Pernahkah Anda melihat manusia hidup menyendiri tanpa ada orang lain secara permanen? Tidak ada bukan? Karena manusia, menurut Aristoteles, adalah zoon politicon atau mahkluk sosial. Menurut Prof.Dr. Notonagoro, manusia sebagai makhluk Tuhan yang Mana Esa pada hakikatnya memiliki dua kedudukan, yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu, manusia disebut sebagai makhluk monodualisme. Sebagai makhluk individu, manusia mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, sedangkan sebagai makhluk sosial, manusia cenderung untuk hidup berkelompok. Dalam sejarah perkembangan manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri terpisah dari kelompok lainnya, kecuali dalam keadaan terpaksa dan itupun hanya untuk sementara waktu. Hidup menyendiri terlepas dalam pergaulan manusia dalam masyarakat hanya mungkin terjadi dalam dongeng belaka, seperti Tarzan dan Robinson Crusoe. Padahal dalam kenyataannya hal itu tidak mungkin terjadi.
Kecenderungan untuk selalu bermasyarakat antara lain didorong oleh hasrat untuk memenuhi kebutuhan makan, minum, hasrat untuk mempertahankan diri dari serangan binatang buas atau dari kelompok lain, dan hasrat untuk melanjutkan keturunan. Selain dari keinginan-keinginan yang timbul dari kodrat alam itu, ada juga faktor-faktor pendorong lain untuk hidup bermasyarakat, yaitu ikatan pertalian darah, persamaan nasib, persamaan agama, persamaan bahasa, persamaan cita-cita, persamaan kebudayaan, atau persamaan keinsyafan bahwa mereka mendiami suatu daerah yang sama.
Awalnya, kehidupan bermasyarakat muncul dalam bentuk yang masih sangat sederhana, yaitu dalam bentuk keluarga dengan anggota yang terdiri ayah, ibu, dan anak. Kemudian, mereka berkembang dan terus berkembang secara akumulatif sehingga lahirlah komunitas keluarga yang satu sama lain masih ada hubungan darah atau kekerabatan yang dikenal dengan masyarakat. Masyarakat suatu negara terdiri atas sejumlah manusia yang mempunyai hubungan kesetiakawanan karena asal-usul, agama, persamaan tempat tinggal, persamaan kepentingan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya. Suatu kelompok masyarakat yang berkemauan untuk mempunyai negara atau untuk bernegara disebut bangsa.
Untuk memperjelas apa itu bangsa, di bawah ini ada beberapa ahli yang memberi batasan tentang pengertian bangsa.
a. Menurut Lothrop Stoddard, bangsa adalah suatu kepercayaan yang dimiliki oleh sej umlah orang yang cukup banyak bahwa mereka merupakan suatu bangsa. Kepercayaan tersebut merupakan suatu perasaan memiliki secara bersama sebagai suatu bangsa.
b. Menurut Otto Bauer, bangsa adalah kelompok manusia yang mempunyai suatu persamaan karakter dan watak dimana karakter atau watak itu tumbuh dan lahir yang terjadi karena adanya persatuan pengakman.
c. Menurut Ernest Renan, bangsa adalah kelompok manusia yang terbentuk karena mereka memiliki kemauan untuk bersatu.
d. Menurut Friederich Ratzel, bangsa adalah sesuatu yang terbentuk karena adanya hasrat untuk bersatu. Hasrat itu timbul karena adanya rasa kesatuan antara manusia dan tempat tinggalnya. Dari pengertian-pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa bangsa adalah suatu masyarakat yang menepati daerah tertentu yang anggota-anggotanya bersatu karena pertumbuhan sejarah yang sama karena merasa senasib dan seperjuangan, serta mempunyai kepentingan dan cita-cita yang sama.
Berkaitan dengan tumbuh kembangnya suatu bangsa atau disebut juga “Nation”, terdapat berbagai macam reori besar yang merupakan bahan perbandingan bagi para pendiri negara Indonesia untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki sifat dan karakter tersendiri.
Hans Kohn, sebagai seorang ahli antropologi etnis, mengemukakan teorinya tentang bangsa bahwa bangsa itu terbentuk karena persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah, negara, dan kewarganegaraan. Suatu bangsa tumbuh dan berkembang dari anasir-anasir serta akar-akar yang terbentuk melalui suatu proses sejarah. Dewasa ini, nampaknya teori kebangsaan yang mendasarkan ras, bahasa, serta unsur-unsur lain yang sifatnya premordial ini sudah tidak mendapat tempat di kalangan bangsa-bangsa di dunia. Serbia yang berupaya untuk membangun bangsa berdasarkan kesamaan ras, bahasa, dan agama nampaknya mengalami tantangan dunia internasional. Demikian pula Israel yang ingin membangun Zionis Raya berdasarkan ras Yahudi, mendapat tantangan dunia internasional sehingga kemelut politik di Timur Tengah tidak kunjung reda karena sikap keras kepala Israel.
b. Teori Kebangsaan Ernest Renan
Menurut Renan, pokok-pokok pikiran tentang bangsa adalah sebagai berikut.
1) Bangsa adalah suatu jiwa dan suatu asas kerohanian.
2) Bangsa adalah suatu solidaritas yang besar.
3) Bangsa adalah suatu hasil sejarah.
4) Bangsa bukan merupakan sesuatu yang abadi.
5) Wilayah dan ras bukanlah suatu penyebab timbulnya bangsa. Wilayah memberikan ruang dimana bangsa hidup sedangkan manusia membentuk jiwanya. Dalam kaitan inilah maka Renan kemudian menyimpulkan bahwa bangsa adalah suatu jiwa, suatu asas kerokhanian.
Lebih lanjut Ernest Renan menegaskan bahwa faktor-faktor yang membentuk jiwa bangsa adalah kejayaan dan kemuliaan di masa lampau, suatu keinginan hidup bersama baik di masa sekarang dan di masa yang akan datang, serta penderitaan-penderitaan bersama.
c. Teori Geopolitik oleh Frederich Ratzel
Suatu teori kebangsaan baru mengungkapkan hubungan antara wilayah geografi dengan bangsa. Teori ini dikembangkan oleh Frederich Ratzel dalam bukunya yang berjudul “Political Geography” (1987). Teori tersebut menyatakan bahwa negara merupakan suatu organisme yang hidup. Agar suatu bangsa itu hidup subur dan kuat maka negara tersebut memerlukan suatu ruangan untuk hidup yang dalam bahasa Jerman disebut “Lebensraum”. Negara-negara besar, menurut Ratzel, memiliki semangat ekspansi, militerisme, serta optimisme. Teori Ratzel ini bagi negara-negara modern terutama di Jerman mendapat sambutan yang cukup hangat, namun sisi negatifnya menimbulkan semangat kebangsaan yang chauvinistis.
d. Negara Kebangsaan Pancasila
Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit, serta saat penjajahan oleh bangsa asing selama tiga setengah abad. Unsur masyarakat yang membentuk bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa, berbagai macam adat-istiadat kebudayaan dan agama yang berdiam dalam suatu wilayah yang terdiri atas beribu-ribu pulau. Oleh karena itu, keadaan yang beraneka ragam tersebut bukanlah merupakan suatu perbedaan untuk dipertentangkan, melainkan perbedaan justru merupakan suatu daya penarik ke arah suatu kerjasama persatuan dan kesatuan sehingga keanekaragaman itu justru mewujudkan suatu kerjasama yang luhur. Sintesa persatuan dan kesatuan tersebut kemudian dituangkan dalam suatu asas kerohanian yang merupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama, yaitu Pancasila.
Daftar Pustaka : YUDHISTIRA
0 Response to "Hakikat Bangsa Dan Negara"
Post a Comment