sedangkan pelampauan target Tahun Anggaran 2018 yang belum direalisasikan kepada pemerintah kabupaten/kota ditampung dalam perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2019. b) Penganggaran dana bagi hasil yang bersumber dari retribusi daerah provinsi dilarang untuk dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2019 sebagaimana maksud Pasal 94 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dan Pasal 18 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005. c) Dalam rangka pelaksanaan Pasal 72 ayat (1) huruf c dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
- 33. - 32 - Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintah kabupaten/kota menganggarkan belanja bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kepada pemerintah desa paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota. Tata cara penganggaran dana bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah tersebut memperhitungkan rencana pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah pada Tahun Anggaran 2019, sedangkan pelampauan target Tahun Anggaran 2018 yang belum direalisasikan kepada pemerintah desa ditampung dalam perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2019. d) Dari aspek teknis penganggaran, belanja bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dan belanja bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dalam APBD harus diuraikan ke dalam daftar nama pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa selaku penerima sebagai rincian obyek penerima bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah sesuai kode rekening berkenaan. 6) Belanja Bantuan Keuangan a) Belanja bantuan keuangan dari pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya dapat dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah alokasi belanja yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dipenuhi oleh pemerintah daerah dalam APBD Tahun Anggaran 2019.
- 34. - 33 - Belanja bantuan keuangan tersebut, harus didasarkan pada pertimbangan untuk mengatasi kesenjangan fiskal, membantu pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang tidak tersedia dan/atau menerima manfaat dari pemberian bantuan keuangan tersebut, serta dalam rangka kerjasama antar daerah sesuai kemampuan keuangan masing-masing daerah. Pemberian bantuan keuangan dapat bersifat umum dan bersifat khusus. Bantuan keuangan yang bersifat umum digunakan untuk mengatasi kesenjangan fiskal dengan menggunakan formula antara lain variabel: pendapatan daerah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin dan luas wilayah yang ditetapkan dengan peraturan Kepala Daerah. Bantuan keuangan yang bersifat khusus digunakan untuk membantu capaian kinerja program prioritas pemerintah daerah penerima bantuan keuangan sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan penerima bantuan. Pemanfaatan bantuan keuangan yang bersifat khusus ditetapkan terlebih dahulu oleh pemberi bantuan. Dari aspek teknis penganggaran, dalam APBD pemberi bantuan keuangan harus diuraikan daftar nama pemerintah daerah selaku penerima bantuan keuangan sebagai rincian obyek penerima bantuan keuangan sesuai kode rekening berkenaan. b) Bantuan keuangan kepada partai politik harus dialokasikan dalam APBD Tahun Anggaran 2019 dan dianggarkan pada jenis belanja bantuan keuangan, obyek belanja bantuan keuangan kepada partai politik dan rincian obyek belanja nama partai politik penerima bantuan keuangan. Besaran penganggaran bantuan keuangan kepada partai politik berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun
- 35. - 34 - 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pedoman Tata Cara Penghitungan, Penganggaran Dalam APBD dan Tertib Administrasi Pengajuan, Penyaluran dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pedoman Tata Cara Penghitungan, Penganggaran Dalam APBD dan Tertib Administrasi Pengajuan, Penyaluran dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik. c) Dalam rangka pelaksanaan Pasal 72 ayat (1) huruf b dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan Pasal 95 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015, pemerintah kabupaten/kota harus menganggarkan alokasi dana untuk desa yang diterima dari APBN dalam jenis belanja bantuan keuangan kepada pemerintah desa dalam APBD kabupaten/kota Tahun Anggaran 2019 untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Selain itu, pemerintah kabupaten/kota harus menganggarkan Alokasi Dana Desa (ADD) untuk pemerintah desa dalam jenis belanja bantuan keuangan kepada pemerintah desa paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari dana perimbangan yang diterima oleh kabupaten/kota dalam APBD Tahun Anggaran 2019 setelah dikurangi DAK sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (4) dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan Pasal 96 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015.
- 36. - 35 - Selanjutnya, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat memberikan bantuan keuangan lainnya kepada pemerintah desa, sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan Pasal 98 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015. Dari aspek teknis penganggaran, dalam APBD kabupaten/ kota pemberi bantuan keuangan, belanja bantuan keuangan tersebut harus diuraikan ke dalam obyek belanja bantuan keuangan alokasi dana untuk desa yang bersumber dari APBN dan belanja bantuan keuangan ADD yang bersumber dari APBD serta diuraikan ke dalam daftar nama pemerintah desa selaku penerima bantuan keuangan sebagai rincian obyek penerima bantuan keuangan sesuai kode rekening berkenaan. Selanjutnya, dalam APBD pemerintah provinsi/kabupaten/ kota pemberi bantuan keuangan, belanja bantuan keuangan tersebut harus diuraikan daftar nama pemerintah desa selaku penerima bantuan keuangan sebagai rincian obyek penerima bantuan keuangan sesuai kode rekening berkenaan. d) Sistem dan prosedur penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja bantuan keuangan ditetapkan dalam peraturan kepala daerah, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 47 dan Pasal 133 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 dan peraturan perundang-undangan lainnya. 7) Belanja Tidak Terduga Penganggaran belanja tidak terduga dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan realisasi Tahun Anggaran 2018 dan kemungkinan adanya kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya, diluar kendali dan pengaruh pemerintah daerah. Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk
- 37. - 36 - mendanai kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan terjadi berulang, seperti kebutuhan tanggap darurat bencana, penanggulangan bencana alam dan bencana sosial, kebutuhan mendesak lainnya yang tidak tertampung dalam bentuk program dan kegiatan pada Tahun Anggaran 2019, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya. b. Belanja Langsung Penganggaran belanja langsung dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Penganggaran belanja langsung dituangkan dalam bentuk program dan kegiatan, yang manfaat capaian kinerjanya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik dan keberpihakan pemerintah daerah kepada kepentingan publik serta mendorong inovasi daerah. Penyusunan anggaran belanja pada setiap program dan kegiatan untuk urusan pemerintahan wajib terkait pelayanan dasar ditetapkan dengan SPM dan berpedoman pada standar teknis dan harga satuan regional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyusunan anggaran belanja pada setiap program dan kegiatan untuk urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan pilihan berpedoman pada analisis standar belanja dan standar harga satuan regional. 2) Belanja Pegawai a) Dalam rangka meningkatkan efisiensi anggaran daerah, penganggaran honorarium bagi PNSD dan Non PNSD memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan efektifitas dalam pencapaian sasaran program dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai target kinerja kegiatan dimaksud. Berkaitan dengan hal tersebut, pemberian honorarium bagi
- 38. - 37 - PNSD dan Non PNSD dibatasi dan hanya didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaan PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan benar-benar memiliki peranan dan kontribusi nyata terhadap efektifitas pelaksanaan kegiatan dimaksud dengan memperhatikan pemberian Tambahan Penghasilan bagi PNSD sesuai ketentuan tersebut pada butir a.1).f), pemberian Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai ketentuan tersebut pada butir a.1).g). b) Suatu kegiatan tidak diperkenankan diuraikan hanya ke dalam jenis belanja pegawai, obyek belanja honorarium dan rincian obyek belanja honorarium PNSD dan/atau Non PNSD. Besaran honorarium bagi PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah. 3) Belanja Barang dan Jasa a) Pemberian jasa narasumber/tenaga ahli dianggarkan dalam kegiatan yang besarannya ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah. b) Penganggaran untuk Jaminan Kesehatan bagi Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri, yaitu pegawai tidak tetap, pegawai honorer, staf khusus dan pegawai lain yang dibayarkan oleh APBD, dianggarkan dalam APBD dengan mempedomani Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016. c) Penganggaran uang untuk diberikan kepada pihak ketiga/masyarakat, hanya diperkenankan dalam rangka pemberian hadiah pada kegiatan yang bersifat perlombaan atau penghargaan atas suatu prestasi. d) Penganggaran belanja barang pakai habis disesuaikan dengan kebutuhan nyata yang didasarkan atas pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD, jumlah pegawai dan volume pekerjaan serta memperhitungkan estimasi sisa persediaan barang Tahun Anggaran 2018.
- 39. - 38 - e) Pengembangan pelayanan kesehatan di luar cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan yang disediakan oleh BPJS yang diberikan kepada Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah hanya berupa pelayanan medical check up sebanyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, termasuk keluarga (satu istri/suami dan dua anak) dalam rangka pemeliharaan kesehatan dan dianggarkan dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang secara fungsional terkait sebagaimana maksud Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Selanjutnya, pengembangan pelayanan kesehatan di luar cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan yang disediakan oleh BPJS yang diberikan kepada Pimpinan dan Anggota DPRD hanya berupa pelayanan medical check up sebanyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, tidak termasuk istri/suami dan anak dalam rangka pemeriksaan kesehatan dan dianggarkan dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang secara fungsional terkait sebagaimana maksud Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. Berkaitan dengan itu, pelaksanaan medical check up dimaksud dilakukan di dalam negeri dengan tetap memprioritaskan Rumah Sakit Umum Daerah setempat, Rumah Sakit Umum Pusat di Provinsi atau Rumah Sakit Umum Pusat terdekat. f) Dalam rangka mewujudkan Universal Health Coverage, pemerintah daerah melakukan integrasi Jaminan Kesehatan Daerah dengan Jaminan Kesehatan Nasional. Penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011, Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
- 40. - 39 - Pemerintah Nomor 76 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2016 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, yang tidak menjadi cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan melalui BPJS Kesehatan yang bersumber dari APBN, dianggarkan dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang menangani urusan kesehatan pemberi pelayanan kesehatan. g) Penganggaran Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor milik pemerintah daerah dialokasikan pada masing-masing SKPD sesuai amanat Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dan besarannya sesuai dengan masing-masing peraturan daerah. h) Pengadaan barang/jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan, dianggarkan pada jenis belanja barang dan jasa dengan mempedomani Pasal 298 ayat (4) dan ayat (5) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2018, serta peraturan perundang- undangan lain di bidang hibah dan bantuan sosial. Pengadaan belanja barang/jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan dimaksud dianggarkan sebesar harga beli/bangun barang/jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan barang/jasa sampai siap diserahkan. i) Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam rangka kunjungan kerja dan studi banding, baik perjalanan dinas
- 41. - 40 - dalam negeri maupun perjalanan dinas luar negeri, dilakukan secara selektif, frekuensi dan jumlah harinya dibatasi serta memperhatikan target kinerja dari perjalanan dinas dimaksud sehingga relevan dengan substansi kebijakan pemerintah daerah. Hasil kunjungan kerja dan studi banding dilaporkan sesuai peraturan perundang-undangan. Khusus penganggaran perjalanan dinas luar negeri berpedoman pada Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perjalanan Dinas Luar Negeri dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2016 tentang Pedoman Perjalanan Dinas Ke Luar Negeri bagi Aparatur Sipil Negara Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. j) Dalam rangka memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan keuangan daerah, penganggaran belanja perjalanan dinas harus memperhatikan aspek pertanggungjawaban sesuai biaya riil atau lumpsum, khususnya untuk hal-hal sebagai berikut: 1) Sewa kendaraan dalam kota dibayarkan sesuai dengan biaya riil. Komponen sewa kendaraan tersebut hanya diberikan untuk Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Wali kota/Wakil Wali kota, Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan pejabat yang diberikan kedudukan atau hak keuangan dan fasilitas setingkat Pejabat Pimpinan Tinggi Madya. 2) Biaya transportasi dibayarkan sesuai dengan biaya riil. 3) Biaya penginapan dibayarkan sesuai dengan biaya riil. Dalam hal pelaksana perjalanan dinas tidak menggunakan fasilitas hotel atau tempat penginapan lainnya, kepada yang bersangkutan diberikan biaya penginapan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari tarif hotel di kota tempat tujuan sesuai dengan tingkatan pelaksana perjalanan dinas dan dibayarkan secara lumpsum.
- 42. - 41 - 4) Uang harian dan uang representasi dibayarkan secara lumpsum. Standar satuan uang harian perjalanan dinas, besarannya harus rasional sesuai dengan pengeluaran untuk kebutuhan transportasi lokal, uang makan dan uang saku di daerah tujuan. Standar satuan biaya untuk perjalanan dinas ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan memperhatikan aspek transparansi, akuntabilitas, efisiensi, efektivitas, kepatutan dan kewajaran serta rasionalitas. k) Penyediaan anggaran untuk perjalanan dinas yang mengikutsertakan Non PNSD diperhitungkan dalam belanja perjalanan dinas. Tata cara penganggaran perjalanan dinas dimaksud mengacu pada ketentuan perjalanan dinas yang ditetapkan dengan peraturan Kepala Daerah. l) Penganggaran untuk menghadiri pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya yang terkait dengan pengembangan sumber daya manusia bagi: 1) pejabat daerah dan staf pemerintah daerah; 2) pimpinan dan anggota DPRD; serta 3) unsur lainnya seperti tenaga ahli, diprioritaskan penyelenggaraannya di masing-masing wilayah provinsi/ kabupaten/kota yang bersangkutan. Dalam hal terdapat kebutuhan untuk melakukan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar, atau sejenisnya di luar daerah dapat dilakukan secara selektif dengan memperhatikan aspek urgensi, kualitas penyelenggaraan, muatan substansi, kompetensi narasumber, kualitas advokasi dan pelayanan penyelenggara serta manfaat yang akan diperoleh guna efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran daerah serta tertib anggaran dan administrasi oleh penyelenggara. m) Penganggaran untuk penyelenggaraan kegiatan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi,
- 43. - 42 - workshop, lokakarya, seminar atau sejenis lainnya diprioritaskan untuk menggunakan fasilitas aset daerah, seperti ruang rapat atau aula yang sudah tersedia milik pemerintah daerah dengan mempedomani Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pedoman Pembatasan Pertemuan/Rapat di Luar Kantor Dalam Rangka Peningkatan Efisiensi dan Efektifitas Kerja Aparatur. n) Penganggaran pemeliharaan barang milik daerah yang berada dalam penguasaan pengelola barang, pengguna barang atau kuasa pengguna barang berpedoman pada daftar kebutuhan pemeliharaan barang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. 4) Belanja Modal a) Pemerintah daerah harus memprioritaskan alokasi belanja modal pada APBD Tahun Anggaran 2019 untuk pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana yang terkait langsung dengan peningkatan pelayanan publik serta pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah Daerah harus melakukan upaya peningkatan alokasi belanja modal, mengingat alokasi belanja modal secara nasional pada Tahun Anggaran 2018 Rp217,48 triliun atau 19,26% dari total belanja daerah, dengan uraian untuk pemerintah provinsi Rp59,40 triliun atau 16,99% dari total belanja daerah, dan untuk pemerintah kabupaten/kota Rp158,08 triliun atau 20,28% dari total belanja daerah. b) Penganggaran pengadaan barang milik daerah dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan dan kebutuhan daerah berdasarkan prinsip efisiensi, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel dengan mengutamakan produk-produk dalam negeri.
- 44. - 43 - Penganggaran pengadaan dan pemeliharaan barang milik daerah didasarkan pada perencanaan kebutuhan barang milik daerah dan daftar kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah yang disusun dengan memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD serta ketersediaan barang milik daerah yang ada. Selanjutnya, perencanaan kebutuhan barang milik daerah merupakan salah satu dasar bagi SKPD dalam pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan barang milik daerah yang baru (new initiative) dan angka dasar (baseline) serta penyusunan RKA-SKPD. Perencanaan kebutuhan barang milik daerah dimaksud berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan dan/atau standar harga, penetapan standar kebutuhan oleh Gubernur/Bupati/Wali kota berdasarkan pedoman yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1), ayat (3), ayat (4) dan ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014. Khusus penganggaran untuk pembangunan gedung dan bangunan milik daerah mempedomani Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara. Selanjutnya, untuk efisiensi penggunaan anggaran, pembangunan gedung kantor baru milik pemerintah daerah tidak diperkenankan, sejalan dengan Surat Menteri Keuangan Nomor S-841/MK.02/2014 tanggal 16 Desember 2014 hal Penundaan/Moratorium Pembangunan Gedung Kantor Kementerian Negara/Lembaga, dan membatasi pengadaan kendaraan dinas, kecuali penggunaan anggaran tersebut terkait langsung dengan upaya peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan publik. c) Penganggaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum mempedomani Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden
- 45. - 44 - Nomor 148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaran Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Yang Bersumber dari APBD serta Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016. d) Penganggaran belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan aset tetap dan aset lainnya (aset tak berwujud) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, digunakan dalam kegiatan pemerintahan dan memenuhi nilai batas minimal kapitalisasi aset (capitalization threshold). Nilai aset tetap dan aset lainnya yang dianggarkan dalam belanja modal tersebut adalah sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan, sesuai maksud Pasal 27 ayat (7) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, Pasal 53 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 dan Lampiran I Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) 01 dan PSAP 07, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan serta Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 17 tentang Akuntansi Aset Tak Berwujud Berbasis Akrual. e) Segala biaya yang dikeluarkan setelah perolehan awal aset tetap (biaya rehabilitasi/renovasi) sepanjang memenuhi nilai batas minimal kapitalisasi aset (capitalization threshold), dan memperpanjang masa manfaat atau yang memberikan manfaat ekonomi dimasa yang akan datang dalam bentuk peningkatan kapasitas, atau peningkatan mutu produksi
- 46. - 45 - atau peningkatan kinerja dianggarkan dalam belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I PSAP Nomor 7, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 dan Pasal 53 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. 5) Surplus/Defisit APBD Surplus atau defisit APBD adalah selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah. a) Dalam hal APBD diperkirakan surplus, dapat digunakan untuk pembiayaan pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo, penyertaan modal (investasi) daerah, pembentukan dana cadangan, dan/atau pemberian pinjaman kepada pemerintah pusat/pemerintah daerah lain dan/atau pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial. Pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial tersebut diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan pelayanan dasar masyarakat yang dianggarkan pada SKPD yang secara fungsional terkait dengan tugasnya melaksanakan program dan kegiatan tersebut. b) Dalam hal APBD diperkirakan defisit, pemerintah daerah menetapkan penerimaan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut, yang bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, pinjaman daerah dan penerimaan pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c) Dalam hal pemerintah daerah melakukan pinjaman daerah, maka pemerintah daerah wajib mempedomani penetapan batas maksimal jumlah kumulatif pinjaman daerah yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 3. Pembiayaan Daerah a. Penerimaan Pembiayaan 1) Penganggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA) harus didasarkan pada penghitungan yang
- 47. - 46 - cermat dan rasional dengan mempertimbangkan perkiraan realisasi anggaran Tahun Anggaran 2018 dalam rangka menghindari kemungkinan adanya pengeluaran pada Tahun Anggaran 2019 yang tidak dapat didanai akibat tidak tercapainya SiLPA yang direncanakan. Selanjutnya SiLPA dimaksud harus diuraikan pada obyek dan rincian obyek sumber SiLPA Tahun Anggaran 2018, sebagaimana contoh format sebagai berikut: Tabel 4 Uraian SILPA Kode Rekening Uraian Jumlah (Rp) X X X SiLPA Tahun Anggaran Sebelumnya X X X 01 Pelampauan Penerimaan PAD X X X 01 01 Pajak Daerah X X X 01 02 Retribusi Daerah X X X 01 03 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan X X X 01 04 Lain-lain PAD Yang Sah X X X 02 Pelampauan Penerimaan Dana Perimbangan X X X 02 01 Bagi Hasil Pajak X X X 02 02 Bagi Hasil SDA X X X 02 03 dst …. X X X 03 Pelampauan Penerimaan Lain-lain PD Yang Sah X X X 03 01 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus X X X 03 02 dst …. X X X 04 Sisa Penghematan Belanja atau Akibat Lainnya X X X 04 01 Belanja pegawai dari Belanja Tidak Langsung
- 48. - 47 - X X X 04 02 Belanja pegawai dari Belanja Langsung X X X 04 03 Belanja Barang dan Jasa X X X 04 04 Belanja Modal X X X 04 05 Belanja Bunga X X X 04 06 Belanja Subsidi X X X 04 07 Belanja Hibah X X X 04 08 Belanja Bantuan Sosial X X X 04 09 Belanja Bagi Hasil X X X 04 10 Belanja Bantuan Keuangan X X X 04 11 Belanja Tidak Terduga X X X 04 12 dst … X X X 05 Sisa Belanja DAK Fisik dan Nonfisik X X X 05 01 DAK Fisik Reguler Bidang Pendidikan X X X 05 02 DAK Fisik Reguler Bidang Kesehatan dan KB X X X 05 03 DAK Fisik Penugasan Bidang Pendidikan (SMK) X X X 05 04 DAK Fisik Penugasan Bidang Kesehatan (RS Rujukan dan RS Pratama) X X X 05 05 DAK Fisik Afirmasi Bidang Kesehatan (Puskesmas) X X X 05 06 DAK Fisik Afirmasi Bidang Transportasi X X X 05 07 dst … X X X 05 08 DAK Non Fisik X X X 05 09 Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) X X X 05 10 Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (BOP PAUD)
- 49. - 48 - X X X 05 11 Dana Tambahan Penghasilan Guru PNS Daerah (Tamsil PNSD) X X X 05 12 Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) X X X 05 13 Dana Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (PK2UKM) X X X 05 14 Tunjangan Khusus Guru PNSD di Daerah Khusus (TKG PNSD) X X X 05 15 Dana Pelayanan Administrasi Kependudukan (PAK) X X X 05 16 dst … X X X 06 Sisa Belanja Dana Bagi Hasil X X X 06 01 Dana Bagi Hasil PBB X X X 06 02 Dana Bagi Hasil PPh X X X 06 03 Dana Bagi Hasil SDA Iuran Hak Pengusaha Hutan X X X 06 04 Dana Bagi Hasil SDA Sumber Daya Hutan X X X 06 05 Dana Bagi Hasil DR X X X 06 06 dst.... X X X 07 Sisa Belanja Dana Penyesuaian X X X 07 01 Dana Penyesuaian DID X X X 07 02 dst … X X X 08 Sisa Belanja Dana Otonomi Khusus X X X 08 01 Dana Otonomi Khusus Aceh X X X 08 02 Dana Otonomi Khusus Papua X X X 08 03 Dana Otonomi Khusus Papua Barat X X X 08 04 dst.... X X X 09 Sisa Belanja Dana Tambahan Infrastruktur
- 50. - 49 - X X X 09 01 Dana Tambahan Infrastruktur Papua X X X 09 02 Dana Tambahan Infrastruktur Papua Barat X X X 10 Sisa Tambahan DBH Minyak dan Gas Bumi X X X 10 01 Tambahan DBH Minyak dan Gas Bumi x x x 11 dst… 2) Dalam menetapkan anggaran penerimaan pembiayaan yang bersumber dari pencairan dana cadangan, waktu pencairan dan besarannya sesuai peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan. 3) Penerimaan kembali dana bergulir dianggarkan dalam APBD pada akun pembiayaan, kelompok penerimaan pembiayaan daerah, jenis penerimaan kembali investasi pemerintah daerah, obyek dana bergulir dan rincian obyek dana bergulir dari kelompok masyarakat penerima. Dalam kaitan itu, dana bergulir yang belum dapat diterima akibat tidak dapat tertagih atau yang diragukan tertagih, pemerintah daerah harus segera melakukan penagihan dana bergulir dimaksud sesuai peraturan perundang-undangan. 4) Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan dibidang pinjaman daerah. Bagi pemerintah daerah yang berencana untuk melakukan pinjaman daerah harus dianggarkan terlebih dahulu dalam rancangan peraturan daerah tentang APBD tahun anggaran berkenaan sesuai Pasal 35 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. Bagi pemerintah daerah yang akan melakukan pinjaman yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, pemerintah daerah lain, Lembaga Keuangan Bank, Lembaga Keuangan Bukan Bank, dan Masyarakat (obligasi daerah) harus mendapat
- 51. - 50 - pertimbangan terlebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri, dengan paling sedikit melampirkan: a. persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; b. RPJMD; c. RKPD; d. salinan berita acara pelantikan gubernur, bupati, atau walikota; e. pernyataan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah; f. kerangka acuan kegiatan; g. perhitungan tentang rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman; h. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah selama 3 (tiga) tahun terakhir; i. Rancangan APBD tahun berkenaan; j. perbandingan sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; dan k. rencana keuangan pinjaman. Untuk pinjaman yang bersumber dari pemerintah daerah Lain, Lembaga Keuangan Bank, Lembaga Keuangan Bukan Bank, permohonan pertimbangan Menteri Dalam Negeri diajukan dengan melampirkan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019. Sedangkan, untuk pinjaman yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri dan Masyarakat (obligasi daerah) permohonan pertimbangan Menteri Dalam Negeri diajukan dengan melampirkan peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran berjalan. Untuk pinjaman jangka pendek digunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas sesuai maksud Pasal 12 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011. Untuk pinjaman jangka menengah digunakan untuk membiayai pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan sesuai maksud Pasal 13 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011. Untuk pinjaman jangka panjang yang bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan bukan bank sesuai maksud Pasal 14 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka pelayanan publik yang:
- 52. - 51 - a) menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan bagi APBD yang berkaitan dengan pembangunan prasarana dan sarana tersebut; b) menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan terhadap belanja APBD yang seharusnya dikeluarkan apabila kegiatan tersebut tidak dilaksanakan; dan/atau c) memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Selanjutnya, persetujuan DPRD untuk pinjaman jangka menengah dan pinjaman jangka panjang dapat dilakukan bersamaan pada saat penandatanganan Nota Kesepakatan KUA dan PPAS. 5) Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah untuk membiayai infrastruktur dan/atau investasi yang menghasilkan penerimaan daerah setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri dan persetujuan dari Menteri Keuangan sesuai maksud Pasal 300 ayat (2) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014. 6) Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman utang luar negeri dari Menteri Keuangan setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri. Perjanjian penerusan pinjaman dilakukan antara Menteri Keuangan dan Kepala Daerah sesuai maksud Pasal 301 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014. b. Pengeluaran Pembiayaan 1) Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, pemerintah daerah dapat menganggarkan investasi jangka panjang non permanen dalam bentuk dana bergulir sesuai Pasal 118 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005. Dana bergulir dalam APBD dianggarkan pada akun pembiayaan, kelompok pengeluaran pembiayaan daerah, jenis investasi pemerintah daerah, obyek dana bergulir dan rincian obyek dana bergulir kepada kelompok masyarakat penerima. Dalam penyaluran dana bergulir, pemerintah daerah dapat melakukan kerjasama dengan BUMD Lembaga Keuangan
- 53. - 52 - Perbankan, Lembaga Keuangan Non Perbankan atau Lembaga Keuangan lainnya. 2) Pemerintah daerah harus menyusun analisis investasi pemerintah daerah sebelum melakukan investasi. Analisis investasi tersebut dilakukan oleh penasehat investasi yang independen dan profesional, dan ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah. Penyertaan modal pemerintah daerah pada badan usaha milik negara/daerah dan/atau badan usaha lainnya ditetapkan dengan peraturan daerah tentang penyertaan modal. Penyertaan modal dalam rangka pemenuhan kewajiban yang telah tercantum dalam peraturan daerah tentang penyertaan modal pada tahun sebelumnya, tidak perlu diterbitkan peraturan daerah tersendiri sepanjang jumlah anggaran penyertaan modal tersebut belum melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan pada peraturan daerah tentang penyertaan modal. Dalam hal pemerintah daerah akan menambah jumlah penyertaan modal melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang penyertaan modal dimaksud, pemerintah daerah melakukan perubahan peraturan daerah tentang penyertaan modal tersebut. 3) Pemerintah daerah dapat menambah modal yang disetor dan/atau melakukan penambahan penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk memperkuat struktur permodalan, sehingga BUMD dimaksud dapat lebih berkompetisi, tumbuh dan berkembang. Khusus untuk BUMD sektor perbankan, pemerintah daerah dapat melakukan penambahan penyertaan modal dimaksud guna menambah modal inti sebagaimana dipersyaratkan Bank Indonesia dan untuk memenuhi Capital Adequacy Ratio (CAR). 4) Pemerintah daerah yang merupakan pemegang saham pengendali, dapat melakukan penyertaan modal kepada BUMD Perseroda guna memenuhi kepemilikan saham menjadi 51% (lima puluh
- 54. - 53 - satu persen) atau lebih, sebagaimana dimaksud Pasal 339 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. 5) Dalam rangka mendukung pelaksanaan kebijakan pemerintah untuk menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sesuai Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR, pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal kepada BUMD Lembaga Keuangan Perbankan milik pemerintah daerah. Dalam hal pemerintah daerah melakukan program KUR Daerah, pemberian subsidi bunga dapat dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 6) Dalam rangka mendukung pencapaian target Sustainable Development Goal’s (SDG’s) Tahun 2025 yaitu cakupan pelayanan air minum perpipaan di wilayah perkotaan sebanyak 80% (delapan puluh persen) dan di wilayah perdesaan sebanyak 60% (enam puluh persen), pemerintah daerah perlu memperkuat struktur permodalan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Penguatan struktur permodalan tersebut dilakukan dengan menambah penyertaan modal pemerintah daerah yang antara lain bersumber dari pemanfaatan laba bersih PDAM. Penyertaan modal dimaksud dilakukan untuk penambahan, peningkatan, perluasan prasarana dan sarana sistem penyediaan air minum, serta peningkatan kualitas dan pengembangan cakupan pelayanan. Selain itu, pemerintah daerah dapat melakukan penambahan penyertaan modal guna peningkatan kuantitas, dan kapasitas pelayanan air minum kepada masyarakat untuk mencapai SDG’s dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. PDAM akan menjadi penyedia air minum di daerah sebagai implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUUXI/2013 yang membatalkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Untuk itu pemerintah daerah dapat melakukan penambahan penyertaan modal kepada PDAM dalam rangka memperbesar skala usaha PDAM. Bagi PDAM yang skala usahanya belum sesuai dengan fungsi PDAM sebagai penyedia air
- 55. - 54 - minum di daerah, agar dipertimbangkan untuk melakukan penggabungan PDAM dimaksud. 7) Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai kebutuhan pembangunan prasarana dan sarana daerah yang tidak dapat dibebankan dalam 1 (satu) tahun anggaran dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Dana cadangan bersumber dari penyisihan atas penerimaan daerah kecuali dari DAK, pinjaman daerah, dan penerimaan lain- lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu. Penggunaan dana cadangan dalam satu tahun anggaran menjadi penerimaan pembiayaan APBD dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Dana cadangan ditempatkan dalam rekening tersendiri dalam rekening kas umum daerah. Dalam hal dana cadangan belum digunakan sesuai dengan peruntukannya, dana tersebut dapat ditempatkan dalam portofolio yang memberikan hasil tetap dengan risiko rendah sebagaimana maksud Pasal 303 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. 8) Pembayaran pokok utang hanya digunakan untuk menganggarkan pembayaran kewajiban atas pokok utang yang dihitung berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Kewajiban pembayaran pokok pinjaman, bunga dan kewajiban lainnya yang menjadi beban pemerintah daerah harus dianggarkan pada APBD setiap tahun sampai dengan selesainya kewajiban dimaksud. 9) Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran sebagaimana diamanatkan Pasal 28 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan Pasal 61 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. c. Sisa Lebih Pembiayaan (SILPA) Tahun Berjalan 1) Pemerintah daerah menetapkan Sisa Lebih Pembiayaan (SILPA) Tahun Anggaran 2019 bersaldo nihil.
- 56. - 55 - 2) Dalam hal perhitungan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD menghasilkan SILPA Tahun Berjalan positif, pemerintah daerah harus memanfaatkannya untuk penambahan program dan kegiatan prioritas yang dibutuhkan, volume program dan kegiatan yang telah dianggarkan, dan/atau pengeluaran pembiayaan. 3) Dalam hal perhitungan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD menghasilkan SILPA Tahun Berjalan negatif, pemerintah daerah melakukan pengurangan bahkan penghapusan pengeluaran pembiayaan yang bukan merupakan kewajiban daerah, pengurangan program dan kegiatan yang kurang prioritas dan/atau pengurangan volume program dan kegiatannya. IV. Teknis Penyusunan APBD Dalam menyusun APBD Tahun Anggaran 2019, pemerintah daerah dan DPRD harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Kepala Daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama rancangan peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019 paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya Tahun Anggaran 2019. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah daerah harus memenuhi jadwal proses penyusunan APBD Tahun Anggaran 2019, mulai dari penyusunan dan penyampaian rancangan KUA dan rancangan PPAS kepada DPRD untuk dibahas dan disepakati bersama paling lambat minggu I bulan Agustus 2018. Selanjutnya, KUA dan PPAS yang telah disepakati bersama akan menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk menyusun, menyampaikan dan membahas rancangan peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019 antara pemerintah daerah dengan DPRD sampai dengan tercapainya persetujuan bersama antara Kepala Daerah dengan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019, paling lambat tanggal 30 Nopember 2018, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 312 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
- 57. - 56 - Dalam membahas rancangan peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019 antara Kepala Daerah dengan DPRD wajib mempedomani RKPD, KUA dan PPAS untuk mendapat persetujuan bersama sebagaimana dimaksud Pasal 311 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Tabel 5. Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD No Uraian Waktu Lama 1. Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh Ketua TAPD kepada Kepala Daerah paling lambat minggu I bulan Juli 1 minggu 2. Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh Kepala Daerah kepada DPRD paling lambat minggu II bulan Juli 4 minggu 3. Kesepakatan antara Kepala Daerah dan DPRD atas Rancangan KUA dan Rancangan PPAS paling lambat minggu I bulan Agustus 4. Penerbitan Surat Edaran Kepala Daerah perihal Pedoman Penyusunan RKA SKPD dan RKA-PPKD paling lambat minggu II bulan Agustus 5. Penyusunan dan pembahasan RKA- SKPD dan RKA-PPKD serta penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
- 58. - 57 - 6. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD kepada DPRD 60 hari kerja sebelum Pengambilan persetujuan bersama DPRD dan Kepala Daerah Paling lambat Minggu I Bulan September bagi daerah yang menerapkan 5 (lima) hari kerja per minggu dan Paling lambat Minggu III Bulan September bagi daerah yang menerapkan 6 (enam) hari kerja per minggu 7. Persetujuan bersama DPRD dan Kepala Daerah Paling lambat 1 bulan sebelum dimulainya tahun anggaran berkenaan 8. Menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri/Gubernur untuk dievaluasi 3 hari kerja setelah persetujuan bersama 9. Hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Paling lama 15 hari kerja setelah Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD diterima oleh Menteri Dalam Negeri/Gubernur 10. Penyempurnaan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD sesuai hasil evaluasi yang ditetapkan dengan Paling lambat 7 hari kerja (sejak diterima keputusan hasil evaluasi)
- 59. - 58 - 2. Dalam hal daerah melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018 dan/atau dokumen RPJMD berakhir, penyusunan prioritas daerah dalam rancangan KUA dan PPAS berpedoman pada RKPD Tahun 2019 yang mengacu pada: arah kebijakan dan sasaran pokok RPJPD, program prioritas nasional dalam RKP, program strategis nasional yang ditetapkan oleh pemerintah dan memperhatikan visi, misi, program Kepala Daerah keputusan pimpinan DPRD tentang penyempurnaan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD 11. Penyampaian keputusan pimpinan DPRD tentang penyempurnaan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD kepada menteri dalam negeri/Gubernur 3 hari kerja setelah keputusan pimpinan DPRD ditetapkan 12. Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD sesuai dengan hasil evaluasi paling lambat akhir Desember (31 Desember) 13. Penyampaian peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri/Gubernur paling lambat 7 hari kerja setelah Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah ditetapkan
- 60. - 59 - terpilih, serta mempedomani peraturan daerah mengenai organisasi perangkat daerah. 3. Dalam penyusunan rancangan awal RKPD, DPRD memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD berdasarkan hasil reses/penjaringan aspirasi masyarakat sebagai bahan perumusan kegiatan, lokasi kegiatan dan kelompok sasaran yang selaras dengan pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang RPJMD, sebagaimana maksud Pasal 78 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Selanjutnya, pokok-pokok pikiran DPRD dimaksud diselaraskan dengan sasaran dan prioritas pembangunan serta ketersediaan kapasitas riil anggaran serta disampaikan paling lambat 1 (satu) minggu sebelum Musrenbang RKPD dilaksanakan. Berkaitan dengan itu, pokok-pokok pikiran DPRD yang disampaikan setelah melewati batas waktu paling lambat 1 (satu) minggu sebelum Musrenbang RKPD dilaksanakan, akan dijadikan bahan masukan pada penyusunan perubahan RKPD sebagai dasar perubahan APBD tahun berjalan atau pada penyusunan RKPD tahun berikutnya. 4. Untuk menjamin konsistensi dan percepatan pembahasan rancangan KUA/KUPA dan rancangan PPAS/PPAS perubahan, Kepala Daerah harus menyampaikan rancangan KUA/KUPA dan rancangan PPAS/PPAS perubahan tersebut kepada DPRD dalam waktu yang bersamaan, yang selanjutnya hasil pembahasan kedua dokumen tersebut disepakati bersama antara Kepala Daerah dengan DPRD pada waktu yang bersamaan, sehingga keterpaduan substansi KUA/KUPA dan PPAS/PPAS perubahan dalam proses penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD/perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 akan lebih efektif.
- 61. - 60 - 5. Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, substansi KUA/KUPA mencakup hal- hal yang sifatnya kebijakan umum dan tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang sifatnya kebijakan umum, seperti: (a) Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk perkembangan indikator ekonomi makro daerah; (b) Asumsi dasar penyusunan rancangan APBD/perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 termasuk laju inflasi, pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi daerah; (c) Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana sumber dan besaran pendapatan daerah untuk Tahun Anggaran 2019 serta strategi pencapaiannya; (d) Kebijakan belanja daerah yang mencerminkan program dan langkah kebijakan dalam upaya peningkatan pembangunan daerah yang merupakan manifestasi dari sinkronisasi kebijakan antara pemerintah daerah dan pemerintah serta strategi pencapaiannya; (e) Kebijakan pembiayaan yang menggambarkan sisi defisit dan surplus anggaran daerah sebagai antisipasi terhadap kondisi pembiayaan daerah dalam rangka menyikapi tuntutan pembangunan daerah serta strategi pencapaiannya. 6. Substansi PPAS/PPAS perubahan mencerminkan prioritas pembangunan daerah yang dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai termasuk program prioritas dari SKPD terkait. Prioritas program dari masing-masing SKPD provinsi disesuaikan dengan urusan pemerintahan daerah yang ditangani dan telah disinkronisasikan dengan prioritas nasional yang tercantum dalam RKP Tahun 2019, sedangkan prioritas program dari masing-masing SKPD kabupaten/kota selain disesuaikan dengan urusan pemerintahan daerah yang ditangani dan telah disinkronisasikan dengan prioritas nasional dimaksud, juga telah disinkronisasikan dengan program prioritas provinsi yang tercantum dalam RKPD provinsi Tahun 2019. PPAS/PPAS perubahan selain menggambarkan pagu anggaran sementara untuk belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga, serta pembiayaan, juga menggambarkan pagu anggaran sementara di masing-masing SKPD berdasarkan program dan kegiatan prioritas dalam RKPD. Pagu sementara
- 62. - 61 - tersebut akan menjadi pagu definitif setelah rancangan peraturan daerah tentang APBD/perubahan APBD disetujui bersama antara Kepala Daerah dengan DPRD serta rancangan peraturan daerah tentang APBD/perubahan APBD tersebut ditetapkan oleh Kepala Daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD/perubahan APBD. 7. Berdasarkan KUA dan PPAS yang telah disepakati bersama antara Kepala Daerah dan DPRD, Kepala Daerah menerbitkan Surat Edaran tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD kepada seluruh SKPD dan RKA-PPKD kepada Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD). Surat Edaran dimaksud mencakup prioritas pembangunan daerah, program dan kegiatan sesuai dengan indikator, tolok ukur dan target kinerja dari masing-masing program dan kegiatan, alokasi plafon anggaran sementara untuk setiap program dan kegiatan SKPD, batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD, dan dilampiri dokumen KUA, PPAS, kode rekening APBD, format RKA-SKPD dan RKA-PPKD, ASB dan standar harga regional. Selain itu, penyusunan RKA-SKPD pada program dan kegiatan untuk urusan pemerintahan wajib terkait pelayanan dasar berpedoman pada SPM, standar teknis dan harga satuan regional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan penyusunan RKA-SKPD pada program dan kegiatan untuk urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan pilihan berpedoman pada analisis standar belanja dan standar harga satuan regional. 8. RKA-SKPD memuat rincian anggaran pendapatan, rincian anggaran belanja tidak langsung SKPD (gaji pokok dan tunjangan pegawai, tambahan penghasilan, khusus pada SKPD Sekretariat DPRD dianggarkan juga Dana Operasional Ketua dan Wakil Ketua DPRD), rincian anggaran belanja langsung menurut program dan kegiatan SKPD. 9. RKA-PPKD memuat rincian pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah, rincian belanja untuk belanja tidak langsung yang terdiri dari belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak terduga, serta rincian pembiayaan yang terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Gallery Permendagri Tentang Kode Rekening Belanja Daerah Terbaru
Penjabaran Permendagri 113 Tahun 2014 Dan Permendagri 20
Cara Menambah Dan Merubah Daftar Kegiatan Di Siskeudes 2 0
Konsolidasi Rba Permendagri 79 Tahun 2018
Lampiran A Viii A 1 Kode Rekening Belanja Daerah
Apbdes Sesuai Permendagri 20 2018 Mengenal Kode Rekening
Tutorial Sistem Aplikasi Keuangan Desa Steemit
Permendagri Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyusunan
Mengawasi Penyaluran Dana Desa Bebas Akses
Struktur Apbd Dan Kode Rekening Pdf Download Gratis
Lampiran A 7 Kode Daftar Program Dan Kegiatan Menurut Urusan
Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri
Siskeudes Kode Rekening Apbdes Keuangandesa Info
Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah Permendagri No 19 Tahun 2019
Pdf Lampiran Permendagri Nomor 37 Tahun 2014 1 Pdf Defri
Menimbang A Bahwa Dengan Ditetapkannya Peraturan Menteri
Jual Buku Permendagri No 108 Tahun 2018 Penggolongan Dan Kodefikasi Barang Kota Semarang Duta Buku Peraturan Tokopedia
Struktur Apbd Dan Kode Rekening Pdf Download Gratis
Permendagri Nomor 21 Tahun 2011
Apbdes Sesuai Permendagri 20 2018 Mengenal Kode Rekening
0 Response to "Permendagri Tentang Kode Rekening Belanja Daerah Terbaru"
Post a Comment