BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. | Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. |
2. | Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. |
3. | Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya. |
4. | Panji adalah bendera yang dibuat untuk menunjukkan kedudukan dan kebesaran suatu jabatan atau organisasi. |
5. | Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara turun-temurun oleh warga negara Indonesia di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. |
6. | Bahasa asing adalah bahasa selain Bahasa Indonesia dan bahasa daerah. |
7. | Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan. |
8. | Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. |
9. | Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. |
Pasal 2
Pengaturan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan sebagai simbol identitas wujud eksistensi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan asas:
e. | kebhinnekatunggalikaan; |
Pasal 3
Pengaturan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan bertujuan untuk:
a. | memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; |
b. | menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan |
c. | menciptakan ketertiban, kepastian, dan standardisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. |
BAB II BENDERA NEGARA
Pasal 4
(1) | Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama. |
(2) | Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur. |
(3) | Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan ketentuan ukuran: |
a. | 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan; | |
b. | 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum; | |
c. | 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan; | |
d. | 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil Presiden; | |
e. | 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara; | |
f. | 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum; | |
g. | 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal; | |
h. | 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api; | |
i. | 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara; dan | |
j. | 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja. | |
(4) | Untuk keperluan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bendera yang merepresentasikan Bendera Negara dapat dibuat dari bahan yang berbeda dengan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ukuran yang berbeda dengan ukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan bentuk yang berbeda dengan bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Pasal 5
»
1. | Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. |
2. | Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional Jakarta. |
Bagian Kedua Penggunaan Bendera Negara
Pasal 6
Penggunaan Bendera Negara dapat berupa pengibaran dan/atau pemasangan.
Pasal 7
(1) | Pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan pada waktu antara matahari terbit hingga matahari terbenam. |
(2) | Dalam keadaan tertentu pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara dapat dilakukan pada malam hari. |
(3) | Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh warga negara yang menguasai hak penggunaan rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan, transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. |
(4) | Dalam rangka pengibaran Bendera Negara di rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah memberikan Bendera Negara kepada warga negara Indonesia yang tidak mampu. |
(5) | Selain pengibaran pada setiap tanggal 17 Agustus sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bendera Negara dikibarkan pada waktu peringatan hari-hari besar nasional atau peristiwa lain. |
Pasal 8
»
1. | Pengibaran Bendera Negara pada peristiwa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) secara nasional diatur oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya berkaitan dengan kesekretariatan negara. |
2. | Pengibaran Bendera Negara pada peristiwa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) di daerah, diatur oleh kepala daerah. |
Pasal 9
(1) | Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib dikibarkan setiap hari di: |
a. | istana Presiden dan Wakil Presiden; | |
b. | gedung atau kantor lembaga negara; | |
c. | gedung atau kantor lembaga pemerintah; | |
d. | gedung atau kantor lembaga pemerintah nonkementerian; | |
e. | gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah; | |
f. | gedung atau kantor dewan perwakilan rakyat daerah; | |
g. | gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; | |
h. | gedung atau halaman satuan pendidikan; | |
i. | gedung atau kantor swasta; | |
j. | rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden; | |
k. | rumah jabatan pimpinan lembaga negara; | |
l. | rumah jabatan menteri; | |
m. | rumah jabatan pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian; | |
n. | rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat; | |
o. | gedung atau kantor atau rumah jabatan lain; | |
p. | pos perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; | |
q. | lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia; dan | |
r. | taman makam pahlawan nasional. | |
(2) | Penggunaan Bendera Negara di lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf q diatur tersendiri oleh pimpinan institusi dengan berpedoman pada Undang-Undang ini; |
(3) | Penggunaan Bendera Negara di kantor perwakilan negara Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dilakukan dengan berpedoman pada Undang-Undang ini. |
(4) | Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g digunakan di luar gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dilakukan sesuai dengan peraturan penggunaan bendera asing yang berlaku di negara yang bersangkutan. |
Pasal 10
(1) | Bendera Negara wajib dipasang pada: |
a. | kereta api yang digunakan Presiden atau Wakil Presiden; | |
b. | kapal milik Pemerintah atau kapal yang terdaftar di Indonesia pada waktu berlabuh dan berlayar; atau | |
c. | pesawat terbang milik Pemerintah atau pesawat terbang yang terdaftar di Indonesia. | |
(2) | Pemasangan Bendera Negara di kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditempatkan di sebelah kanan kabin masinis. |
(3) | Pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditempatkan di tengah anjungan kapal. |
(4) | Pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditempatkan di sebelah kanan ekor pesawat terbang. |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c diatur dengan Peraturan Presiden. |
Pasal 11
(1) | Bendera Negara dapat dikibarkan dan/atau dipasang pada: |
a. | kendaraan atau mobil dinas; | |
b. | pertemuan resmi pemerintah dan/atau organisasi; | |
c. | perayaan agama atau adat; | |
d. | pertandingan olahraga; dan/atau | |
e. | perayaan atau peristiwa lain. | |
(2) | Bendera Negara dipasang pada mobil dinas Presiden, Wakil Presiden, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, menteri atau pejabat setingkat menteri, Gubernur Bank Indonesia, mantan Presiden, dan mantan Wakil Presiden sebagai tanda kedudukan. |
(3) | Bendera Negara sebagai tanda kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipasang di tengah-tengah pada bagian depan mobil. |
(4) | Dalam hal pejabat tinggi pemerintah negara asing menggunakan mobil yang disediakan Pemerintah, Bendera Negara dipasang di sisi kiri bagian depan mobil. |
Pasal 12
(1) | Bendera Negara dapat digunakan sebagai: |
|
b. | tanda berkabung; dan/atau | |
c. | penutup peti atau usungan jenazah. | |
(2) | Bendera Negara sebagai tanda perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan apabila terjadi konflik horizontal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. |
(3) | Dalam hal Bendera Negara sebagai tanda perdamaian dikibarkan pada saat terjadi konflik horizontal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap pihak yang bertikai wajib menghentikan pertikaian. |
(4) | Bendera Negara digunakan sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b apabila Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan W akil Presiden, pimpinan atau anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah, dan/atau pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah meninggal dunia. |
(5) | Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikibarkan setengah tiang. |
(6) | Apabila Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama tiga hari berturut-turut di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan semua kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. |
(7) | Apabila pimpinan lembaga negara dan menteri atau pejabat setingkat menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama dua hari berturut-turut terbatas pada gedung atau kantor pejabat negara yang bersangkutan. |
(8) | Apabila anggota lembaga negara, kepala daerah dan/atau pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama satu hari, terbatas pada gedung atau kantor pejabat yang bersangkutan. |
(9) | Dalam hal pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia di luar negeri, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan sejak tanggal kedatangan jenazah di Indonesia. |
(10) | Pengibaran Bendera Negara setengah tiang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan sesuai dengan kententuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat (7), dan ayat (8). |
(11) | Dalam hal Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersamaan dengan pengibaran Bendera Negara dalam rangka peringatan hari-hari besar nasional, dua Bendera Negara dikibarkan berdampingan, yang sebelah kiri dipasang setengah tiang dan yang sebelah kanan dipasang penuh. |
(12) | Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dipasang pada peti atau usungan jenazah Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil Presiden, anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah, anggota dewan perwakilan rakyat daerah, kepala perwakilan diplomatik, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik Indonesia yang meninggal dalam tugas, dan/atau warga negara Indonesia yang berjasa bagi bangsa dan negara. |
(13) | Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dipasang lurus memanjang pada peti atau usungan jenazah, bagian yang berwarna merah di atas sebelah kiri badan jenazah. |
(14) | Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (13) setelah digunakan dapat diberikan kepada pihak keluarga. |
Bagian Ketiga Tata Cara Penggunaan Bendera Negara
Pasal 13
»
1. | Bendera Negara dikibarkan dan/atau dipasang pada tiang yang besar dan tingginya seimbang dengan ukuran Bendera Negara. |
2. | Bendera Negara yang dipasang pada tali diikatkan pada sisi dalam kibaran Bendera Negara. |
3. | Bendera Negara yang dipasang pada dinding, dipasang membujur rata. |
Pasal 14
»
1. | Bendera Negara dinaikkan atau diturunkan pada tiang secara perlahan-lahan, dengan khidmat, dan tidak menyentuh tanah. |
2. | Bendera Negara yang dikibarkan setengah tiang, dinaikkan hingga ke ujung tiang, dihentikan sebentar dan diturunkan tepat setengah tiang. |
3. | Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hendak diturunkan, dinaikkan terlebih dahulu hingga ujung tiang, dihentikan sebentar, kemudian diturunkan. |
Pasal 15
»
1. | Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara, semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai penaikan atau penurunan Bendera Negara selesai. |
2. | Penaikan atau penurunan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. |
Pasal 16
»
1. | Dalam hal Bendera Negara dikibarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Bendera Negara ditempatkan di halaman depan, di tengah-tengah atau di sebelah kanan gedung atau kantor, rumah, satuan pendidikan, dan taman makam pahlawan. |
2. | Dalam pertemuan atau rapat yang menggunakan Bendera Negara: |
a. | apabila dipasang pada dinding, Bendera Negara ditempatkan rata pada dinding di atas sebelah belakang pimpinan rapat; | |
b. | apabila dipasang pada tiang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan pimpinan rapat atau mimbar. | |
Pasal 17
(1) | Dalam hal Bendera Negara dikibarkan atau dipasang secara berdampingan dengan bendera negara lain, ukuran bendera seimbang dan ukuran tiang bendera negara sama. |
(2) | Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikibarkan sebagai berikut: |
a. | apabila ada satu bendera negara lain, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan; | |
b. | apabila ada sejumlah bendera negara lain, semua bendera ditempatkan pada satu baris dengan ketentuan: | 1) | jumlah semua bendera ganjil, Bendera Negara ditempatkan di tengah; dan | | 2) | apabila jumlah semua bendera genap, Bendera Negara ditempatkan di tengah sebelah kanan. | | |
(3) | Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dalam acara internasional yang dihadiri oleh kepala negara, wakil kepala negara, dan kepala pemerintahan dapat dilakukan menurut kebiasaan internasional. |
(4) | Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku untuk Bendera Negara yang dibawa bersama-sama dengan bendera negara lain dalam pawai atau defile. |
Pasal 18
Dalam hal penandatanganan perjanjian internasional antara pejabat Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pejabat negara lain, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan:
a. | apabila di belakang meja pimpinan dipasang dua bendera negara pada dua tiang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan dan bendera negara lain ditempatkan di sebelah kiri; |
b. | bendera meja dapat diletakkan di atas meja dengan sistem bersilang atau paralel. |
Pasal 19
Dalam hal Bendera Negara dan bendera negara lain dipasang pada tiang yang bersilang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan dan tiangnya ditempatkan di depan tiang bendera negara lain.
Pasal 20
Dalam hal Bendera Negara yang berbentuk bendera meja dipasang bersama dengan bendera negara lain pada konferensi internasional, Bendera Negara ditempatkan di depan tempat duduk delegasi Republik Indonesia.
Pasal 21
(1) | Dalam hal Bendera Negara dipasang bersama dengan bendera atau panji organisasi, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan: |
a. | apabila ada sebuah bendera atau panji organisasi, Bendera Negara dipasang di sebelah kanan; | |
b. | apabila ada dua atau lebih bendera atau panji organisasi dipasang dalam satu baris, Bendera Negara ditempatkan di depan baris bendera atau panji organisasi di posisi tengah; | |
c. | apabila Bendera Negara dibawa dengan tiang bersama dengan bendera atau panji organisasi dalam pawai atau defile, Bendera Negara dibawa di depan rombongan; dan | |
d. | Bendera Negara tidak dipasang bersilang dengan bendera atau panji organisasi. | |
(2) | Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat lebih besar dan dipasang lebih tinggi daripada bendera atau panji organisasi. |
Pasal 22
»
(1) | Bendera Negara yang dipasang berderet pada tali sebagai hiasan, ukurannya dibuat sama besar dan disusun dengan urutan warna merah putih. |
(2) | Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipasang berselingan dengan bendera organisasi atau bendera lain. |
Pasal 23
Bendera Negara yang digunakan sebagai lencana dipasang pada pakaian di dada sebelah kiri.
Pasal 24
Setiap orang dilarang:
a. | merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara; |
b. | memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial; |
c. | mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam; |
d. | mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan |
e. | memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara. |
BAB III BAHASA NEGARA
Pasal 25
»
(1) | Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa. |
(2) | Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah. |
(3) | Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa. |
Bagian Kedua Penggunaan Bahasa Indonesia
Pasal 26
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 27
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi negara.
Pasal 28
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri.
Pasal 29
»
(1) | Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. |
(2) | Bahasa pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik. |
(3) | Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk satuan pendidikan asing atau satuan pendidikan khusus yang mendidik warga negara asing. |
Pasal 30
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan administrasi publik di instansi pemerintahan.
Pasal 31
(1) | Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia. |
(2) | Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris. |
Pasal 32
(1) | Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional di Indonesia. |
(2) | Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum yang bersifat internasional di luar negeri. |
Pasal 33
»
(1) | Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta. |
(2) | Pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia. |
Pasal 34
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam laporan setiap lembaga atau perseorangan kepada instansi pemerintahan.
Pasal 35
»
(1) | Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam penulisan karya ilmiah dan publikasi karya ilmiah di Indonesia. |
(2) | Penulisan dan publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tujuan atau bidang kajian khusus dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing. |
Pasal 36
»
(1) | Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama geografi di Indonesia. |
(2) | Nama geografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) nama resmi. |
(3) | Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. |
(4) | Penamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing apabila memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan. |
Pasal 37
»
(1) | Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia. |
(2) | Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan bahasa daerah atau bahasa asing sesuai dengan keperluan. |
Pasal 38
»
(1) | Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum. |
(2) | Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai bahasa daerah dan/atau bahasa asing. |
Pasal 39
»
(1) | Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa. |
(2) | Media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing yang mempunyai tujuan khusus atau sasaran khusus. |
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 39 diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa Indonesia
Pasal 41
(1) | Pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesuai dengan perkembangan zaman. |
(2) | Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh lembaga kebahasaan. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. |
Pasal 42
»
(1) | Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia. |
(2) | Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah di bawah koordinasi lembaga kebahasaan. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. |
Pasal 43
»
(1) | Pemerintah dapat memfasilitasi warga negara Indonesia yang ingin memiliki kompetensi berbahasa asing dalam rangka peningkatan daya saing bangsa. |
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi untuk meningkatkan kompetensi berbahasa asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. |
Bagian Keempat Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Internasional
Pasal 44
»
(1) | Pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan. |
(2) | Peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. |
Bagian Kelima Lembaga Kebahasaan
Pasal 45
Lembaga kebahasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), Pasal 42 ayat (2), dan Pasal 44 ayat (2) dibentuk sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertanggung jawab kepada Menteri.
BAB IV LAMBANG NEGARA
Pasal 46
Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.
Pasal 47
(1) | Garuda dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan lambang tenaga pembangunan. |
(2) | Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45. |
Pasal 48
(1) | Di tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan khatulistiwa. |
(2) | Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut: |
a. | dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima; | |
b. | dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai; | |
c. | dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai; | |
d. | dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan atas perisai; dan | |
e. | dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan atas perisai. | |
Pasal 49
Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas:
a. | warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai; |
b. | warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai; |
c. | warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda; |
d. | warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan |
e. | warna alam untuk seluruh gambar lambang. |
Pasal 50
Bentuk, warna, dan perbandingan ukuran Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
Bagian Kedua Penggunaan Lambang Negara
Pasal 51
Lambang Negara wajib digunakan di:
a. | dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan; |
b. | luar gedung atau kantor; |
c. | lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara; |
d. | paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah; |
e. | uang logam dan uang kertas; atau |
Pasal 52
Lambang Negara dapat digunakan:
a. | sebagai cap atau kop surat jabatan; |
b. | sebagai cap dinas untuk kantor; |
c. | pada kertas bermaterai; |
d. | pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa, dan tanda kehormatan; |
e. | sebagai lencana atau atribut pejabat negara, pejabat pemerintah atau warga negara Indonesia yang sedang mengemban tugas negara di luar negeri; |
f. | dalam penyelenggaraan peristiwa resmi; |
g. | dalam buku dan majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah; |
h. | dalam buku kumpulan undang-undang; dan/atau |
i. | di rumah warga negara Indonesia. |
Pasal 53
(1) | Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung, kantor atau ruang kelas satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dipasang pada: |
a. | gedung dan/atau kantor Presiden dan Wakil Presiden; | |
b. | gedung dan/atau kantor lembaga negara; | |
c. | gedung dan/atau kantor instansi pemerintah; dan | |
d. | gedung dan/atau kantor lainnya. | |
(2) | Penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b pada: |
a. | istana Presiden dan Wakil Presiden; | |
b. | rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden; | |
c. | gedung atau kantor dan rumah jabatan kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; dan | |
d. | rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat. | |
(3) | Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dan di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b diletakkan pada tempat tertentu. |
(4) | Penggunaan Lambang Negara pada lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf c diletakkan di bagian tengah atas halaman pertama dokumen. |
(5) | Penggunaan Lambang Negara pada paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf d diletakkan di bagian tengah halaman dokumen. |
Pasal 54
(1) | Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a digunakan oleh: |
a. | Presiden dan Wakil Presiden; | |
b. | Majelis Permusyawaratan Rakyat; | |
c. | Dewan Perwakilan Rakyat; | |
d. | Dewan Perwakilan Daerah; | |
e. | Mahkamah Agung dan badan peradilan; | |
f. | Badan Pemeriksa Keuangan; | |
g. | menteri dan pejabat setingkat menteri; | |
h. | kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan; | |
i. | gubernur, bupati atau walikota; | |
|
k. | pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang. | |
(2) | Penggunaan Lambang Negara sebagai cap dinas untuk kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf b digunakan untuk kantor: |
a. | Presiden dan Wakil Presiden; | |
b. | Majelis Permusyawaratan Rakyat; | |
c. | Dewan Perwakilan Rakyat; | |
d. | Dewan Perwakilan Daerah; | |
e. | Mahkamah Agung dan badan peradilan; | |
f. | Badan Pemeriksa Keuangan; | |
g. | menteri dan pejabat setingkat menteri; | |
h. | kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan; | |
i. | gubernur, bupati atau walikota; | |
|
k. | pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang. | |
(3) | Lambang Negara sebagai lencana atau atribut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf e dipasang pada pakaian di dada sebelah kiri. |
(4) | Lambang Negara yang digunakan dalam penyelenggaraan peristiwa resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf f dipasang pada gapura dan/atau bangunan lain yang pantas. |
Pasal 55
»
(1) | Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan ketentuan: |
a. | Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi daripada Bendera Negara; | |
b. | gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah daripada Lambang Negara. | |
(2) | Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipasang di dinding, Lambang Negara diletakkan di tengah atas antara gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden. |
Pasal 56
(1) | Ukuran Lambang Negara disesuaikan dengan ukuran ruangan dan tempat sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. |
(2) | Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dibuat dari bahan yang kuat. |
Pasal 57
Setiap orang dilarang:
a. | mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara; |
b. | menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; |
c. | membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan |
d. | menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini. |
BAB V LAGU KEBANGSAAN
Pasal 58
»
(1) | Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya yang digubah oleh Wage Rudolf Supratman. |
(2) | Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. |
Bagian Kedua Penggunaan Lagu Kebangsaan
Pasal 59
»
(1) | Lagu Kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau dinyanyikan: |
a. | untuk menghormati Presiden dan/atau Wakil Presiden; | |
b. | untuk menghormati Bendera Negara pada waktu pengibaran atau penurunan Bendera Negara yang diadakan dalam upacara; | |
c. | dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah; | |
d. | dalam acara pembukaan sidang paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah; | |
e. | untuk menghormati kepala negara atau kepala pemerintahan negara sahabat dalam kunjungan resmi; | |
f. | dalam acara atau kegiatan olahraga internasional; dan | |
g. | dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan teknologi, dan seni internasional yang diselenggarakan di Indonesia. | |
(2) | Lagu Kebangsaan dapat diperdengarkan dan/atau dinyanyikan: |
a. | sebagai pernyataan rasa kebangsaan; | |
b. | dalam rangkaian program pendidikan dan pengajaran; | |
c. | dalam acara resmi lainnya yang diselenggarakan oleh organisasi, partai politik, dan kelompok masyarakat lain; dan/atau | |
d. | dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni internasional. | |
Bagian Ketiga Tata Cara Penggunaan Lagu Kebangsaan
Pasal 60
(1) | Lagu Kebangsaan dapat dinyanyikan dengan diiringi alat musik, tanpa diiringi alat musik, ataupun diperdengarkan secara instrumental. |
(2) | Lagu Kebangsaan yang diiringi alat musik, dinyanyikan lengkap satu strofe, dengan satu kali ulangan pada refrein. |
(3) | Lagu Kebangsaan yang tidak diiringi alat musik, dinyanyikan lengkap satu stanza pertama, dengan satu kali ulangan pada bait ketiga stanza pertama. |
Pasal 61
Apabila Lagu Kebangsaan dinyanyikan lengkap tiga stanza, bait ketiga pada stanza kedua dan stanza ketiga dinyanyikan ulang satu kali.
Pasal 62
Setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat.
Pasal 63
»
(1) | Dalam hal Presiden atau Wakil Presiden Republik Indonesia menerima kunjungan kepala negara atau kepala pemerintahan negara lain, lagu kebangsaan negara lain diperdengarkan lebih dahulu, selanjutnya Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. |
(2) | Dalam hal Presiden Republik Indonesia menerima duta besar negara lain dalam upacara penyerahan surat kepercayaan, lagu kebangsaan negara lain diperdengarkan pada saat duta besar negara lain tiba, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan pada saat duta besar negara lain akan meninggalkan istana. |
Pasal 64
Setiap orang dilarang:
a. | mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, kata-kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan; |
b. | memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan Lagu Kebangsaan dengan maksud untuk tujuan komersial; atau |
c. | menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan dengan maksud untuk tujuan komersial. |
BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Pasal 65
Warga Negara Indonesia berhak dan wajib memelihara, menjaga, dan menggunakan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan untuk kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negara sesuai dengan Undang-Undang ini.
BAB VII KETENTUAN PIDANA
Pasal 66
Setiap orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 67
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), setiap orang yang:
a. | dengan sengaja memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b; |
b. | dengan sengaja mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c; |
c. | mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 |
d. | dengan sengaja memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat merendahkan kehormatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf e. |
Pasal 68
Setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 69
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), setiap orang yang:
a. | dengan sengaja menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; |
b. | membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; atau |
c. | dengan sengaja menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini. |
Pasal 70
Setiap orang yang mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, kata-kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 71
(1) | Setiap orang yang dengan sengaja memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). |
(2) | Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi setiap orang yang dengan sengaja menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c. |
BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 72
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB IX KETENTUAN PENUTUP
Pasal 73
Peraturan pelaksana yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 74
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
0 Response to "Uu 24 Tahun 2009"
Post a Comment