Uu No 4 Tahun 2009



Review Perbandingan Uu Minerba No 11 Th 1967 Vs Uu No 4 Th

Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batub…

  1. 1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh Negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan; b. bahwa kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang merupakan kegiatan usaha pertambangan di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan; c. bahwa dengan mempertimbangkan perkembangan nasional maupun internasional, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan sudah tidak sesuai lagi sehingga dibutuhkan perubahan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara yang dapat mengelola dan mengusahakan potensi mineral dan batubara secara mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan nasional secara berkelanjutan; d. bahwa . . .
  2. 2. -2- d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN:Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. 2. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu. 3. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh- tumbuhan. 4. Pertambangan . . .
  3. 3. -3-4. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah.5. Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.6. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.7. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan.8. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.9. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi.10. Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.11. Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan IUPK, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.12. IUPK Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.13. IUPK Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUPK Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi di wilayah izin usaha pertambangan khusus. 14. Penyelidikan . . .
  4. 4. -4-14. Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.15. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.16. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang.17. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.18. Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan.19. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya.20. Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.21. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan.22. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral atau batubara.23. Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 24. Jasa . . .
  5. 5. -5-24. Jasa Pertambangan adalah jasa penunjang yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertambangan.25. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut amdal, adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.26. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.27. Kegiatan pascatambang, yang selanjutnya disebut pascatambang, adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan.28. Pemberdayaan Masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.29. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.30. Wilayah Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WUP, adalah bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi.31. Wilayah Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WIUP, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP.32. Wilayah Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut WPR, adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat.33. Wilayah Pencadangan Negara, yang selanjutnya disebut WPN, adalah bagian dari WP yang dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional. 34. Wilayah . . .
  6. 6. -6-34. Wilayah Usaha Pertambangan Khusus yang selanjutnya disebut WUPK, adalah bagian dari WPN yang dapat diusahakan.35. Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus dalam WUPK, yang selanjutnya disebut WIUPK, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUPK.36. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.37. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.38. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangan mineral dan batubara. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2Pertambangan mineral dan/atau batubara dikelolaberasaskan:a. manfaat, keadilan, dan keseimbangan;b. keberpihakan kepada kepentingan bangsa;c. partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas;d. berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pasal 3Dalam rangka mendukung pembangunan nasional yangberkesinambungan, tujuan pengelolaan mineral dan batubaraadalah:a. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing;b. menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup; c. menjamin . . .
  7. 7. -7-c. menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri;d. mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional agar lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;e. meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar- besar kesejahteraan rakyat; danf. menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. BAB III PENGUASAAN MINERAL DAN BATUBARA Pasal 4(1) Mineral dan batubara sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.(2) Penguasaan mineral dan batubara oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Pasal 5(1) Untuk kepentingan nasional, Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat menetapkan kebijakan pengutamaan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri.(2) Kepentingan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan pengendalian produksi dan ekspor.(3) Dalam melaksanakan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah mempunyai kewenangan untuk menetapkan jumlah produksi tiap-tiap komoditas per tahun setiap provinsi.(4) Pemerintah daerah wajib mematuhi ketentuan jumlah yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Ketentuan . . .
  8. 8. -8- (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengutamaan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengendalian produksi dan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah. BAB IVKEWENANGAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Pasal 6 (1) Kewenangan Pemerintah dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, antara lain, adalah: a. penetapan kebijakan nasional; b. pembuatan peraturan perundang-undangan; c. penetapan standar nasional, pedoman, dan kriteria; d. penetapan sistem perizinan pertambangan mineral dan batubara nasional; e. penetapan WP yang dilakukan setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia; f. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan yang berada pada lintas wilayah provinsi dan/atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai; g. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan yang lokasi penambangannya berada pada lintas wilayah provinsi dan/atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai; h. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan operasi produksi yang berdampak lingkungan langsung lintas provinsi dan/atau dalam wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai; i. pemberian IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi; j. pengevaluasian IUP Operasi Produksi, yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, yang telah menimbulkan kerusakan lingkungan serta yang tidak menerapkan kaidah pertambangan yang baik; k. penetapan . . .
  9. 9. -9- k. penetapan kebijakan produksi, pemasaran, pemanfaatan, dan konservasi; l. penetapan kebijakan kerja sama, kemitraan, dan pemberdayaan masyarakat; m. perumusan dan penetapan penerimaan negara bukan pajak dari hasil usaha pertambangan mineral dan batubara; n. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah; o. pembinaan dan pengawasan penyusunan peraturan daerah di bidang pertambangan; p. penginventarisasian, penyelidikan, dan penelitian serta eksplorasi dalam rangka memperoleh data dan informasi mineral dan batubara sebagai bahan penyusunan WUP dan WPN; q. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi sumber daya mineral dan batubara, serta informasi pertambangan pada tingkat nasional; r. pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan pascatambang; s. penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara tingkat nasional; t. pengembangan dan peningkatan nilai tambah kegiatan usaha pertambangan; dan u. peningkatan kemampuan aparatur Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan.(2) Kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 7(1) Kewenangan pemerintah provinsi dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, antara lain, adalah: a. pembuatan peraturan perundang-undangan daerah; b. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan pada lintas wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil; c. pemberian . . .
  10. 10. - 10 - c. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan operasi produksi yang kegiatannya berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil; d. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan yang berdampak lingkungan langsung lintas kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil; e. penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian serta eksplorasi dalam rangka memperoleh data dan informasi mineral dan batubara sesuai dengan kewenangannya; f. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi sumber daya mineral dan batubara, serta informasi pertambangan pada daerah/wilayah provinsi; g. penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara pada daerah/wilayah provinsi; h. pengembangan dan peningkatan nilai tambah kegiatan usaha pertambangan di provinsi; i. pengembangan dan peningkatan peran serta masyarakat dalam usaha pertambangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan; j. pengoordinasian perizinan dan pengawasan penggunaan bahan peledak di wilayah tambang sesuai dengan kewenangannya; k. penyampaian informasi hasil inventarisasi, penyelidikan umum, dan penelitian serta eksplorasi kepada Menteri dan bupati/walikota; l. penyampaian informasi hasil produksi, penjualan dalam negeri, serta ekspor kepada Menteri dan bupati/walikota; m. pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan pascatambang; dan n. peningkatan kemampuan aparatur pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan.(2) Kewenangan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 8 . . .
  11. 11. - 11 - Pasal 8(1) Kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, antara lain, adalah: a. pembuatan peraturan perundang-undangan daerah; b. pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan di wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil; c. pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan operasi produksi yang kegiatannya berada di wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil; d. penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian, serta eksplorasi dalam rangka memperoleh data dan informasi mineral dan batubara; e. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi mineral dan batubara, serta informasi pertambangan pada wilayah kabupaten/kota; f. penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara pada wilayah kabupaten/kota; g. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat dalam usaha pertambangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan; h. pengembangan dan peningkatan nilai tambah dan manfaat kegiatan usaha pertambangan secara optimal; i. penyampaian informasi hasil inventarisasi, penyelidikan umum, dan penelitian, serta eksplorasi dan eksploitasi kepada Menteri dan gubernur; j. penyampaian informasi hasil produksi, penjualan dalam negeri, serta ekspor kepada Menteri dan gubernur; k. pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan pascatambang; dan l. peningkatan kemampuan aparatur pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan.(2) Kewenangan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V . . .
  12. 12. - 12 - BAB V WILAYAH PERTAMBANGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 9(1) WP sebagai bagian dari tata ruang nasional merupakan landasan bagi penetapan kegiatan pertambangan.(2) WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Pasal 10Penetapan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)dilaksanakan:a. secara transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab;b. secara terpadu dengan memperhatikan pendapat dari instansi pemerintah terkait, masyarakat, dan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya, serta berwawasan lingkungan; danc. dengan memperhatikan aspirasi daerah. Pasal 11Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukanpenyelidikan dan penelitian pertambangan dalam rangkapenyiapan WP. Pasal 12Ketentuan lebih lanjut mengenai batas, luas, dan mekanismepenetapan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal10, dan Pasal 11 diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 13WP terdiri atas:a. WUP;b. WPR; danc. WPN. Bagian Kedua . . .
  13. 13. - 13 - Bagian Kedua Wilayah Usaha Pertambangan Pasal 14(1) Penetapan WUP dilakukan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan disampaikan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pemerintah daerah yang bersangkutan berdasarkan data dan informasi yang dimiliki Pemerintah dan pemerintah daerah. Pasal 15Pemerintah dapat melimpahkan sebagian kewenangannyadalam penetapan WUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14ayat (1) kepada pemerintah provinsi sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan. Pasal 16Satu WUP terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUP yangberada pada lintas wilayah provinsi, lintas wilayahkabupaten/kota, dan/atau dalam 1 (satu) wilayahkabupaten/kota. Pasal 17Luas dan batas WIUP mineral logam dan batubara ditetapkanoleh Pemerintah berkoordinasi dengan pemerintah daerahberdasarkan kriteria yang dimiliki oleh Pemerintah. Pasal 18Kriteria untuk menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUPdalam 1 (satu) WUP adalah sebagai berikut:a. letak geografis;b. kaidah konservasi;c. daya dukung lindungan lingkungan;d. optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dane. tingkat kepadatan penduduk. Pasal 19 . . .
  14. 14. - 14 - Pasal 19Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan batasdan luas WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diaturdengan peraturan pemerintah. Bagian Ketiga Wilayah Pertambangan Rakyat Pasal 20Kegiatan pertambangan rakyat dilaksanakan dalam suatuWPR. Pasal 21WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ditetapkan olehbupati/walikota setelah berkonsultasi dengan DewanPerwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota. Pasal 22Kriteria untuk menetapkan WPR adalah sebagai berikut:a. mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;b. mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter;c. endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;d. luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima) hektare;e. menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atauf. merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun. Pasal 23Dalam menetapkan WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal21, bupati/walikota berkewajiban melakukan pengumumanmengenai rencana WPR kepada masyarakat secara terbuka. Pasal 24 . . .
  15. 15. - 15 - Pasal 24Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudahdikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPRdiprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR. Pasal 25Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman, prosedur, danpenetapan WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 danPasal 23 diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 26Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan mekanismepenetapan WPR, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 danPasal 23 diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota. Bagian Keempat Wilayah Pencadangan Negara Pasal 27(1) Untuk kepentingan strategis nasional, Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan dengan memperhatikan aspirasi daerah menetapkan WPN sebagai daerah yang dicadangkan untuk komoditas tertentu dan daerah konservasi dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan.(2) WPN yang ditetapkan untuk komoditas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusahakan sebagian luas wilayahnya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.(3) WPN yang ditetapkan untuk konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan batasan waktu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.(4) Wilayah yang akan diusahakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berubah statusnya menjadi WUPK. Pasal 28 . . .
  16. 16. - 16 - Pasal 28Perubahan status WPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal27 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) menjadi WUPK dapatdilakukan dengan mempertimbangkan:a. pemenuhan bahan baku industri dan energi dalam negeri;b. sumber devisa negara;c. kondisi wilayah didasarkan pada keterbatasan sarana dan prasarana;d. berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi;e. daya dukung lingkungan; dan/atauf. penggunaan teknologi tinggi dan modal investasi yang besar. Pasal 29(1) WUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) yang akan diusahakan ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah.(2) Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan di WUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk IUPK. Pasal 30Satu WUPK terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUPK yangberada pada lintas wilayah provinsi, lintas wilayahkabupaten/kota, dan/atau dalam 1 (satu) wilayahkabupaten/kota. Pasal 31Luas dan batas WIUPK mineral logam dan batubaraditetapkan oleh Pemerintah berkoordinasi dengan pemerintahdaerah berdasarkan kriteria dan informasi yang dimiliki olehPemerintah. Pasal 32Kriteria untuk menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUPKdalam 1 (satu) WUPK adalah sebagai berikut: a. letak geografis . . .
  17. 17. - 17 -a. letak geografis;b. kaidah konservasi;c. daya dukung lindungan lingkungan;d. optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dane. tingkat kepadatan penduduk. Pasal 33Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan luas danbatas WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 danPasal 32 diatur dengan peraturan pemerintah. BAB VI USAHA PERTAMBANGAN Pasal 34(1) Usaha pertambangan dikelompokkan atas: a. pertambangan mineral; dan b. pertambangan batubara.(2) Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digolongkan atas: a. pertambangan mineral radioaktif; b. pertambangan mineral logam; c. pertambangan mineral bukan logam; dan d. pertambangan batuan.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu komoditas tambang ke dalam suatu golongan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 35Usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34dilaksanakan dalam bentuk:a. IUP;b. IPR; danc. IUPK. BAB VII . . .
  18. 18. - 18 - BAB VII IZIN USAHA PERTAMBANGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 36(1) IUP terdiri atas dua tahap: a. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan; b. IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.(2) Pemegang IUP Eksplorasi dan pemegang IUP Operasi Produksi dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 37IUP diberikan oleh:a. bupati/walikota apabila WIUP berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota;b. gubernur apabila WIUP berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; danc. Menteri apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 38IUP diberikan kepada:a. badan usaha;b. koperasi; danc. perseorangan. Pasal 39 . . .
  19. 19. - 19 - Pasal 39(1) IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a wajib memuat ketentuan sekurang- kurangnya: a. nama perusahaan; b. lokasi dan luas wilayah; c. rencana umum tata ruang; d. jaminan kesungguhan; e. modal investasi; f. perpanjangan waktu tahap kegiatan; g. hak dan kewajiban pemegang IUP; h. jangka waktu berlakunya tahap kegiatan; i. jenis usaha yang diberikan; j. rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan; k. perpajakan; l. penyelesaian perselisihan; m. iuran tetap dan iuran eksplorasi; dan n. amdal.(2) IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b wajib memuat ketentuan sekurang-kurangnya: a. nama perusahaan; b. luas wilayah; c. lokasi penambangan; d. lokasi pengolahan dan pemurnian; e. pengangkutan dan penjualan; f. modal investasi; g. jangka waktu berlakunya IUP; h. jangka waktu tahap kegiatan; i. penyelesaian masalah pertanahan; j. lingkungan hidup termasuk reklamasi dan pascatambang; k. dana jaminan reklamasi dan pascatambang; l. perpanjangan IUP; m. hak dan kewajiban pemegang IUP; n. rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan; o. perpajakan . . .
  20. 20. - 20 - o. perpajakan; p. penerimaan negara bukan pajak yang terdiri atas iuran tetap dan iuran produksi; q. penyelesaian perselisihan; r. keselamatan dan kesehatan kerja; s. konservasi mineral atau batubara; t. pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi dalam negeri; u. penerapan kaidah keekonomian dan keteknikan pertambangan yang baik; v. pengembangan tenaga kerja Indonesia; w. pengelolaan data mineral atau batubara; dan x. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan mineral atau batubara. Pasal 40(1) IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) diberikan untuk 1 (satu) jenis mineral atau batubara.(2) Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menemukan mineral lain di dalam WIUP yang dikelola diberikan prioritas untuk mengusahakannya.(3) Pemegang IUP yang bermaksud mengusahakan mineral lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib mengajukan permohonan IUP baru kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.(4) Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menyatakan tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain yang ditemukan tersebut.(5) Pemegang IUP yang tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain yang ditemukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib menjaga mineral lain tersebut agar tidak dimanfaatkan pihak lain.(6) IUP untuk mineral lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat diberikan kepada pihak lain oleh Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pasal 41IUP tidak dapat digunakan selain yang dimaksud dalampemberian IUP. Bagian Kedua . . .
  21. 21. - 21 - Bagian Kedua IUP Eksplorasi Pasal 42(1) IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 8 (delapan) tahun.(2) IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun dan mineral bukan logam jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) tahun.(3) IUP Eksplorasi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.(4) IUP Eksplorasi untuk pertambangan batubara dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) tahun. Pasal 43(1) Dalam hal kegiatan eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, pemegang IUP Eksplorasi yang mendapatkan mineral atau batubara yang tergali wajib melaporkan kepada pemberi IUP.(2) Pemegang IUP Eksplorasi yang ingin menjual mineral atau batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan. Pasal 44Izin sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2)diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuaidengan kewenangannya. Pasal 45Mineral atau batubara yang tergali sebagaimana dimaksuddalam Pasal 43 dikenai iuran produksi. Bagian Ketiga . . .
  22. 22. - 22 - Bagian Ketiga IUP Operasi Produksi Pasal 46(1) Setiap pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha pertambangannya.(2) IUP Operasi Produksi dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan atas hasil pelelangan WIUP mineral logam atau batubara yang telah mempunyai data hasil kajian studi kelayakan. Pasal 47(1) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing- masing 10 (sepuluh) tahun.(2) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.(3) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.(4) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.(5) IUP Operasi Produksi untuk Pertambangan batubara dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing- masing 10 (sepuluh) tahun. Pasal 48IUP Operasi Produksi diberikan oleh:a. bupati/walikota apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota; b. gubernur . . .
  23. 23. - 23 -b. gubernur apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam wilayah kabupaten/kota yang berbeda setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; danc. Menteri apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam wilayah provinsi yang berbeda setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 49Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IUPEksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan IUPOperasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46diatur dengan peraturan pemerintah. Bagian Keempat Pertambangan Mineral Paragraf 1 Pertambangan Mineral Radioaktif Pasal 50WUP mineral radioaktif ditetapkan oleh Pemerintah danpengusahaannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan. Paragraf 2 Pertambangan Mineral Logam Pasal 51WIUP mineral logam diberikan kepada badan usaha, koperasi,dan perseorangan dengan cara lelang. Pasal 52(1) Pemegang IUP Eksplorasi mineral logam diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5.000 (lima ribu) hektare dan paling banyak 100.000 (seratus ribu) hektare. (2) Pada . . .
  24. 24. - 24 -(2) Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi mineral logam dapat diberikan IUP kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya berbeda.(3) Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat dari pemegang IUP pertama. Pasal 53Pemegang IUP Operasi Produksi mineral logam diberi WIUPdengan luas paling banyak 25.000 (dua puluh lima ribu)hektare. Paragraf 3 Pertambangan Mineral Bukan Logam Pasal 54WIUP mineral bukan logam diberikan kepada badan usaha,koperasi, dan perseorangan dengan cara permohonan wilayahkepada pemberi izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37. Pasal 55(1) Pemegang IUP Eksplorasi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling sedikit 500 (lima ratus) hektare dan paling banyak 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare.(2) Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi mineral bukan logam dapat diberikan IUP kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya berbeda.(3) Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat dari pemegang IUP pertama. Pasal 56Pemegang IUP Operasi Produksi mineral bukan logam diberiWIUP dengan luas paling banyak 5.000 (lima ribu) hektare. Paragraf 4 . . .
  25. 25. - 25 - Paragraf 4 Pertambangan Batuan Pasal 57WIUP batuan diberikan kepada badan usaha, koperasi, danperseorangan dengan cara permohonan wilayah kepadapemberi izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37. Pasal 58(1) Pemegang IUP Eksplorasi batuan diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5 (lima) hektare dan paling banyak 5.000 (lima ribu) hektare.(2) Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi batuan dapat diberikan IUP kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya berbeda.(3) Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat dari pemegang IUP pertama. Pasal 59Pemegang IUP Operasi Produksi batuan diberi WIUP denganluas paling banyak 1.000 (seribu) hektare. Bagian Kelima Pertambangan Batubara Pasal 60WIUP batubara diberikan kepada badan usaha, koperasi, danperseorangan dengan cara lelang. Pasal 61(1) Pemegang IUP Eksplorasi Batubara diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5.000 (lima ribu) hektare dan paling banyak 50.000 (lima puluh ribu) hektare. (2) Pada . . .
  26. 26. - 26 - (2) Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi batubara dapat diberikan IUP kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya berbeda. (3) Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat dari pemegang IUP pertama. Pasal 62 Pemegang IUP Operasi Produksi batubara diberi WIUP dengan luas paling banyak 15.000 (lima belas ribu) hektare. Pasal 63 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Pasal 54, Pasal 57, dan Pasal 60 diatur dengan peraturan pemerintah. BAB VIIIPERSYARATAN PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN Pasal 64 Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan di WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 serta memberikan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 kepada masyarakat secara terbuka. Pasal 65 (1) Badan usaha, koperasi, dan perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Pasal 54, Pasal 57, dan Pasal 60 yang melakukan usaha pertambangan wajib memenuhi persyaratan administratif, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan, dan persyaratan finansial. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan, dan persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. BAB IX . . .
  27. 27. - 27 - BAB IX IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT Pasal 66 Kegiatan pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikelompokkan sebagai berikut: a. pertambangan mineral logam; b. pertambangan mineral bukan logam; c. pertambangan batuan; dan/atau d. pertambangan batubara. Pasal 67(1) Bupati/walikota memberikan IPR terutama kepada penduduk setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/atau koperasi.(2) Bupati/walikota dapat melimpahkan kewenangan pelaksanaan pemberian IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada camat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(3) Untuk memperoleh IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon wajib menyampaikan surat permohonan kepada bupati/walikota. Pasal 68 (1) Luas wilayah untuk 1 (satu) IPR yang dapat diberikan kepada: a. perseorangan paling banyak 1 (satu) hektare; b. kelompok masyarakat paling banyak 5 (lima) hektare; dan/atau c. koperasi paling banyak 10 (sepuluh) hektare. (2) IPR diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. Pasal 69 Pemegang IPR berhak: a. mendapat pembinaan dan pengawasan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan, teknis pertambangan, dan manajemen dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah; dan b. mendapat . . .
  28. 28. - 28 - b. mendapat bantuan modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 70 Pemegang IPR wajib: a. melakukan kegiatan penambangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah IPR diterbitkan; b. mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, pengelolaan lingkungan, dan memenuhi standar yang berlaku; c. mengelola lingkungan hidup bersama pemerintah daerah; d. membayar iuran tetap dan iuran produksi; dan e. menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan rakyat secara berkala kepada pemberi IPR. Pasal 71 (1) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, pemegang IPR dalam melakukan kegiatan pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 wajib menaati ketentuan persyaratan teknis pertambangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 72 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IPR diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota. Pasal 73(1) Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan pembinaan di bidang pengusahaan, teknologi pertambangan, serta permodalan dan pemasaran dalam usaha meningkatkan kemampuan usaha pertambangan rakyat.(2) Pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab terhadap pengamanan teknis pada usaha pertambangan rakyat yang meliputi: a. keselamatan dan kesehatan kerja; b. pengelolaan lingkungan hidup; dan c. pascatambang. (3) Untuk . . .
  29. 29. - 29 -(3) Untuk melaksanakan pengamanan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah kabupaten/kota wajib mengangkat pejabat fungsional inspektur tambang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.(4) Pemerintah kabupaten/kota wajib mencatat hasil produksi dari seluruh kegiatan usaha pertambangan rakyat yang berada dalam wilayahnya dan melaporkannya secara berkala kepada Menteri dan gubernur setempat. BAB X IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS Pasal 74 (1) IUPK diberikan oleh Menteri dengan memperhatikan kepentingan daerah. (2) IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk 1 (satu) jenis mineral logam atau batubara dalam 1 (satu) WIUPK. (3) Pemegang IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menemukan mineral lain di dalam WIUPK yang dikelola diberikan prioritas untuk mengusahakannya. (4) Pemegang IUPK yang bermaksud mengusahakan mineral lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib mengajukan permohonan IUPK baru kepada Menteri. (5) Pemegang IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menyatakan tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain yang ditemukan tersebut. (6) Pemegang IUPK yang tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain yang ditemukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib menjaga mineral lain tersebut agar tidak dimanfaatkan pihak lain. (7) IUPK untuk mineral lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat diberikan kepada pihak lain oleh Menteri. Pasal 75 (1) Pemberian IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) dilakukan berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28. (2) IUPK . . .
  30. 30. - 30 -(2) IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, baik berupa badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, maupun badan usaha swasta.(3) Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mendapat prioritas dalam mendapatkan IUPK.(4) Badan usaha swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk mendapatkan IUPK dilaksanakan dengan cara lelang WIUPK. Pasal 76(1) IUPK terdiri atas dua tahap: a. IUPK Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan; b. IUPK Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.(2) Pemegang IUPK Eksplorasi dan pemegang IUPK Operasi Produksi dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 77(1) Setiap pemegang IUPK Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUPK Operasi Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha pertambangannya.(2) IUPK Operasi Produksi dapat diberikan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) dan ayat (4) yang telah mempunyai data hasil kajian studi kelayakan. Pasal 78IUPK Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat(1) huruf a sekurang-kurangnya wajib memuat:a. nama perusahaan;b. luas dan lokasi wilayah;c. rencana umum tata ruang; d. jaminan . . .
  31. 31. - 31 -d. jaminan kesungguhan;e. modal investasi;f. perpanjangan waktu tahap kegiatan;g. hak dan kewajiban pemegang IUPK;h. jangka waktu tahap kegiatan;i. jenis usaha yang diberikan;j. rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan;k. perpajakan;l. penyelesaian perselisihan masalah pertanahan;m. iuran tetap dan iuran eksplorasi; dann. amdal. Pasal 79IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76ayat (1) huruf b sekurang-kurangnya wajib memuat:a. nama perusahaan;b. luas wilayah;c. lokasi penambangan;d. lokasi pengolahan dan pemurnian;e. pengangkutan dan penjualan;f. modal investasi;g. jangka waktu tahap kegiatan;h. penyelesaian masalah pertanahan;i. lingkungan hidup, termasuk reklamasi dan pascatambang;j. dana jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang;k. jangka waktu berlakunya IUPK;l. perpanjangan IUPK;m. hak dan kewajiban;n. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan;o. perpajakan;p. iuran tetap dan iuran produksi serta bagian pendapatan negara/daerah, yang terdiri atas bagi hasil dari keuntungan bersih sejak berproduksi;q. penyelesaian perselisihan;r. keselamatan dan kesehatan kerja;s. konservasi mineral atau batubara; t. pemanfaatan . . .
  32. 32. - 32 -t. pemanfaatan barang, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;u. penerapan kaidah keekonomian dan keteknikan pertambangan yang baik;v. pengembangan tenaga kerja Indonesia;w. pengelolaan data mineral atau batubara;x. penguasaan, pengembangan dan penerapan teknologi pertambangan mineral atau batubara; dany. divestasi saham. Pasal 80IUPK tidak dapat digunakan selain yang dimaksud dalampemberian IUPK. Pasal 81(1) Dalam hal kegiatan eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, pemegang IUPK Eksplorasi yang mendapatkan mineral logam atau batubara yang tergali wajib melaporkan kepada Menteri.(2) Pemegang IUPK Eksplorasi yang ingin menjual mineral logam atau batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan.(3) Izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Menteri. Pasal 82Mineral atau batubara yang tergali sebagaimana dimaksuddalam Pasal 81 dikenai iuran produksi. Pasal 83Persyaratan luas wilayah dan jangka waktu sesuai dengankelompok usaha pertambangan yang berlaku bagi pemegangIUPK meliputi:a. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan eksplorasi pertambangan mineral logam diberikan dengan luas paling banyak 100.000 (seratus ribu) hektare.b. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan operasi produksi pertambangan mineral logam diberikan dengan luas paling banyak 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare. c. luas . . .
  33. 33. - 33 - c. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan eksplorasi pertambangan batubara diberikan dengan luas paling banyak 50.000 (lima puluh ribu) hektare. d. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan operasi produksi pertambangan batubara diberikan dengan luas paling banyak 15.000 (lima belas ribu) hektare. e. jangka waktu IUPK Eksplorasi pertambangan mineral logam dapat diberikan paling lama 8 (delapan) tahun. f. jangka waktu IUPK Eksplorasi pertambangan batubara dapat diberikan paling lama 7 (tujuh) tahun. g. jangka waktu IUPK Operasi Produksi mineral logam atau batubara dapat diberikan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun. Pasal 84 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 75 ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah. BAB XIPERSYARATAN PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS Pasal 85 Pemerintah berkewajiban mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan di WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 serta memberikan IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 kepada masyarakat secara terbuka. Pasal 86 (1) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) yang melakukan kegiatan dalam WIUPK wajib memenuhi persyaratan administratif, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan dan persyaratan finansial. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan, dan persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. BAB XII . . .
  34. 34. - 34 - BAB XII DATA PERTAMBANGAN Pasal 87Untuk menunjang penyiapan WP dan pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi pertambangan, Menteri ataugubernur sesuai dengan kewenangannya dapat menugasilembaga riset negara dan/atau daerah untuk melakukanpenyelidikan dan penelitian tentang pertambangan. Pasal 88(1) Data yang diperoleh dari kegiatan usaha pertambangan merupakan data milik Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.(2) Data usaha pertambangan yang dimiliki pemerintah daerah wajib disampaikan kepada Pemerintah untuk pengelolaan data pertambangan tingkat nasional.(3) Pengelolaan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pasal 89Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penugasanpenyelidikan dan penelitian sebagaimana dimaksud dalamPasal 87 dan pengelolaan data sebagaimana dimaksud dalamPasal 88 diatur dengan peraturan pemerintah. BAB XIII HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Hak Pasal 90Pemegang IUP dan IUPK dapat melakukan sebagian atauseluruh tahapan usaha pertambangan, baik kegiataneksplorasi maupun kegiatan operasi produksi. Pasal 91 . . .
  35. 35. - 35 - Pasal 91Pemegang IUP dan IUPK dapat memanfaatkan prasarana dansarana umum untuk keperluan pertambangan setelahmemenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 92Pemegang IUP dan IUPK berhak memiliki mineral, termasukmineral ikutannya, atau batubara yang telah diproduksiapabila telah memenuhi iuran eksplorasi atau iuran produksi,kecuali mineral ikutan radioaktif. Pasal 93(1) Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.(2) Untuk pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham Indonesia hanya dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu.(3) Pengalihan kepemilikan dan/atau saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan dengan syarat: a. harus memberitahu kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya; dan b. sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 94Pemegang IUP dan IUPK dijamin haknya untuk melakukanusaha pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 95Pemegang IUP dan IUPK wajib:a. menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik;b. mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi Indonesia; c. meningkatkan . . .
  36. 36. - 36 -c. meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara;d. melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; dane. mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan. Pasal 96Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik,pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan:a. ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;b. keselamatan operasi pertambangan;c. pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang;d. upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara;e. pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair, atau gas sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media lingkungan. Pasal 97Pemegang IUP dan IUPK wajib menjamin penerapan standardan baku mutu lingkungan sesuai dengan karakteristik suatudaerah. Pasal 98Pemegang IUP dan IUPK wajib menjaga kelestarian fungsi dandaya dukung sumber daya air yang bersangkutan sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 99(1) Setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pascatambang pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi.(2) Pelaksanaan reklamasi dan kegiatan pascatambang dilakukan sesuai dengan peruntukan lahan pascatambang. (3) Peruntukan . . .
  37. 37. - 37 -(3) Peruntukan lahan pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan dalam perjanjian penggunaan tanah antara pemegang IUP atau IUPK dan pemegang hak atas tanah. Pasal 100(1) Pemegang IUP dan IUPK wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pascatambang.(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dan pascatambang dengan dana jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberlakukan apabila pemegang IUP atau IUPK tidak melaksanakan reklamasi dan pascatambang sesuai dengan rencana yang telah disetujui. Pasal 101Ketentuan lebih lanjut mengenai reklamasi dan pascatambangsebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 serta dana jaminanreklamasi dan dana jaminan pascatambang sebagaimanadimaksud dalam Pasal 100 diatur dengan peraturanpemerintah. Pasal 102Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambahsumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaanpenambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatanmineral dan batubara. Pasal 103(1) Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.(2) Pemegang IUP dan IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengolah dan memurnikan hasil penambangan dari pemegang IUP dan IUPK lainnya.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 serta pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 104 . . .
  38. 38. - 38 - Pasal 104(1) Untuk pengolahan dan pemurnian, pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 dapat melakukan kerja sama dengan badan usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah mendapatkan IUP atau IUPK.(2) IUP yang didapat badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian yang dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.(3) Pemegang IUP dan IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melakukan pengolahan dan pemurnian dari hasil penambangan yang tidak memiliki IUP, IPR, atau IUPK. Pasal 105(1) Badan usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan yang bermaksud menjual mineral dan/atau batubara yang tergali wajib terlebih dahulu memiliki IUP Operasi Produksi untuk penjualan.(2) IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan untuk 1 (satu) kali penjualan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.(3) Mineral atau batubara yang tergali dan akan dijual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai iuran produksi.(4) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib menyampaikan laporan hasil penjualan mineral dan/atau batubara yang tergali kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pasal 106Pemegang IUP dan IUPK harus mengutamakan pemanfaatantenaga kerja setempat, barang, dan jasa dalam negeri sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 107 . . .
  39. 39. - 39 - Pasal 107Dalam melakukan kegiatan operasi produksi, badan usahapemegang IUP dan IUPK wajib mengikutsertakan pengusahalokal yang ada di daerah tersebut sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan. Pasal 108(1) Pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.(2) Penyusunan program dan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikonsultasikan kepada Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Pasal 109Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengembangandan pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalamPasal 108 diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 110Pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan seluruh datayang diperoleh dari hasil eksplorasi dan operasi produksikepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuaidengan kewenangannya. Pasal 111(1) Pemegang IUP dan IUPK wajib memberikan laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, jenis, waktu, dan tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 112(1) Setelah 5 (lima) tahun berproduksi, badan usaha pemegang IUP dan IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham pada Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta nasional. (2) Ketentuan . . .
  40. 40. - 40 - (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai divestasi saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. BAB XIV PENGHENTIAN SEMENTARA KEGIATANIZIN USAHA PERTAMBANGAN DAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS Pasal 113 (1) Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan dapat diberikan kepada pemegang IUP dan IUPK apabila terjadi: a. keadaan kahar; b. keadaan yang menghalangi sehingga menimbulkan penghentian sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan; c. apabila kondisi daya dukung lingkungan wilayah tersebut tidak dapat menanggung beban kegiatan operasi produksi sumber daya mineral dan/atau batubara yang dilakukan di wilayahnya. (2) Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi masa berlaku IUP atau IUPK. (3) Permohonan penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b disampaikan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (4) Penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan oleh inspektur tambang atau dilakukan berdasarkan permohonan masyarakat kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (5) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib mengeluarkan keputusan tertulis diterima atau ditolak disertai alasannya atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan tersebut. Pasal 114 (1) Jangka waktu penghentian sementara karena keadaan kahar dan/atau keadaan yang menghalangi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) diberikan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang paling banyak 1 (satu) kali untuk 1 (satu) tahun. (2) Apabila . . .
  41. 41. - 41 - (2) Apabila dalam kurun waktu sebelum habis masa penghentian sementara berakhir pemegang IUP dan IUPK sudah siap melakukan kegiatan operasinya, kegiatan dimaksud wajib dilaporkan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (3) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya mencabut keputusan penghentian sementara setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 115 (1) Apabila penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan diberikan karena keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) huruf a, kewajiban pemegang IUP dan IUPK terhadap Pemerintah dan pemerintah daerah tidak berlaku. (2) Apabila penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan diberikan karena keadaan yang menghalangi kegiatan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) huruf b, kewajiban pemegang IUP dan IUPK terhadap Pemerintah dan pemerintah daerah tetap berlaku. (3) Apabila penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan diberikan karena kondisi daya dukung lingkungan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) huruf c, kewajiban pemegang IUP dan IUPK terhadap Pemerintah dan pemerintah daerah tetap berlaku. Pasal 116 Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113, Pasal 114, dan Pasal 115 diatur dengan peraturan pemerintah. BAB XVBERAKHIRNYA IZIN USAHA PERTAMBANGAN DAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS Pasal 117 IUP dan IUPK berakhir karena: a. dikembalikan; b. dicabut . . .
  42. 42. - 42 -b. dicabut; atauc. habis masa berlakunya. Pasal 118(1) Pemegang IUP atau IUPK dapat menyerahkan kembali IUP atau IUPK-nya dengan pernyataan tertulis kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dan disertai dengan alasan yang jelas.(2) Pengembalian IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah setelah disetujui oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dan setelah memenuhi kewajibannya. Pasal 119IUP atau IUPK dapat dicabut oleh Menteri, gubernur, ataubupati/walikota sesuai dengan kewenangannya apabila:a. pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK serta peraturan perundang-undangan;b. pemegang IUP atau IUPK melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini; atauc. pemegang IUP atau IUPK dinyatakan pailit. Pasal 120Dalam hal jangka waktu yang ditentukan dalam IUP dan IUPKtelah habis dan tidak diajukan permohonan peningkatan atauperpanjangan tahap kegiatan atau pengajuan permohonantetapi tidak memenuhi persyaratan, IUP dan IUPK tersebutberakhir. Pasal 121(1) Pemegang IUP atau IUPK yang IUP-nya atau IUPK-nya berakhir karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, dan Pasal 120 wajib memenuhi dan menyelesaikan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(2) Kewajiban pemegang IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap telah dipenuhi setelah mendapat persetujuan dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pasal 122 . . .
  43. 43. - 43 - Pasal 122(1) IUP atau IUPK yang telah dikembalikan, dicabut, atau habis masa berlakunya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 dikembalikan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.(2) WIUP atau WIUPK yang IUP-nya atau IUPK-nya berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditawarkan kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan melalui mekanisme sesuai dengan ketentuan dalam Undang- Undang ini. Pasal 123Apabila IUP atau IUPK berakhir, pemegang IUP atau IUPKwajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh dari hasileksplorasi dan operasi produksi kepada Menteri, gubernur,atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. BAB XVI USAHA JASA PERTAMBANGAN Pasal 124(1) Pemegang IUP atau IUPK wajib menggunakan perusahaan jasa pertambangan lokal dan/atau nasional.(2) Dalam hal tidak terdapat perusahaan jasa pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang IUP atau IUPK dapat menggunakan perusahaan jasa pertambangan lain yang berbadan hukum Indonesia.(3) Jenis usaha jasa pertambangan meliputi: a. konsultasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pengujian peralatan di bidang: 1) penyelidikan umum; 2) eksplorasi; 3) studi kelayakan; 4) konstruksi pertambangan; 5) pengangkutan; 6) lingkungan pertambangan; 7) pascatambang dan reklamasi; dan/atau 8) keselamatan dan kesehatan kerja. b. konsultasi . . .
  44. 44. - 44 - b. konsultasi, perencanaan, dan pengujian peralatan di bidang: 1) penambangan; atau 2) pengolahan dan pemurnian. Pasal 125(1) Dalam hal pemegang IUP atau IUPK menggunakan jasa pertambangan, tanggung jawab kegiatan usaha pertambangan tetap dibebankan kepada pemegang IUP atau IUPK.(2) Pelaksana usaha jasa pertambangan dapat berupa badan usaha, koperasi, atau perseorangan sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi yang telah ditetapkan oleh Menteri.(3) Pelaku usaha jasa pertambangan wajib mengutamakan kontraktor dan tenaga kerja lokal. Pasal 126(1) Pemegang IUP atau IUPK dilarang melibatkan anak perusahaan dan/atau afiliasinya dalam bidang usaha jasa pertambangan di wilayah usaha pertambangan yang diusahakannya, kecuali dengan izin Menteri.(2) Pemberian izin Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila: a. tidak terdapat perusahaan jasa pertambangan sejenis di wilayah tersebut; atau b. tidak ada perusahaan jasa pertambangan yang berminat/mampu. Pasal 127Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan usaha jasapertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124, Pasal125, dan Pasal 126 diatur dengan peraturan menteri. BAB XVII PENDAPATAN NEGARA DAN DAERAH Pasal 128(1) Pemegang IUP atau IUPK wajib membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah. (2) Pendapatan . . .
  45. 45. - 45 -(2) Pendapatan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak.(3) Penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a. pajak-pajak yang menjadi kewenangan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan; dan b. bea masuk dan cukai.(4) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a. iuran tetap; b. iuran eksplorasi; c. iuran produksi; dan d. kompensasi data informasi.(5) Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. pajak daerah; b. retribusi daerah; dan c. pendapatan lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 129(1) Pemegang IUPK Operasi Produksi untuk pertambangan mineral logam dan batubara wajib membayar sebesar 4% (empat persen) kepada Pemerintah dan 6% (enam persen) kepada pemerintah daerah dari keuntungan bersih sejak berproduksi.(2) Bagian pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut: a. pemerintah provinsi mendapat bagian sebesar 1% (satu persen); b. pemerintah kabupaten/kota penghasil mendapat bagian sebesar 2,5% (dua koma lima persen); dan c. pemerintah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang sama mendapat bagian sebesar 2,5% (dua koma lima persen). Pasal 130 . . .
  46. 46. - 46 - Pasal 130 (1) Pemegang IUP atau IUPK tidak dikenai iuran produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (4) huruf c dan pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (5) atas tanah/batuan yang ikut tergali pada saat penambangan. (2) Pemegang IUP atau IUPK dikenai iuran produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (4) huruf c atas pemanfaatan tanah/batuan yang ikut tergali pada saat penambangan. Pasal 131 Besarnya pajak dan penerimaan negara bukan pajak yang dipungut dari pemegang IUP, IPR, atau IUPK ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 132 (1) Besaran tarif iuran produksi ditetapkan berdasarkan tingkat pengusahaan, produksi, dan harga komoditas tambang. (2) Besaran tarif iuran produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 133 (1) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (4) merupakan pendapatan negara dan daerah yang pembagiannya ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penerimaan negara bukan pajak yang merupakan bagian daerah dibayar langsung ke kas daerah setiap 3 (tiga) bulan setelah disetor ke kas negara. BAB XVIIIPENGGUNAAN TANAH UNTUK KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN Pasal 134 (1) Hak atas WIUP, WPR, atau WIUPK tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi. (2) Kegiatan . . .
  47. 47. - 47 -(2) Kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(3) Kegiatan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dari instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 135Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi hanya dapatmelaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuandari pemegang hak atas tanah. Pasal 136(1) Pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(2) Penyelesaian hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan atas tanah oleh pemegang IUP atau IUPK. Pasal 137Pemegang IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal135 dan Pasal 136 yang telah melaksanakan penyelesaianterhadap bidang-bidang tanah dapat diberikan hak atas tanahsesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 138Hak atas IUP, IPR, atau IUPK bukan merupakan pemilikanhak atas tanah. BAB XIX . . .
  48. 48. - 48 - BAB XIXPEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT Bagian Kesatu Pembinaan dan Pengawasan Pasal 139 (1) Menteri melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pemberian pedoman dan standar pelaksanaan pengelolaan usaha pertambangan; b. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi; c. pendidikan dan pelatihan; dan d. perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan usaha pertambangan di bidang mineral dan batubara. (3) Menteri dapat melimpahkan kepada gubernur untuk melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan kewenangan pengelolaan di bidang usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota. (4) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab melakukan pembinaan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR, atau IUPK. Pasal 140 (1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. (2) Menteri dapat melimpahkan kepada gubernur untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan kewenangan pengelolaan di bidang usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota. (3) Menteri . . .
  49. 49. - 49 -(3) Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR, atau IUPK. Pasal 141(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, antara lain, berupa: a. teknis pertambangan; b. pemasaran; c. keuangan; d. pengolahan data mineral dan batubara; e. konservasi sumber daya mineral dan batubara; f. keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan; g. keselamatan operasi pertambangan; h. pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pascatambang; i. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri; j. pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan; k. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; l. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan; m. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut kepentingan umum; n. pengelolaan IUP atau IUPK; dan o. jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan.(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf l dilakukan oleh inspektur tambang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.(3) Dalam hal pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota belum mempunyai inspektur tambang, Menteri menugaskan inspektur tambang yang sudah diangkat untuk melaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 142 . . .
  50. 50. - 50 - Pasal 142(1) Gubernur dan bupati/walikota wajib melaporkan pelaksanaan usaha pertambangan di wilayahnya masing- masing sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan kepada Menteri.(2) Pemerintah dapat memberi teguran kepada pemerintah daerah apabila dalam pelaksanaan kewenangannya tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal 143(1) Bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap usaha pertambangan rakyat.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan pertambangan rakyat diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota. Pasal 144Ketentuan lebih lanjut mengenai standar dan prosedurpembinaan serta pengawasan sebagaimana dimaksud dalamPasal 139, Pasal 140, Pasal 141, Pasal 142, dan Pasal 143diatur dengan peraturan pemerintah. Bagian Kedua Perlindungan Masyarakat Pasal 145(1) Masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan usaha pertambangan berhak: a. memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalahan dalam pengusahaan kegiatan pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibat pengusahaan pertambangan yang menyalahi ketentuan.(2) Ketentuan mengenai perlindungan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XX . . .
  51. 51. - 51 - BAB XX PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SERTA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Bagian Kesatu Penelitian dan Pengembangan Pasal 146Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mendorong,melaksanakan, dan/atau memfasilitasi pelaksanaan penelitiandan pengembangan mineral dan batubara. Bagian Kedua Pendidikan dan Pelatihan Pasal 147Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mendorong,melaksanakan, dan/atau memfasilitasi pelaksanaanpendidikan dan pelatihan di bidang pengusahaan mineral danbatubara. Pasal 148Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dapat dilakukanoleh Pemerintah, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat. BAB XXI PENYIDIKAN Pasal 149(1) Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pertambangan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan; b. melakukan . . .
  52. 52. - 52 - b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan; c. memanggil dan/atau mendatangkan secara paksa orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam perkara tindak pidana kegiatan usaha pertambangan; d. menggeledah tempat dan/atau sarana yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan; e. melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan usaha pertambangan dan menghentikan penggunaan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana; f. menyegel dan/atau menyita alat kegiatan usaha pertambangan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai alat bukti; g. mendatangkan dan/atau meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan; dan/atau h. menghentikan penyidikan perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan. Pasal 150(1) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 dapat menangkap pelaku tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan.(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulai penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikannya kepada pejabat polisi negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan penyidikannya dalam hal tidak terdapat cukup bukti dan/atau peristiwanya bukan merupakan tindak pidana.(4) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XXII . . .
  53. 53. - 53 - BAB XXII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 151(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berhak memberikan sanksi administratif kepada pemegang IUP, IPR atau IUPK atas pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3), Pasal 40 ayat (5), Pasal 41, Pasal 43, Pasal 70, Pasal 71 ayat (1), Pasal 74 ayat (4), Pasal 74 ayat (6), Pasal 81 ayat (1), Pasal 93 ayat (3), Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99, Pasal 100, Pasal 102, Pasal 103, Pasal 105 ayat (3), Pasal 105 ayat (4), Pasal 107, Pasal 108 ayat (1), Pasal 110, Pasal 111 ayat (1), Pasal 112 ayat (1), Pasal 114 ayat (2), Pasal 115 ayat (2), Pasal 125 ayat (3), Pasal 126 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), Pasal 129 ayat (1), atau Pasal 130 ayat (2).(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi; dan/atau c. pencabutan IUP, IPR, atau IUPK. Pasal 152Dalam hal pemerintah daerah tidak melaksanakan ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 dan hasil evaluasiyang dilakukan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalamPasal 6 ayat (1) huruf j, Menteri dapat menghentikansementara dan/atau mencabut IUP atau IPR sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 153Dalam hal pemerintah daerah berkeberatan terhadappenghentian sementara dan/atau pencabutan IUP dan IPRoleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152,pemerintah daerah dapat mengajukan keberatan sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 154Setiap sengketa yang muncul dalam pelaksanaan IUP, IPR,atau IUPK diselesaikan melalui pengadilan dan arbitrasedalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 155 . . .
  54. 54. - 54 - Pasal 155Segala akibat hukum yang timbul karena penghentiansementara dan/atau pencabutan IUP, IPR atau IUPKsebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2) huruf b danhuruf c diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan. Pasal 156Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan sanksiadministratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 danPasal 152 diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 157Pemerintah daerah yang tidak memenuhi ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dikenai sanksiadministratif berupa penarikan sementara kewenangan atashak pengelolaan usaha pertambangan mineral dan batubara. BAB XXIII KETENTUAN PIDANA Pasal 158Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP,IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atauayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10(sepuluh) tahun dan denda paling banyakRp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 159Pemegang IUP, IPR, atau IUPK yang dengan sengajamenyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal43 ayat (1), Pasal 70 huruf e, Pasal 81 ayat (1), Pasal 105 ayat(4), Pasal 110, atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benaratau menyampaikan keterangan palsu dipidana denganpidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dendapaling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 160 . . .

Gallery Uu No 4 Tahun 2009

Uu 4 Tahun 2009 Uu Minerba

Kewajiban Reklamasi Dan Paska Tambang

Edaran Menteri Esdm 03 E 31 Djb 2009

Kontroversi Waktu Yang Diberikan Kepada Pemegang Izin

Doc Tugas Uu Minerba No 4 Tahun 2009 Docx Widyaningsih

Mekanisme Reklamasi

Dpr Pemerintah Dianggap Pro Pengusaha Tambang Terkait Revisi

Content Uu Surat Utang Negara Search Results Sign In

Era Baru Hukum Pertambangan Di Bawah Rezim Uu No 4 Tahun 2009 Tri Hayati Yayasan Obor Indonesia

Perbedaan Uu No 4 2009 Dengan Uu No 11 1967

Konsultasi Publik Dalam Rangka Evaluasi 10 Tahun Uu No 4

Sk Gadar

For Those Of You Who Want To See The Saving The World

Perbedaan Uu No

Membongkar Kerancuan Regulasi Minerba Di Indonesia

Pengamat Minerba Harus Dikelola Bumn Ekonomi

Pdf Study Of Selecting Revegetation Plants For Mine Used

Kajian Mengenai Prospek Batubara Di Indonesia Setelah

Driving License In Indonesia Wikipedia

Geologi Asn Penjelasan Turunan Uu No 4 Tahun 2009 Uu Minerba


0 Response to "Uu No 4 Tahun 2009"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel