Permendagri 54 Tahun 2010
Jual Produk Sejenis Permendagri No 54 Tahun 2010
Lampiran peraturan menteri dalam negeri nomor 54 tahun 2010 tentang p…
- 1. LAMPIRAN I : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 54 TAHUN 2010 TANGGAL : 21 OKTOBER 2010 TATA CARA PENGOLAHAN DATA DAN INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Pengolahan data dan informasi perencanaan pembangunan daerah mencakup data dan informasi gambaran umum kondisi daerah yang meliputi data kondisi geografis dan demografis daerah, dan data terkait dengan indikator kinerja kunci penyelenggaraan pemerintahan daerah meliputi aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum dan aspek daya saing daerah. Jenis data dan informasi gambaran umum kondisi daerah berikut sumbernya dapat diperoleh melalui: 1) Data primer yang diperoleh dari kegiatan penelitian, monitoring dan evaluasi, serta kegiatan sejenis lainnya yang dilaksanakan secara periodik oleh SKPD. 2) Data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) pusat maupun daerah dan instansi pemerintah, hasil riset/audit/studi oleh lembaga yang kompeten dibidangnya. Analisis Kondisi Umum Daerah. Analisis kondisi umum daerah bertujuan untuk menghasilkan dan memutakhirkan gambaran umum kondisi daerah yang diperlukan untuk menunjang perencanaan pembangunan daerah. Dalam analisis kondisi umum daerah agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Hasil evaluasi capaian kinerja rencana pembangunan daerah periode sebelumnya yaitu: a. Hasil evaluasi kinerja RPJPD periode sebelumnya untuk menyusun RPJPD periode berikutnya; b. Hasil evaluasi kinerja RPJMD periode sebelumnya untuk menyusun RPJMD periode berikutnya. 2. Memiliki hubungan/keterkaitan dengan urusan yang menjadi kewenangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, serta memenuhi kriteria dalam rangka pencapaian indikator kinerja kunci keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan. 3. Memprediksi kondisi dan perkembangan pembangunan daerah terhadap aspek yang dianalisis dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: a. b. c. d. Menggunakan formula/rumus penghitungan baku terhadap obyek tertentu; Melihat trend (kecenderungan); Menggunakan metode regresi linier atau metode lainnya; dan/atau Menggunakan asumsi berdasarkan hasil pengamatan obyek tertentu. 4. Menyatakan suatu fakta dan permasalahan dari suatu aspek yang dianalisis dapat dilakukan dengan cara: a. Perbandingan antar waktu; b. Perbandingan dengan standar yang berlaku (nasional/internasional); dan/atau c. Perbandingan dengan daerah/wilayah/kawasan lainnya. Data dan informasi yang digunakan untuk mendukung penjelasan fakta dan permasalahan, dapat disajikan dalam bentuk tabel, grafik, gambar, dan lain-lain disertai dengan penjelasan yang memadai.
- 2. -2A. Data dan Informasi Kondisi Umum Daerah. Data dan informasi kondisi umum daerah sekurang-kurangnya mencakup: 1. Aspek Geografi dan Demografi Memberikan gambaran dan hasil analisis terhadap kondisi geografis daerah, mencakup karakteristik dan potensi pengembangan wilayah, kerentanan wilayah terhadap bencana, luas wilayah menurut batas administrasi pemerintahan kabupaten/kota/kecamatan/desa dan kelurahan. a. Karakteristik lokasi dan wilayah, mencakup: 1) Luas dan batas wilayah administrasi 2) Letak dan kondisi geografis antara lain terdiri dari: a) Posisi astronomis b) Posisi geostrategis c) Kondisi/kawasan, antara lain meliputi: (1) Pedalaman (2) Terpencil (3) Pesisir (4) Pegunungan (5) Kepulauan 3) Topografi, antara lain terdiri dari: a) Kemiringan lahan b) Ketinggian lahan 4) Geologi, antara lain terdiri dari: a) b) Struktur dan karakteristik Potensi kandungan 5) Hidrologi, antara lain terdiri dari: a) Daerah Aliran Sungai b) Sungai, danau dan rawa c) Debit 6) Klimatologi, antara lain terdiri dari: a) b) c) d) Tipe Curah hujan Suhu Kelembaban 7) Penggunaan lahan, antara lain terdiri dari: a) b) b. Kawasan budidaya Kawasan lindung Potensi pengembangan wilayah Berdasarkan deskripsi karakteristik wilayah dapat diidentifikasi wilayah yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya seperti perikanan, pertanian, pariwisata, industri, pertambangan dan lain-lain dengan berpedoman pada rencana tata ruang wilayah. c. Wilayah rawan bencana Berdasarkan deskripsi karakteristik wilayah dapat diidentifikasi wilayah yang berpotensi rawan bencana alam, seperti banjir, tsunami, abrasi, longsor, kebakaran hutan, gempa tektonik dan vulkanik dan lain-lain. d. Demografi Memberikan deskripsi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan. Analisis kependudukan dapat merujuk masyarakat secara keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasarkan kriteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama, atau etnisitas tertentu.
- 3. -3- Hasil analisis geografis dapat disajikan dalam bentuk tabel. 2. Indikator Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Untuk mengetahui capaian indikator kinerja dari setiap aspek, fokus menurut bidang urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, dapat menggunakan formula yang di disajikan dalam Tabel.T-I.A.1. Hal yang perlu diperhatikan bahwa sumber data dan informasi yang akan diolah untuk mengevaluasi capaian indikator kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi, merupakan data dan informasi yang menggambarkan keadaan senyatanya pada setiap kabupaten/kota, sedangkan untuk kabupaten/kota, pada setiap kecamatan di wilayah masing-masing. Tabel.T-I.A.1 ASPEK, FOKUS DAN INDIKATOR KINERJA MENURUT BIDANG URUSAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA NO BIDANG URUSAN/INDIKATOR RUMUS ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 1. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian 1.1. Pertumbuhan PDRB Dimana: +1 = tahun pengamatan PDRB = tahun pengamatan PDRBsebelumnya Dimana : = perubahan inflasi dari nilai tahun sebelumnya = adalah periode pengamatan perubahan nilai inflasi. Sedangkan 1.2. dihitung dengan rumus sebagai berikut : Laju inflasi provinsi Dimana : = = PDRB per kapita nilai pada 1 tahun berikutnya = 1.3. nilai inflasi pada tahun n tahun ...
- 4. -4NO BIDANG URUSAN/INDIKATOR RUMUS k G = 1 − ∑ Pi (Qi + Qi−1 ) i =1 dimana: 1.4. Indeks Gini Pi : persentase rumahtangga atau penduduk pada kelas ke-i Qi : persentase kumulatif total pendapatan atau pengeluaran sampai kelas ke-i Nilai gini ratio berkisar antara 0 dan 1, jika: G < 0,3 = ketimpangan rendah 0,3 ≤ G ≤ 0,5 = ketimpangan sedang G > 0,5 = ketimpangan tinggi Dimana: YD4 = Persentase pendapatan yang diterima oleh 40 % penduduk 1.5. Pemerataan pendapatan versi Bank Dunia lapisan bawah Qi -l = Persentase kumulatif pendapatan ke i-1 Pi = Persentase kuraulatif penduduk ke i qi = Persentase pendapatan ke i Dimana: Untuk kabupaten/kota: Yi 1.6. Indeks ketimpangan Williamson (Indeks Ketimpangan Regional) = PDRB perkapita di kecamatan I Y = PDRB perkapita rata-rata kab/kota Fi = jumlah penduduk di kecamatan i n = jumlahpenduduk di kab/kota Untuk provinsi Yi = 1.8. PDRB perkapita rata-rata provinsi = jumlah penduduk di kab/kota i n Persentase penduduk diatas garis kemiskinan = fi 1.7. PDRB perkapita di kab/kota i Y = jumlah penduduk di provinsi Angka kriminalitas yang tertangani (100 – angka kemiskinan) Fokus Kesejahteraan Masyarakat 1. Pendidikan dimana: = = 1.2. Jumlah penduduk (usia diatas 15 tahun) yang bisa menulis pada tahun t = 1.1. angka melek huruf ( penduduk usia 15 tahunkeatas) pada tahun t Jumlah penduduk usia 15 tahunkeatas Angka melek huruf Angka rata-rata lama sekolah Kombinasi antara partisipasi sekolah, jenjang pendidikan yang sedang dijalani, kelas yang diduduki. dan pendidikan yang ditamatkan.
- 5. -5NO 1.3. BIDANG URUSAN/INDIKATOR Angka partisipasi kasar RUMUS Dimana, h = a = t = = = jenjang pendidikan kelompok usia tahun adalah jumlah penduduk yang pada tahun tdari berbagai usia sedangsekolah pada jenjang pendidikan h adalah jumlah penduduk yang pada tahun tberada pada kelompok usia yaitu kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan h 1.4. Angka pendidikan yang ditamatkan Dimana: h = jenjang pendidikan t = tahun = jumlah penduduk yang mencapai jenjang pendidikan h pada tahun t = total jumlah penduduk pada tahun t dimana: h = jenjang pendidikan a = kelompok usia Angka Partisipasi Murni t = tahun = 1.5. jumlah siswa/penduduk kelompok usia a yang bersekolah di tingkat pendidikan h pada tahun t = 1.5.1. Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI/Paket A 1.5.2. Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs/Paket B 1.5.3. jumlah penduduk kelompok usia a Angka Partisipasi Murni (APM)) SMA/SMK/MA/Paket C 2. Kesehatan Dimana: Angka kelangsungan hidup bayi 1 = per 1000 kelahiran AKB 2.1. = Angka Kematian Bayi / Infant Mortality Rate (IMR) = Jumlah Kematian Bayi (berumur kurang 1 tahun) pada satu tahun tertentu. ∑LahirHidup = Jumlah Kelahiran Hidup pada satu tahun tertentu. 2.2. Angka usia harapan hidup Angka perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur
- 6. -6NO BIDANG URUSAN/INDIKATOR 2.3. Persentase balita gizi buruk 3. Pertanahan 3.1. Persentase penduduk yang memiliki lahan 4. Ketenagakerjaan 4.1. RUMUS Rasio penduduk yang bekerja Penduduk memiliki lahan x100 Jumlah penduduk Fokus Seni Budaya dan Olahraga 1. Kebudayaan 1.1. Jumlah grup kesenian Jumlah grup kesenian per 10.000 penduduk 1.2. Jumlah gedung Jumlah gedung kesenian per 10.000 penduduk. 2. Pemuda dan Olahraga 2.1. a. Jumlah klub olahraga Jumlah klub olahraga per 10.000 penduduk. 2.2. b. Jumlah gedung olahraga Jumlah gedung olahraga per 10.000 penduduk. ASPEK PELAYANAN UMUM Fokus Layanan Urusan Wajib 1. Pendidikan 1.1. Pendidikan dasar: dimana: h = jenjang pendidikan a = kelompok usia Angka partisipasi sekolah t = tahun = 1.1.1. jumlah siswa kelompok usia a yang bersekolah di tingkat pendidikan h pada tahun t = 1.1.2. Rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah 1.1.3. Rasio guru/murid 1.1.4. Rasio guru/murid per kelas ratarata 1.2. Pendidikan menengah: 1.2.1. Angka partisipasi sekolah 1.2.2. Rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk usia sekolah jumlah penduduk kelompok usia a
- 7. -7NO BIDANG URUSAN/INDIKATOR 1.2.3. Rasio guru terhadap murid 1.2.4. Rasio guru terhadap murid per kelas rata- rata 1.2.5. Penduduk yang berusia >15 Tahun melek huruf (tidak buta aksara) 1.3. Fasilitas Pendidikan: 1.3.1. Sekolah pendidikan SD/MI kondisi bangunan baik 1.3.2. Sekolah pendidikan SMP/MTs dan SMA/SMK/MA kondisi bangunan baik 1.4. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD): 1.4.1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 1.5. Angka Putus Sekolah: 1.5.1. Angka Putus Sekolah (APS) SD/MI 1.5.2. Angka Putus Sekolah (APS) SMP/MTs 1.5.3. Angka Putus Sekolah (APS) SMA/SMK/MA 1.6. AngkaKelulusan: 1.6.1. Angka Kelulusan (AL) SD/MI 1.6.2. Angka Kelulusan (AL) SMP/MTs 1.6.3. Angka Kelulusan (AL) SMA/SMK/MA 1.6.4. Angka Melanjutkan (AM) dari SD/MI ke SMP/MTs 1.6.5. Angka Melanjutkan (AM) dari SMP/MTs ke SMA/SMK/MA 1.6.6. Guru yang memenuhi kualifikasi S1/D-IV 2. Kesehatan 2.1. Rasio posyandu per satuan balita 2.2. Rasio puskesmas, poliklinik, pustu per satuan penduduk 2.3. Rasio Rumah Sakit per satuan penduduk 2.4. Rasio dokter per satuan penduduk RUMUS
- 8. -8NO BIDANG URUSAN/INDIKATOR 2.5. Rasio tenaga medis per satuan penduduk 2.6. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 2.7. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 2.8. Cakupan Desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 2.9. Cakupan Balita Gizi Buruk mendapat perawatan 2.10. Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit TBC BTA 2.11. Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit DBD 2.12. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin 2.13. Cakupan kunjungan bayi 2.14. Cakupan puskesmas 2.15. Cakupan pembantu puskesmas 3. PekerjaanUmum 3.1. Proporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik 3.2. Rasio Jaringan Irigasi 3.3. Rasio tempat ibadah per satuan penduduk 3.4. Persentase rumah tinggal bersanitasi 3.5. Rasio tempat pemakaman umum per satuan penduduk 3.6. Rasio tempat pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk 3.7. Rasio rumah layak huni 3.8. Rasio permukiman layak huni 3.9. Panjang jalan dilalui Roda 4 3.10. Jalan Penghubung dari ibukota kecamatan ke kawasan pemukiman penduduk (mimal dilalui roda 4) 3.11. Panjang jalan kabupaten dalam kondisi baik ( > 40 KM/Jam ) RUMUS
- 9. -9NO BIDANG URUSAN/INDIKATOR RUMUS 3.12. Panjang jalan yang memiliki trotoar dan drainase/saluran pembuangan air ( minimal 1,5 m) 3.13. Sempadan jalan yang dipakai pedagang kaki lima atau bangunan rumah liar 3.14. Sempadan sungai yang dipakai bangunan liar 3.15. Drainase dalam kondisi baik/ pembuangan aliran air tidak tersumbat 3.16. Pembangunan turap di wilayah jalan penghubung dan aliran sungai rawan longsor lingkup kewenangan kota 3.17. Luas irigasi Kabupaten dalam kondisi baik 3.18. Lingkungan Pemukiman 4. Perumahan 4.1. Rumah tangga pengguna air bersih 4.2. Rumah tangga pengguna listrik 4.3. Rumah tangga ber-Sanitasi 4.4. Lingkungan pemukiman kumuh 4.5. Rumah layak huni 5. Penataan Ruang 5.1. Rasio Ruang Terbuka Hijau per Satuan Luas Wilayah ber HPL/HGB 5.2. Rasio bangunan ber- IMB per satuan bangunan 5.3. Ruang publik yang berubah peruntukannya 6. Perencanaan Pembangunan 6.1. Tersedianya dokumen perencanaan RPJPD yg telah ditetapkan dgn PERDA Ada/ tidak 6.2. Tersedianya Dokumen Perencanaan : RPJMD yg telah ditetapkan dgn PERDA/PERKADA Ada/ tidak 6.3. Tersedianya Dokumen Perencanaan : RKPD yg telah ditetapkan dgn PERKADA Ada/ tidak 6.4. Penjabaran Program RPJMD kedalam RKPD 7. Perhubungan 7.1. Jumlah arus penumpang angkutan umum 7.2. Rasio ijin trayek Jumlah arus penumpang angkutan umum (bis/kereta api/kapal laut/pesawat udara) yang masuk/keluar daerah selama 1 (satu) tahun. Jumlah arus penumpang angkutan umum yang masuk/keluar daerah
- 10. - 10 NO BIDANG URUSAN/INDIKATOR RUMUS 7.3. Jumlah uji kir angkutan umum Jumlah Uji kir angkutan umum merupakan pengujian setiap angkutan umum yang diimpor, baik yang dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri yang akan dioperasikan di jalan agar memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan 7.4. Jumlah Pelabuhan Laut/Udara/Terminal Bis Jumlah Pelabuhan Laut/Udara/Terminal Bis 7.5. Angkutan darat 7.6. Kepemilikan KIR angkutan umum 7.7. Lama pengujian kelayakan angkutan umum (KIR) Jangka waktu proses pengujian angkutan umum 7.8. Biaya pengujian kelayakan angkutan umum Biaya pengujian kelayakan angkutan umum 7.9. Pemasangan Rambu-rambu 8. Lingkungan Hidup 8.1. Persentase penanganan sampah 8.2. Persentase Penduduk berakses airminum 8.3. Persentase Luas pemukiman yang tertata 8.4. Pencemaran status mutu air 8.5. Cakupan penghijauan wilayah rawan longsor dan Sumber Mata Air 8.6. Cakupan pengawasan terhadap pelaksanaan amdal. 8.7. Tempat pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk 8.8. Penegakan hukum lingkungan 9. Pertanahan 9.1. Persentase luas lahan bersertifikat 9.2. Penyelesaian kasus tanah Negara 9.3. Penyelesaian izin lokasi 10. Kependudukan dan Catatan Sipil 10.1. Rasio penduduk berKTP per satuan penduduk 10.2. Rasio bayi berakte kelahiran 10.3. Rasio pasangan berakte nikah 10.4. Kepemilikan KTP 10.5. Kepemilikan akta kelahiran per 1000 penduduk
- 11. - 11 NO 10.6. 10.7. BIDANG URUSAN/INDIKATOR RUMUS Ketersediaan database kependudukan skala provinsi Ada/tidak ada Penerapan KTP Nasional berbasis NIK Sudah/belum 11. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 11.1. Persentase partisipasi perempuan di lembaga pemerintah 11.2. Partisipasi perempuan di lembaga swasta 11.3. Rasio KDRT 11.4. Persentase jumlah tenaga kerja dibawah umur 11.5. Partisipasi angkatan kerja perempuan 11.6. Penyelesaian pengaduan perlindungan perempuan dan anak dari tindakan kekerasan 12. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera 12.1. Rata-rata jumlah anak per keluarga 12.2. Rasio akseptor KB 12.3. Cakupan peserta KB aktif 12.4. Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I 13. Sosial 13.1. Sarana sosial seperti panti asuhan, panti jompo dan panti rehabilitasi 13.2. PMKS yg memperoleh bantuan sosial 13.3. Penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial 14. Ketenagakerjaan 14.1. Angka partisipasi angkatan kerja 14.2. Angka sengketa pengusaha-pekerja per tahun 14.3. Tingkat partisipasi angkatan kerja 14.4. Pencari kerja yang ditempatkan 14.5. Tingkat pengangguran terbuka 14.6. Keselamatan dan perlindungan 14.7. Perselisihan buruh dan pengusaha terhadap kebijakan pemerintah daerah Menunjukan jumlah sarana sosial seperti panti asuhan, panti jompo, panti rehabilitasi, rumah singgah dll yang terdapat di suatu daerah.
- 12. - 12 NO BIDANG URUSAN/INDIKATOR RUMUS 15. Koperasi Usaha Kecil dan Menengah 15.1. Persentase koperasi aktif 15.2. Jumlah UKM non BPR/LKM UKM 15.3. Jumlah BPR/LKM 15.4. Usaha Mikro dan Kecil 16. Penanaman Modal 16.1. Jumlah investor berskala nasional (PMDN/PMA) Jumlah investor berskala nasional (PMDN/PMA) 16.2. Jumlah nilai investasi berskala nasional (PMDN/PMA) Jumlah nilai investasi berskala nasional(PMDN/PMA) 16.3. Rasio daya serap tenaga kerja 16.4. Kenaikan / penurunan Nilai Realisasi PMDN (milyar rupiah) 17. Kebudayaan 17.1. Penyelenggaraan festival seni dan budaya Jumlah penyelenggaraan festival seni dan budaya 17.2. Sarana penyelenggaraan seni dan budaya Jumlah sarana penyelenggaraan seni dan budaya 17.3. Benda, Situs dan Kawasan Cagar Budaya yang dilestarikan 18. Kepemudaan dan Olahraga 18.1. Jumlah organisasi pemuda Jumlah organisasi pemuda 18.2. Jumlah organisasi olahraga Jumlah organisasi olahraga 18.3. Jumlah kegiatan kepemudaan Jumlah kegiatan kepemudaan 18.4. Jumlah kegiatan olahraga Jumlah kegiatan olahraga 18.5. Gelanggang / balai remaja (selain milik swasta) 18.6. Lapangan olahraga 19. Kesatuan Bangsadan Politik Dalam Negeri 19.1. Kegiatan pembinaan terhadap LSM, Ormas dan OKP Menunjukkan Jumlah Kegiatan pembinaan terhadap LSM, 19.2. Kegiatan pembinaan politik daerah Menunjukan Jumlah Kegiatan pembinaan politik daerah 20. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian 20.1. Rasio jumlah Polisi Pamong Praja per 10.000 penduduk 20.2. Jumlah Linmas per Jumlah 10.000 Penduduk Jumlah UKM aktif non BPR/LKM UKM Jumlah BPR/LKM aktif Ormas dan OKP
- 13. - 13 NO BIDANG URUSAN/INDIKATOR RUMUS 20.3. Rasio Pos Siskamling per jumlah desa/kelurahan 20.4. Pertumbuhan ekonomi 20.5. Kemiskinan (100 – angka kemiskinan) 20.6. Sistem informasi Pelayanan Perijinan dan adiministrasi pemerintah Ada tidak 20.7. Penegakan PERDA 20.8. Cakupan patroli petugas Satpol PP 20.9. Tingkat penyelesaian pelanggaran K3 (ketertiban, ketentraman, keindahan) di Kabupaten 20.10. Petugas Perlindungan Masyarakat (Linmas) di Kabupaten 20.11. Cakupan pelayanan bencana kebakaran kabupaten 20.12. Tingkat waktu tanggap (response time rate) daerah layanan Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK) 20.13. Cakupan sarana prasarana perkantoran pemerintahan desa yang baik 20.14. Sistim Informasi Manajemen Pemda Menunjukkan Jumlah Sistim Informasi Manajemen Pemda yang telah dibuat oleh pemda ybs 20.15. Indeks Kepuasan Layanan Masyarakat Ada atau tidaknya survey IKM di Pemda 21. Ketahanan Pangan 21.1. Regulasi ketahanan pangan 21.2. Ketersediaan pangan utama 22. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa 22.1. Rata-rata jumlah kelompok binaan lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) 22.2. Rata-rata jumlah kelompok binaan PKK 22.3. Jumlah LSM 22.4. LPM Berprestasi 22.5. PKK aktif 22.6. Posyandu aktif 22.7. Swadaya Masyarakat terhadap Program pemberdayaan masyarakat Jumlah patroli petugas Satpol PP pemantauan dan penyelesaian pelanggaran K3 dalam 24 Jam Ada/tidak peraturan tentang kebijakan ketahanan pangan dalam bentuk perda,perkada, dsb. Jumlah LSM yang aktif
- 14. - 14 NO BIDANG URUSAN/INDIKATOR 22.8. Pemeliharaan Pasca Program pemberdayaan masyarakat 23. RUMUS Statistik 23.1. Buku ”kabupaten dalam angka” Ada/Tidak 23.2. Buku ”PDRB kabupaten” 24. Kearsipan 24.1. Pengelolaan arsip secara baku 24.2. Peningkatan SDM pengelola kearsipan 25. Komunikasi dan Informatika 25.1. Jumlah jaringan komunikasi 25.2. Rasio wartel/warnet terhadap penduduk 25.3. Jumlah surat kabar nasional/lokal Jenis surat kabar nasional/lokal yang masuk ke daerah 25.4. Jumlah penyiaran radio/TV lokal Jumlah penyiaran radio/TV yang masuk ke daerah 25.5. Web site milik pemerintah daerah Ada/Tidak 25.6. Pameran/expo Menunjukkan jumlah pameran/expo yang dilaksanakan per Tahun 26. Perpustakaan 26.1. Jumlah perpustakaan 26.2. Jumlah pengunjung perpustakaan per tahun 26.3. Koleksi buku yang tersedia di perpustakaan daerah Fokus Layanan Urusan Pilihan 1. Pertanian 1.1. Produktivitas padi atau bahan pangan utama lokal lainnya per hektar 1.2. Kontribusi sektor pertanian/perkebunan terhadap PDRB 1.3. Kontribusi sektor pertanian (palawija) terhadap PDRB 1.4. Kontribusi sektor perkebunan (tanaman keras) terhadap PDRB 1.5. Kontribusi Produksi kelompok petani terhadap PDRB Ada/Tidak Menunjukkan jumlah Kegiatan peningkatan SDM pengelola kearsipan Jumlah perpustakaan
- 15. - 15 NO BIDANG URUSAN/INDIKATOR 1.6. Cakupan bina kelompok petani 2. RUMUS Kahutanan 2.1. Rehabilitasi hutan dan lahan kritis 2.2. Kerusakan Kawasan Hutan 2.3. Kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB 3. Energi dan Sumber Daya Mineral 3.1. Pertambangan tanpa ijin 3.2. Kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB 4. Pariwisata 4.1. Kunjungan wisata 4.2. Kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB 5. Kelautan dan Perikanan 5.1. Produksi perikanan 5.2. Konsumsi ikan 5.3. Cakupan bina kelompok nelayan 5.4. Produksi perikanan kelompok nelayan 6. Perdagangan 6.1. Kontribusi sektor Perdagangan terhadap PDRB 6.2. Ekspor Bersih Perdagangan 6.3. Cakupan bina kelompok pedagang/usaha informal 7. Perindustrian 7.1. Kontribusi sektor Industri terhadap PDRB 7.2. Kontribusi industri rumah tangga terhadap PDRB sektor Industri 7.3. Pertumbuhan Industri. 7.4. Cakupan bina kelompok pengrajin 8. Ketransmigrasian 8.1. Transmigran swakarsa nilai ekspor bersih = nilai ekspor – nilai impor
- 16. - 16 NO 8.2. BIDANG URUSAN/INDIKATOR RUMUS Kontibusi transmigrasi terhadap PDRB ASPEK DAYA SAING DAERAH Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah 1. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian 1.1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita 1.2. Pengeluaran konsumsi non pangan perkapita 1.3. Produktivitas total daerah 2. Pertanian 2.1. Nilai tukar petani Fokus Fasilitas Wilayah/Infrastuktur 1. Perhubungan 1.1. Rasio panjang jalan per jumlah kendaraan 1.2. Jumlah orang/ barang yang terangkut angkutan umum Jumlah orang/barang yang terangkut angkutan umum 1.3. Jumlah orang/barang melalui dermaga/bandara/ terminal per tahun Jumlah orang/barang melalui dermaga/ bandara /terminal per tahun 2. Penataan Ruang 2.1. Ketaatan terhadap RTRW 2.2. Luas wilayah produktif 2.3. Luas wilayah industri 2.4. Luas wilayah kebanjiran 2.5. Luas wilayah kekeringan 2.6. Luas wilayah perkotaan 3. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian 3.1. Jenis dan jumlah bank dan cabang Jumlah dan jenis bank dan cabang- cabangnya 3.2. Jenis dan jumlah perusahaan asuransi dan cabang Jumlah dan jenis perusahaan asuransi dan cabang-cabangnya 3.3. Jenis, kelas, dan jumlah restoran Persentase jumlah restoran menurut jenis dan kelas 3.4. Jenis, kelas, dan jumlah penginapan/ hotel Persentase jumlah penginapan/hotel menurut jenis dan kelas 4. Lingkungan Hidup 4.1. Persentase Rumah Tangga (RT) yang menggunakan air bersih
- 17. - 17 NO BIDANG URUSAN/INDIKATOR 5. Komunikas dan Informatika 5.1. Rasio ketersediaan daya listrik 5.2. Persentase rumah tangga yang menggunakan listrik 5.3. RUMUS Persentase penduduk yang menggunakan HP/telepon Fokus Iklim Berinvestasi 1. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian 1.1. Angka kriminalitas 1.2. Jumlah demo Jumlah demo dalam 1 tahun 1.3. Lama proses perijinan Rata-rata lama proses perijinan (dalam hari) 1.4. Jumlah dan macam pajak dan retribusi daerah Jumlah dan macam pajak dan retribusi daerah 1.5. Jumlah Perda yang mendukung iklim usaha Jumlah Perda yang mendukung iklim usaha 1.6. Persentase desa berstatus swasembada terhadap total desa Fokus Sumber Daya Manusia 1. Ketenagakerjaan 1.1. Rasio lulusan S1/S2/S3 1.2. Rasio ketergantungan Berikut ini akan diuraikan dan diberikan beberapa contoh pengolahan data dan informasi yang dapat digunakan untuk menilai capaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota menggunakan formula yang tercantum dalam Tabel.T-I.A.1. Pemerintah daerah pada dasarnya dapat mengembangkan dan/atau mensleleksi data dan informasi yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah. B. Pengolahan Data dan Informasi Kondisi Umum Daerah. Beberapa contoh tata cara pengolahan data dan informasi kondisi umum daerah terkait dengan indikator kinerja pembangunan daerah mencakup aspek kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan aspek daya saing daerah, sebagai berikut: 1. Aspek Kesejahteraan Masyarakat Memberikan gambaran dan hasil analisis terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat, mencakup kesejahteraan dan pemerataan ekonomi, kesejahteraan sosial, seni budaya dan olah raga.
- 18. - 18 1.1. Kesejahteraan Dan Pemerataan Ekonomi a. Pertumbuhan PDRB Di bidang pembangunan ekonomi, salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi perekonomian secara makro adalah data produk domestik regional bruto (PDRB). Terdapat 2 (dua) jenis penilaian produk domestik regional bruto (PDRB) dibedakan dalam dua jenis penilaian yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Penyajian PDRB atas dasar harga konstan mengalami perubahan mendasar sebagai konsekuensi logis berubahnya tahun dasar yang digunakan. Selain menjadi bahan dalam penyusunan perencanaan, angka PDRB juga bermanfaat untuk bahan evaluasi hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan. Adapun beberapa kegunaan angka PDRB ini antara lain : 1. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan setiap sektor ekonomi, mencakup sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas, dan air bersih; konstruksi; perdagangan, restoran dan hotel; pengangkutan dan komunikasi; lembaga keuangan; dan jasa-jasa lainnya; 2. Untuk mengetahui struktur perekonomian; 3. Untuk mengetahui besarnya PDRB perkapita penduduk sebagai salah satu indikator tingkat kemakmuran/kesejahteraan; 4. Untuk mengetahui tingkat inflasi/deflasi, berdasarkan pertumbuhan/perubahan harga produsen. Rumus menghitung pertumbuhan PDRB: Dimana: +1 = tahun pengamatan PDRB = tahun pengamatan PDRB sebelumnya Hasil analisis pertumbuhan PDRB, selanjutnya disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel.T-I.B.1 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun .... s.d .... Atas Dasar Harga Konstan Tahun ..... Provinsi/Kabupaten/Kota .....*) NO (n-5) Sektor (Rp) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 (n-4) % (Rp) (n-3) % (Rp) (n-2) % (Rp) (n-1)**) % (Rp) % Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik,Gas & Air bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, sewa, & Js. Perusahaan Jasa-jasa PDRB *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.2 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun .... s.d .... Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi/Kabupaten/Kota .....*) NO (n-5) Sektor (Rp) (n-4) % (Rp) (n-3) % (Rp) (n-2) % (Rp) (n-1)**) % (Rp) %
- 19. - 19 NO (n-5) Sektor (Rp) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 (n-4) % (Rp) (n-3) % (Rp) (n-2) % (Rp) (n-1)**) % (Rp) % Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik,Gas & Air bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi angangkutan & Komunikasi Keuangan, sewa, & Js. Perusahaan Jasa-jasa PDRB *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.3 Perkembangan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun .... s.d .... Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan harga Konstan (Hk) Provinsi/Kabupaten/Kota .....*) (n-5) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sektor Hb % (n-4) Hk % Hb % (n-3) Hk % Hb % (n-2) Hk % Hb % (n-1)**) Hk % Hb % Hk % Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik,Gas & Air bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, sewa, & Js. Perusahaan Jasa-jasa PDRB *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.4 Pertumbuhan Kontribusi Sektor dan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan harga Konstan (Hk) Tahun ..... sampai dengan Tahun... Provinsi/Kabupaten/Kota .....*) Pertumbuhan NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 *) Sektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik,Gas & Air bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, sewa, & Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. b. Laju inflasi provinsi Hb % Hk %
- 20. - 20 Laju inflasi merupakan ukuran yang dapat menggambarkan kenaikan/penurunan harga dari sekelompok barang dan jasa yang berpengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat. Inflasi didasarkan pada indeks harga konsumen (IHK) yang dihitung secara sampel di 45 (empat puluh lima) kota di Indonesia yang mencakup 283-397 komoditas dan dihitung berdasarkan pola konsumsi hasil survei biaya hidup (SBH). Sedangkan kondisi sebaliknya, dimana harga-harga pada umumnya turun, disebut deflasi. Angka inflasi dan deflasi disajikan hanya pada tingkat provinsi. Sajikan data inflasi 5 (lima) tahun yang lalu, dan hitung rata-rata pertumbuhannya dalam tabel sebagai berikut: Tabel.T-I.B.5 Nilai inflasi rata-rata Tahun.... s.d .... Provinsi .....*) Uraian (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) Rata-rata pertumbuhan Inflasi *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Rumus menghitung rata-rata pertumbuhan Inflasi: Dimana : = = Sedangkan perubahan inflasi dari nilai tahun sebelumnya adalah periode pengamatan perubahan nilai inflasi. dihitung dengan rumus sebagai berikut : Dimana : = = = nilai inflasi pada tahun n nilai pada 1 tahun berikutnya tahun ... Uraikan hasil analisis terhadap perubahan dan laju inflasi. c. PDRB per kapita PDRB per kapita atas harga berlaku berguna untuk menunjukkan nilai PDRB perkepala atau satu orang penduduk. Sedangkan PDRB per kapita atas harga konstan
- 21. - 21 berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi perkapita penduduk suatu daerah. PDRB per kapita dihitung berdasarkan pendapatan regional netto atas dasar biaya faktor dibagi dengan jumlah penduduk regional pertengahan tahun. Rumus menghitung PDRB perkapita: Sajikan hasil penghitungan PDRB perkapita dalam tabel sebagai berikut: Tabel.T-I.B.6 PDRB Perkapita Tahun .... s.d .... Provinsi/Kabupaten/Kota .....*) Uraian (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) Nilai PDRB (Rp) Jumlah Penduduk (jiwa) PDRB perkapita (Rp/jiwa) *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. d. Indeks Gini/Koefiesien Gini Tingkat pemerataan distribusi pendapatan sering diukur dengan koefisien gini. Caranya adalah dengan membagi penduduk menjadi beberapa kelompok sesuai dengan tingkat pendapatannya. Kemudian menetapkan proporsi yang diterima oleh masing-masing kelompok pendapatan. Koefisien gini adalah ukuran ketidakseimbangan atau ketimpangan yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna). Koefisien gini merupakan suatu ukuran kemerataan yang dihitung dengan membandingkan luas antara diagonal dan kurva lorenz (daerah A) dibagi dengan luas segitiga di bawah diagonal. GAMBAR. G-A.1 Kurva Lorenz Provinsi/Kabupaten/Kota .....*) *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. 1. Kurva Lorenz adalah titik potong antara persentase kumulatif jumlah rumah tangga (penduduk) dan persentase kumulatif total pendapatan. 2. Kurva lorenz memberikan gambaran persentase penduduk yang menerima Q persen pendapatan 3. Jika kuva lorenz mendekati diagonal OA → pendapatan semakin merata, karena nilai G semakin kecil 4. Jika G mendekati nol → distribusi pendapatan yang diterima hampir sama dengan banyak penduduk. Data yang diperlukan dalam penghitungan gini ratio: 1. Jumlah rumah tangga atau penduduk
- 22. - 22 2. Rata-rata pendapatan atau pengeluaran dikelompokkan menurut kelasnya. rumah tangga yang sudah Selanjutnya data yang telah dikumpulkan dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel.T-I.B.7 Rata-Rata Interval Penghitungan Gini Ratio Interval Uraian <100rb 100-149,9rb 150-199,9rb 200-299,9rb 300-499,9rb 500-749,9rb 750-999,9rb >1jt Rata-rata pengeluaran kapita per bulan Jumlah penduduk Total pengeluaran seluruh penduduk sebulan Proporsi penduduk (persen) Pi Kumulatif proporsi penduduk Proporsi pengeluaran (persen) Proporsi kumulatif total pengeluaran (persen) Qi Qi+Qi-1 Pi(Qi+Qi-1) Gini Ratio Rumus untuk menghitung gini ratio: k G = 1 − ∑ Pi (Qi + Qi −1 ) i =1 dimana: Pi : persentase rumah tangga atau penduduk pada kelas ke-i Qi : persentase kumulatif total pendapatan atau pengeluaran sampai kelas ke-i Nilai gini ratio berkisar antara 0 dan 1, jika: G < 0,3 0,3 ≤ G ≤ 0,5 G > 0,5 = = = ketimpangan rendah ketimpangan sedang ketimpangan tinggi e. Pemerataan pendapatan versi Bank Dunia Pemerataan pendapatan ini diperhitungkan berdasarkan pendekatan yang dilakukan oleh Bank Dunia, yaitu dengan mengelompokkan penduduk ke dalam tiga kelompok berdasarkan besarnya pendapatan. 40% penduduk berpendapatan rendah; 40% penduduk berpendapatan menengah, dan 20% berpendapatan tinggi. Ketimpangan pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan penduduk dari kelompok yang berpendapatan 40% terendah dibandingkan total pendapatan seluruh penduduk. Kategori ketimpangan ditentukan sebagai berikut: 1. jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk kurang dari 12 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan tinggi. 2. jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk antara 12-17 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan sedang/menengah. 3. jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk lebih dari 17 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan rendah. Rumus untuk menghitung pemerataan pendapatan versi Bank Dunia: Dimana: YD4 = Persentase pendapatan yang diterima oleh 40 % penduduk lapisan bawah
- 23. - 23 Qi -l = Persentase kumulatif pendapatan ke i-1 Pi = Persentase kumulatif penduduk ke i qi = Persentase pendapatan ke i f. Indeks ketimpangan Williamson (Indeks Ketimpangan Regional) Indeks ketimpangan Williamson (Indeks Ketimpangan Regional), adalah indeks untuk mengukur ketimpangan pembangunan antar kecamatan di suatu kabupaten/kota atau antar kabupaten/kota di suatu provinsi dalam waktu tertentu. Rumus menghitung Indeks ketimpangan Williamson : Dimana: Untuk tingkat kabupaten/kota Yi = PDRB perkapita di kecamatan I Y = PDRB perkapita rata-rata kab/kota fi = jumlah penduduk di kecamatan i n = jumlah penduduk di kab/kota Untuk tingkat provinsi Yi = PDRB perkapita di kab/kota i Y = PDRB perkapita rata-rata provinsi fi = jumlah penduduk di kab/kota i n = jumlah penduduk di provinsi 1.2. Kesejahteraan Sosial a. Pendidikan a.1. Angka Melek Huruf (AMH) Angka Melek Huruf (dewasa) adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya. AMH dapat digunakan untuk: 1. mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf, terutama di daerah pedesaan di Indonesia dimana masih tinggi jumlah penduduk yang tidak pernah bersekolah atau tidak tamat SD. 2. menunjukkan kemampuan penduduk di suatu wilayah dalam menyerap informasi dari berbagai media. 3. menunjukkan kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis. Sehingga angka melek huruf dapat berdasarkan kabupaten mencerminkan potensi perkembangan intelektual sekaligus kontribusi terhadap pembangunan daerah. Angka melek huruf didapat dengan membagi jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis dengan jumlah penduduk usia 15 tahun keatas kemudian hasilnya dikalikan dengan seratus. Cara menghitung angka melek huruf dengan rumus: dimana: = angka melek huruf ( penduduk usia 15 tahun keatas) pada tahun t = Jumlah penduduk (usia diatas 15 tahun) yang bisa membaca dan menulis pada tahun t = Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas Sajikan data angka melek huruf penduduk usia 15 tahun keatas, jumlah penduduk usia diatas 15 tahun yang bisa membaca dan menulis dan jumlah
- 24. - 24 penduduk usia 15 tahun keatas untuk 5 tahun terakhir, dirinci menurut kabupaten/kota untuk provinsi dan dirinci menurut kecamatan untuk daerah kabupaten/kota, dalam tabel sebagai berikut: Untuk Provinsi: Tabel.T-I.B.8 Perkembangan Angka Melek Huruf Tahun .... s.d .... Provinsi .....*) NO Uraian (n-5) 1 (n-2) (n-1)**) Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas 3 (n-3) Jumlah penduduk usia diatas 15 tahun yang bisa membaca dan menulis 2 (n-4) Angka melek huruf *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.9 Angka Melek Huruf Tahun .... menurut kabupaten/kota Provinsi .....*) NO Kabupaten/kota 1 Dst ..... 4 Angka melek huruf Kabupaten ...... 3 Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas Kabupaten ...... 2 Jumlah penduduk usia diatas 15 tahun yang bisa membaca dan menulis Kota .... Jumlah *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Untuk kabupaten/kota: Tabel.T-I.B.10 Perkembangan Angka Melek Huruf Tahun .... s.d .... Kabupaten/Kota .....*) NO 1 2 Uraian Jumlah penduduk usia diatas 15 tahun yang bisa membaca dan menulis Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) 3 Angka melek huruf *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.11 Angka Melek Huruf Tahun .... menurut Kecamatan Kabupaten/Kota .....*) NO Kecamatan 1 Kecamatan... 2 Jumlah penduduk usia diatas 15 tahun yang bisa membaca dan menulis Kecamatan... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. a.2. Angka rata-rata lama sekolah Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas Angka melek huruf
- 25. - 25 Lamanya Sekolah atau years of schooling adalah sebuah angka yang menunjukkan lamanya bersekolah seseorang dari masuk sekolah dasar sampai dengan Tingkat Pendidikan Terakhir (TPT). Pada prinsipnya angka ini merupakan transformasi dari bentuk kategori TPT menjadi bentuk numerik. Angka rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Lamanya bersekolah merupakan ukuran akumulasi investasi pendidikan individu. Setiap tahun tambahan sekolah diharapkan akan membantu meningkatkan pendapatan individu tersebut. Rata-rata lama bersekolah dapat dijadikan ukuran akumulasi modal manusia suatu daerah. Ukuran ini mengatasi masalah kekurangan estimasi dari TPT yang tidak mengakomodir kelas tertinggi yang pernah dicapai individu. Tetapi, jumlah tahun bersekolah ini tidak mengindahkan kasus-kasus tidak naik kelas, putus sekolah yang kemudian melanjutkan kembali, dan masuk sekolah dasar di usia yang terlalu muda atau sebaliknya. Sehingga nilai dari jumlah tahun bersekolah menjadi terlalu tinggi kelebihan estimasi atau bahkan terlalu rendah (underestimate). Cara menghitung angka rata-rata lama sekolah: Lamanya bersekolah dapat dikonversikan langsung dari jenjang pendidikan dan kelas tertinggi yang pernah diduduki seseorang, misalnya jika seseorang pendidikan tertingginya adalah SMP kelas 2, maka ia memiliki jumlah tahun bersekolah sama dengan 8 tahun, yaitu 6 tahun bersekolah di tingkat SD ditambah dengan 2 tahun di SMP. Untuk memudahkan perhitungan, dapat digunakan tabel konversi sebagai berikut: Tabel.T-I.B.12 Lamanya Bersekolah berdasarkan Jenjang Pendidikan dan Kelas Jenjang Kelas SD 1 2 3 4 5 6 1 2 3 1 2 3 I II III I II III IV SMP SMA Diploma S1 S2 S3 Jumlah tahun bersekolah (kumulatif) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 13 14 15 16 17 – 19 20-24 Untuk Diploma, S1, S2, dan S3, konversi lamanya bersekolah dapat berbeda untuk setiap individu karena asumsi yang digunakan dalam konversi diatas adalah sebagai berikut: Seseorang yang masuk S1 adalah lulusan SMA, bukan melanjutkan dari diploma. Dalam kenyataannya, terdapat program S1 extension yang membuka kesempatan bagi lulusan Diploma untuk melanjutkan studi ke S1. Asumsi menempuh pendidikan S2 maksimum adalah 3 tahun dan S3 maksimum adalah 4 tahun. Sedangkan untuk rata-rata jumlah tahun bersekolah di tingkat kabupaten, dapat digunakan rumus sebagai berikut:
- 26. - 26 - dimana : = adalah rata-rata jumlah tahun bersekolah penduduk usia 5 tahun keatas = adalah jumlah tahun bersekolah individu usia 5 tahun keatas = adalah jumlah penduduk usia 5 tahun keatas. Contoh: Bila diketahui tiga individu A, B, dan C menurut jenjang dan kelas sekolah tertinggi yang pernah di tamatkan, seperti pada contoh dibawah ini : Individu Kelas/tingkat Lama sekolah (tahun) A SMP 2 8 B SD 6 (tamat) 6 C Jumlah Jenjang Universitas 2 14 3 28 Angka rata-rata lama sekolah : 9,33 Nilai rata-rata lamanya bersekolah yang besar menunjukkan tingginya tingkat pendidikan penduduk di suatu wilayah. Jika didapat rata-rata lamanya sekolah sama dengan 9,33 artinya rata-rata penduduk di suatu wilayah bersekolah sampai 9 tahun 4 bulan atau setingkat SLTP. a.3. Angka Partisipasi Murni Angka partisipasi murni adalah perbandingan penduduk usia antara 7 hingga 18 tahun yang terdaftar sekolah pada tingkat pendidikan SD/SLTP/SLTA dibagi dengan jumlah penduduk berusia 7 hingga 18 tahun. Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama APM menunjukkan partisipasi sekolah penduduk usia sekolah di tingkat pendidikan tertentu. Seperti APK, APM juga merupakan indikator daya serap penduduk usia sekolah di setiap jenjang pendidikan. Tetapi, jika dibandingkan APK, APM merupakan indikator daya serap yang lebih baik karena APM melihat partisipasi penduduk kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut. APM di suatu jenjang pendidikan didapat dengan membagi jumlah siswa atau penduduk usia sekolah yang sedang bersekolah dengan jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang sekolah tersebut. Cara menghitung APM: dimana: h = jenjang pendidikan a = kelompok usia t = tahun = jumlah siswa/penduduk kelompok usia a yang bersekolah di tingkat pendidikan h pada tahun t = jumlah penduduk kelompok usia a Jenjang pendidikan menurut kelompok usia sekolah :
- 27. - 27 SD/MI = SMP/MTs = SMA/MA/SMK = 7-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun Sajikan data angka partisipasi murni untuk 5 tahun terakhir , dirinci menurut kabupaten/kota untuk provinsi dan dirinci menurut kecamatan untuk daerah kabupaten/kota, dalam tabel sebagai berikut: Untuk Provinsi: Tabel.T-I.B.13 Perkembangan APM Tahun .... s.d .... Provinsi .....*) NO 1 Jenjang Pendidikan (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) SD/MI 1.1. jumlah siswa kelompok usia 7-12 tahun yang bersekolah di jenjang pendidikan SD/MI 1.2. jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun 1.3. APM SD/MI 2 SMP/MTs 2.1. jumlah siswa kelompok usia 13-15 tahun yang bersekolah di jenjang pendidikan SMP/MTs 2.2. jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun 2.3. APM SMP/MTs 3 SMA/MA/SMK 3.1. jumlah siswa kelompok usia 16-18 tahun yang bersekolah di jenjang pendidikan SMA/MA/SMK 3.2. jumlah penduduk kelompok usia 16-18 tahun 3.3. APM SMA/MA/SMK Tabel.T-I.B.14 Angka Partisipasi Murni Tahun .... menurut kabupaten/kota Provinsi .....*) SD/MI NO Kabupaten /Kota 1 Kabupaten ... 2 Kabupaten ... 3 Dst ..... 4 Kota .... jumlah siswa usia 7-12 th bersekolah di SD/MI jumlah penduduk usia 7-12 th SMP/MTs APM jumlah siswa usia 13Jumlah penduduk 15 th bersekolah di usia 13-15 th SMP/MTs SMA/MA/SMK APM jumlah siswa usia 16-18 th bersekolah di SMA/MA/ SMK jumlah penduduk usia 16-18th APM
- 28. - 28 5 Dst ...... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan.
- 29. - 29 - Untuk kabupaten/kota: Tabel.T-I.B.15 Perkembangan Angka Partisipasi Murni (APM) Tahun .... s.d .... Kabupaten/Kota .....*) NO 1 1.1. 1.2. 1.3. 2 2.1. 2.2. 2.3. 3 3.1. 3.2. 3.3. Jenjang Pendidikan SD/MI jumlah siswa kelompok usia 7-12 tahun yang bersekolah di jenjang pendidikan SD/MI jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun APM SD/MI SMP/MTs jumlah siswa kelompok usia 13-15 tahun yang bersekolah di jenjang pendidikan SMP/MTs jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun APM SMP/MTs SMA/MA/SMK jumlah siswa kelompok usia 16-18 tahun yang bersekolah di jenjang pendidikan SMA/MA/SMK jumlah penduduk kelompok usia 16-18 tahun APM SMA/MA/SMK (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.16 Angka Partisipasi Murni Tahun .... menurut Kecamatan Kabupaten/Kota .....*) SD/MI NO Kecamatan 1 APM jumlah siswa usia 13-15 th bersekolah di SMP/MTs Jumlah penduduk usia 13-15 th APM jumlah siswa usia 16-18 th bersekolah di SMA/MA/ SMK jumlah penduduk usia 1618th APM Kecamatan.... 3 jumlah penduduk usia 7-12 th SMA/MA/SMK Kecamatan.... 2 jumlah siswa usia 7-12 th bersekolah di SD/MI SMP/MTs Dst ..... Jumlah *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. a.4. Angka Partisipasi Kasar (APK) APK adalah perbandingan jumlah siswa pada tingkat pendidikan SD/SLTP/SLTA dibagi dengan jumlah penduduk berusia 7 hingga 18 tahun atau rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan. APK didapat dengan membagi jumlah penduduk yang sedang bersekolah (atau jumlah siswa), tanpa memperhitungkan umur, pada jenjang pendidikan tertentu dengan jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tersebut. Cara Menghitung APK: Dimana, h = jenjang pendidikan a = kelompok usia t = tahun
- 30. - 30 = adalah jumlah penduduk yang pada tahun t dari berbagai usia sedang sekolah pada jenjang pendidikan h = adalah jumlah penduduk yang pada tahun t berada pada kelompok usia a yaitu kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan h Jenjang pendidikan menurut kelompok usia sekolah : SD/MI = 7-12 tahun SMP/MTs = 13-15 tahun SMA/MA/SMK = 16-18 tahun Sajikan data APK untuk 5 tahun terakhir, dirinci menurut kabupaten/kota untuk provinsi dan dirinci menurut kecamatan untuk daerah kabupaten/kota, dalam tabel sebagai berikut: Untuk Provinsi: Tabel.T-I.B.17 Perkembangan Angka Partisipasi Kasar (APK) Tahun .... s.d .... Provinsi .....*) NO 1 Jenjang Pendidikan (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) SD/MI 1.1. jumlah siswa yang bersekolah di jenjang pendidikan SD/MI 1.2. jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun 1.3. APK SD/MI 2 SMP/MTs 2.1. jumlah siswa yang bersekolah di jenjang pendidikan SMP/MTs 2.2. jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun 2.3. APK SMP/MTs 3 SMA/MA/SMK 3.1. jumlah siswa yang bersekolah di jenjang pendidikan SMA/MA/SMK 3.2. jumlah penduduk kelompok usia 16-18 tahun 3.3. APK SMA/MA/SMK *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.18 Angka Partisipasi Kasar (APK) Tahun .... menurut kabupaten/kota Provinsi .....*) NO Kabupaten/kota SD/MI jumlah siswa bersekolah di SD/MI 1 Dst ..... 4 Kota .... 5 APK Kabupaten .... 3 SMP/MTs Kabupaten .... 2 jumlah penduduk usia 7-12 th Dst ...... Jumlah *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. jumlah siswa bersekolah di SMP/MTs jumlah penduduk usia 13-15 th SMA/MA/SMK APK jumlah siswa bersekolah di SMA/MA/ SMK jumlah penduduk usia 16-18th APK
- 31. - 31 Untuk kabupaten/kota: Tabel.T-I.B.19 Perkembangan Angka Partisipasi Kasar(APK) Tahun .... s.d .... Kabupaten/Kota.....*) NO 1 1.1. 1.2. 1.3. 2 2.1. 2.2. 2.3. 3 3.1. 3.2. 3.3. Jenjang Pendidikan SD/MI jumlah siswa yang bersekolah di jenjang pendidikan SD/MI jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun APK SD/MI SMP/MTs jumlah siswa yang bersekolah di jenjang pendidikan SMP/MTs jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun APK SMP/MTs SMA/MA/SMK jumlah siswa yang bersekolah di jenjang pendidikan SMA/MA/SMK jumlah penduduk kelompok usia 16-18 tahun APK SMA/MA/SMK (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.20 Angka Partisipasi Kasar Tahun .... menurut kecamatan Kabupaten/Kota.....*) SD/MI NO Kecamatan 1 jumlah siswa bersekolah di SMP/MTs jumlah penduduk usia 13-15 th APK jumlah siswa bersekolah di SMA/MA/ SMK jumlah penduduk usia 16-18th APK Kecamatan ...... 3 APK SMA/MA/SMK Kecamatan .... 2 jumlah siswa jumlah penduduk bersekolah di usia 7-12 th SD/MI SMP/MTs Dst ..... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. a.5. Angka Pendidikan yang ditamatkan (APT) APT adalah menyelesaikan pelajaran pada kelas atau tingkat terakhir suatu jenjang sekolah di sekolah negeri maupun swasta dengan mendapatkan surat tanda tamat belajar/ijazah. APT bermanfaat untuk menunjukkan pencapaian pembangunan pendidikan di suatu daerah, juga berguna untuk melakukan perencanaan penawaran tenaga kerja, terutama untuk melihat kualifikasi pendidikan angkatan kerja di suatu wilayah. APT merupakan persentase jumlah penduduk, baik yang masih sekolah ataupun tidak sekolah lagi, menurut pendidikan tertinggi yang telah ditamatkan. Cara menghitung APT sebagai berikut: Dimana: = jenjang pendidikan = tahun = jumlah penduduk yang mencapai jenjang pendidikan h pada tahun t = total jumlah penduduk pada tahun t Berikut contoh perhitungan APT: h t diketahui jumlah penduduk sejumlah 153.000.000 jiwa, sedangkan penduduk menurut ijazah tertinggi yang pernah ditamatkan sebagai berikut: NO Ijazah Tertingi Jumlah Penduduk (jiwa)
- 32. - 32 1. 2. 3. 4. 5. SD SMP SMA Perguruan Tinggi Jumlah penduduk APT SD APT SMP APT SMA APT Perguruan Tinggi = = = = 53.000.000 32.000.000 21.000.000 7.000.000 153.000.000 (53.000.000/153.000.000) x 100 = 34,64% (32.000.000/153.000.000) x 100 = 20,92% (21.000.000/153.000.000) x 100 = 13,73% (7.000.000/153.000.000) x 100 = 4,58% Interpretasi : Angka APT berkisar antara 0 sampai dengan 100. Dari contoh diatas didapat APT SD adalah 34,64% dan SMP adalah 20,92%. Maka dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar penduduk hanya tamat SD.
- 33. - 33 - Selanjutnya, data APT dapat disajikan dalam tabel berikut: Untuk kabupaten/kota : Tabel.T-I.B.21 Perkembangan Angka Pendidikan Yang Ditamatkan(APT) Tahun .... s.d .... Kabupaten/Kota.....*) (n-5) NO APT 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Perguruan Tinggi *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) (n-2) (n-1)**) Untuk provinsi : Tabel.T-I.B.22 Perkembangan Angka Pendidikan Yang Ditamatkan(APT) Tahun .... s.d .... Provinsi.....*) NO I. I.1. I.2. I.3. I.4. II. II.1. II.2. II.3. II.4. III. III.1. III.2. III.3. III.4. APT (n-5) (n-4) (n-3) Kabupaten…. SD SMP SMA Perguruan Tinggi Kabupaten…. SD SMP SMA Perguruan Tinggi Kota…. SD SMP SMA Perguruan Tinggi *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Catatan: Bila ingin menggunakan APT untuk perencanaan tenaga kerja, penduduk usia angkatan kerja, misalnya usia 15-64 tahun. dapat disamakan dengan jumlah Berikut contoh perhitungan APT: diketahui jumlah penduduk usia 15-64 tahun menurut ijazah tertinggi yang pernah ditamatkan: NO 1. 2. 3. 4. 5. Ijazah Tertingi Tidak Berijazah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Jumlah penduduk 15-64 tahun APT SD APT SMP APT SMA APT Perguruan Tinggi = = = = Jumlah Penduduk usia 15-64 tahun (jiwa) 20.000.000 53.000.000 32.000.000 21.000.000 7.000.000 133.000.000 (53.000.000/133.000.000) x 100 = 39,85% (32.000.000/133.000.000) x 100 = 24,06% (21.000.000/133.000.000) x 100 = 15,79% (7.000.000/133.000.000) x 100 = 5,26% Interpretasi: Angka APT berkisar antara 0 sampai dengan 100. Dari contoh diatas didapat APT SD adalah 39,85 persen dan SMP adalah 24,06 persen. Maka dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar tenaga kerja yang tersedia hanya berpendidikan sampai dengan SD.
- 34. - 34 - b. Kesehatan b.1. Angka Kelangsungan Hidup Bayi (AKHB) Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neo-natal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar. Angka kematian bayi (AKB) menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan AKB untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus. Sedangkan angka kematian Post-Neo Natal dan angka kematian anak serta kematian balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program penerangan tentang gizi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5 tahun. Angka kelangsungan hidup bayi (AKHB) adalah probabilitas bayi hidup sampai dengan usia 1 tahun. Angka kelangsungan hidup bayi = (1-angka kematian bayi). AKB dihitung dengan jumlah kematian bayi usia dibawah 1 tahun dalam kurun waktu setahun per 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama, dengan cara sebagai berikut: Dimana: 1 AKB = per 1000 kelahiran = Angka kematian bayi/Infant Mortality Rate (IMR) = Jumlah kematian bayi (berumur kurang 1 tahun) pada satu tahun tertentu. ∑ Lahir Hidup = Jumlah kelahiran hidup pada satu tahun tertentu. Berikut contoh perhitungan AKHB, diketahui jumlah jumlah kematian bayi usia dibawah 1 tahun dan jumlah kelahiran Hidup pada tahun x, sebagai berikut: Jumlah kematian bayi usia dibawah 1 tahun pada tahun x Jumlah Kelahiran Hidup pada tahun x AKB AKHB Kabupaten/Kecamatan .... 750 21.000 36 964 Kabupaten/Kecamatan .... 800 25.000 32 968 Kabupaten/Kecamatan .... 900 43.000 21 979 Kabupaten/Kecamatan *) *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. Interpretasi: Apabila AKB nasional = 26 pada tahun x, maka dengan AKB = 36 di kabupaten/kecamatan masih diatas rata-rata nasional atau perlu ditekan seperti melalui program-program imunisasi, pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program penerangan tentang gizi dan pemberian makanan sehat untuk ibu hamil dan anak. Contoh perhitungan seperti diatas supaya disajikan dalam bentuk tabel sekurang-kurangnya dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, untuk mengetahui perkembangan hasil penanggulangan/kebijakan yang telah dilaksanakan mengatasi tingginya AKB dalam suatu wilayah provinsi, kabupaten/kota.
- 35. - 35 - b.2. Angka usia harapan hidup Angka usia harapan hidup pada waktu lahir adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur. Angka harapan hidup pada suatu umur x adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Angka harapan hidup saat lahir adalah rata-rata tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu. Angka harapan hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Idealnya angka harapan hidup dihitung berdasarkan angka kematian menurut umur (Age Specific Death Rate/ASDR) yang datanya diperoleh dari catatan registrasi kematian secara bertahun-tahun sehingga dimungkinkan dibuat tabel kematian. Tetapi karena sistem registrasi penduduk di Indonesia belum berjalan dengan baik maka untuk menghitung angka harapan hidup digunakan dengan mengutip angka yang diterbitkan BPS. Contoh: Angka Harapan Hidup yang terhitung untuk suatu kabupaten/kota dari hasil sensus penduduk Tahun 1970 adalah 47,7 tahun. Artinya bayi-bayi yang dilahirkan menjelang Tahun 1971 (periode 19671969) akan dapat hidup sampai 47 atau 48 tahun. Tetapi bayi-bayi yang dilahirkan menjelang Tahun 1980 mempunyai usia harapan hidup lebih panjang yakni 52, 2 tahun, meningkat lagi menjadi 59,8 tahun untuk bayi yang dilahirkan menjelang Tahun 1990, dan bagi bayi yang dilahirkan Tahun 2000 usia harapan hidupnya mencapai 65,5 tahun. Peningkatan angka harapan hidup ini menunjukkan adanya peningkatan kehidupan dan kesejahteraan bangsa Indonesia selama tiga puluh tahun terakhir dari Tahun 1970an sampai Tahun 2000, berikut contoh dibawah ini: Angka Harapan Hidup Provinsi/Kabupaten/Kota .....*) Hasil Sensus Penduduk Tahun 1970 Tahun 1980 Tahun 1990 Tahun 2000 47,7 52,2 59,8 Tahun 2010 65,5 *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Apabila AHH dibawah angka rata-rata nasional maka diperlukan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan. b.3. Persentase balita gizi buruk Persentase balita gizi buruk adalah persentase balita dalam kondisi gizi buruk terhadap jumlah balita. Keadaan tubuh anak atau bayi dilihat dari berat badan menurut umur. Klasifikasi status gizi dibuat berdasarkan standar WHO. WHO (1999) mengelompokkan wilayah yaitu kecamatan untuk kabupaten/kota dan kabupaten/kota untuk provinsi berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok dari seluruh jumlah balita, yaitu : a. rendah = di bawah 10 % b. sedang = 10-19 % c. tinggi = 20-29 % d. sangat tinggi = 30 % Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk. Persentase balita gizi buruk dapat dihitung dengan rumus, sebagai berikut:
- 36. - 36 - c. Kemiskinan. c.1. Persentase penduduk diatas garis kemiskinan Persentase penduduk diatas garis kemiskinan dihitung dengan menggunakan formula (100 - angka kemiskinan). Angka kemiskinan adalah persentase penduduk yang masuk kategori miskin terhadap jumlah penduduk. Penduduk miskin dihitung berdasarkan garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah nilai rupiah pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan-kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan yang dibutuhkan oleh individu untuk hidup layak. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk: 1. 2. 3. Mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan; Membandingkan kemiskinan antar waktu, antar daerah; Menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki posisi mereka. Beberapa pengertian terkait dengan kemiskinan antara lain: 1. Kemiskinan relatif, ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencapai standar kehidupan yang ditetapkan masyarakat setempat sehingga proses penentuannya sangat subjektif. 2. Kemiskinan absolut, ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum. Untuk melihat penduduk miskin dunia, biasanya Bank Dunia menggunakan garis kemiskinan US $ 1 atau US $ 2 per hari. 3. Kemiskinan Struktural (contoh; kemiskinan karena lokasi yg terisolasi, misal orang mentawai, orang tengger dsb). Adalagi kemiskinan kultural (karena faktor adat) seperti suku badui di cibeo (Banten), suku kubu (Jambi), dayak dan sebagainya. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Head Count Index (HCI), yaitu persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Metode yang digunakan adalah menghitung garis kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan bukan-makanan (GKBM). Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional). Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (survei paket komoditi kebutuhan dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masingmasing komoditi pokok bukan makanan. Tabel.T-I.B.23 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi ......*) Garis Kemiskinan Rph/Kapita/bulan Daerah/Tahun Makanan Bukan Makanan Jumlah penduduk miskin (jiwa) Persentase penduduk miskin Total Perkotaan Perdesaan Kota + Desa *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. d. Kepemilikan tanah (Persentase Jumlah Penduduk Yang Memiliki Lahan) Persentase jumlah penduduk yang memiliki lahan adalah perbandingan jumlah penduduk yang memiliki lahan terhadap jumlah penduduk dikali 100.
- 37. - 37 - Selanjutnya perhitungan angka kepemilikan tanah dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel.T-I.B.24 Persentase Penduduk Memiliki Lahan Tahun ....sd….. Provinsi ...... (n-5) (n-4) Uraian Luas Tanah Jumlah penduduk Jumlah penduduk yang memiliki tanah Persentase penduduk memiliki tanah *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. (n-3) (n-2) (n-1)**) Sedangkan untuk Kabupaten/kota: Tabel.T-I.B.25 Kepemilikan Tanah Tahun .... Kabupaten/kota...... Kecamatan (1) Kecamatan... Kecamatan... Kecamatan... Kecamatan... e. Luas Tanah Jumlah penduduk Jumlah penduduk yang memiliki tanah (2) (3) (4) Persentase penduduk memiliki tanah (5=4/3) Kesempatan kerja (Rasio penduduk yang bekerja) Kesempatan kerja merupakan hubungan antara angkatan kerja dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja harus diimbangi dengan investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja. Dengan demikian, dapat menyerap pertambahan angkatan kerja. Dalam ilmu ekonomi, kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan yang menunjukkan tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing. Kesempatan Kerja (demand for labour) adalah suatu keadaan yang menggambarkan/ketersediaan pekerjaan (lapangan kerja untuk diisi oleh para pencari kerja). Dengan demikian kesempatan kerja dapat diartikan sebagai permintaan atas tenaga kerja. Sementara itu, angkatan kerja (labour force) menurut Soemitro Djojohadikusumo didefinisikan sebagai bagian dari jumlah penduduk yang mempunyai pekerjaan atau yang sedang mencari kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang produktif. Bisa juga disebut sumber daya manusia. Rasio penduduk yang bekerja adalah perbandingan jumlah penduduk yang bekerja terhadap jumlah angkatan kerja. Jika yang tersedia adalah angka pengangguran, maka angka yang digunakan adalah = (1 - angka pengangguran) Contoh menghitung rasio tersebut terlebih dahulu disusun data angkatan kerja yang bekerja dan yang mencari pekerjaan menurut kelompok umur berdasarkan hasil sensus terakhir ke dalam tabel sebagai berikut:
- 38. - 38 - Tabel.T-I.B.26 Rasio Penduduk yang Bekerja dengan Angkatan Kerja Golongan umur Angkatan Kerja Bekerja Mencari Pekerjaan Jumlah 15-19 5.000 1.500 6.500 20-24 11.000 1.700 12.700 25-29 13.000 8.000 21.000 30-34 12.000 3.100 15.100 35-39 11.000 1.600 12.600 40-44 10.000 9.400 19.400 45-49 8.000 6.300 14.300 50-54 6.000 4.300 10.300 55-59 4.000 3.100 7.100 60-64 3.000 2.600 5.600 65+ 5.000 4.100 9.100 Jumlah 88.000 45.700 133.700 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa 66% dari angkatan kerja yang ada memperoleh kesempatan kerja sedangkan 34%nya masih mencari kerja atau pengangguran (1-0,66=0,34). f. Kriminalitas (Angka kriminalitas yang tertangani) Keamanan, ketertiban dan penanggulangan kriminalitas merupakan salah satu prioritas untuk mewujudkan stabilitas penyelenggaraan pemerintahan terutama di daerah. Pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik apabila pemerintah dapat memberikan rasa aman kepada masyarakat, menjaga ketertiban dalam pergaulan masyarakat, serta menanggulangi kriminalitas sehingga kuantitas dan kualitas kriminalitas dapat diminimalisir. Angka kriminalitas yang tertangani adalah penanganan kriminal oleh aparat penegak hukum (polisi/kejaksaan). Angka kriminalitas yang ditangani merupakan jumlah tindak kriminal yang ditangani selama 1 tahun terhadap 10.000 penduduk. Tabel.T-I.B.27 Angka Kriminalitas Provinsi/Kabupaten/Kota .....*) Tahun .... Kasus Pembunuhan Penganiayaan Berat Penculikan Pencurian dengan Kekerasan Pencurian dengan Pemberatan Pencurian Ranmor Pencurian Kawat Telepon Pemerkosaan Pembakaran Senpi/Handak Pemerasan Penyelundupan Kejahatan Terhadap Kepala Negara Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Kejadian 5 8 4 2 7 15 12 2 5 9 15 5 0 89 Tertangani 4 6 2 2 6 13 10 1 4 8 14 4 0 74 Contoh diketahui jumlah penduduk kabupaten/kota sebesar 200.000 jiwa, maka angka kriminalitas yang tertangani :
- 39. - 39 - Catatan: Tabel tersebut diatas dapat disajikan dan dianalisis untuk data angka kriminalitas dalam kurun 5 tahun terakhir. 1.3. Seni Budaya dan olahraga Pembangunan bidang seni, budaya dan olahraga sangat terkait erat dengan kualitas hidup manusia dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan 2 (dua) sasaran pencapaian pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan yaitu (i) untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab serta (ii) mewujudkan bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera. Pencapaian pembangunan seni, budaya dan olahraga dapat dilihat berdasarkan indikator sebagai berikut: a. b. c. d. Jumlah grup kesenian adalah jumlah grup kesenian per 10.000 penduduk. Jumlah gedung kesenian adalah jumlah gedung kesenian per 10.000 penduduk. Jumlah klub olahraga adalah jumlah klub olahraga per 10.000 penduduk. Jumlah gedung olahraga adalah jumlah gedung olahraga per 10.000 penduduk. Selanjutnya penyajian pencapaian pembangunan seni, budaya dan olahraga dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Untuk Provinsi: Tabel.T-I.B.28 Perkembangan Seni, Budaya dan Olahraga Tahun .... s.d .... Provinsi .....*) NO Capaian Pembangunan (n-5) 1 (n-1)**) Jumlah klub olahraga per 10.000 penduduk. 4 (n-2) Jumlah gedung kesenian per 10.000 penduduk. 3 (n-3) Jumlah grup kesenian per 10.000 penduduk. 2 (n-4) Jumlah gedung olahraga per 10.000 penduduk. *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.29 Perkembangan Seni, Budaya dan Olahraga Tahun .... menurut kabupaten/kota/Provinsi .....*) No Kabupaten/kota 1 Kabupaten .... 2 Kabupaten ...... 3 Dst ..... 4 Kota .... 5 Dst ...... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Jumlah grup kesenian per 10.000 penduduk Jumlah gedung kesenian per 10.000 penduduk Jumlah klub olahraga per 10.000 penduduk Jumlah gedung olahraga per 10.000 penduduk
- 40. - 40 - 2. Aspek Pelayanan Umum 2.1. Fokus Layanan Urusan Wajib 2.1.1. Pendidikan 1.1.1.1. Pendidikan Dasar 2.1.1.1.1. Angka Partisipasi Sekolah (APS) APS merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Angka tersebut memperhitungkan adanya perubahan penduduk terutama usia muda. Ukuran yang banyak digunakan di sektor pendidikan seperti pertumbuhan jumlah murid lebih menunjukkan perubahan jumlah murid yang mampu ditampung di setiap jenjang sekolah. Sehingga, naiknya persentase jumlah murid tidak dapat diartikan sebagai semakin meningkatnya partisipasi sekolah. Kenaikan tersebut dapat pula dipengaruhi oleh semakin besarnya jumlah penduduk usia sekolah yang tidak diimbangi dengan ditambahnya infrastruktur sekolah serta peningkatan akses masuk sekolah sehingga partisipasi sekolah seharusnya tidak berubah atau malah semakin rendah. Di Indonesia, proporsi penduduk muda sendiri semakin menurun akibat semakin rendahnya angka fertilitas (lihat bagian fertilitas). Penurunan ini akan menyebabkan semakin menurunnya jumlah anak-anak yang masuk sekolah dasar. Bila ukuran seperti perubahan jumlah murid digunakan, bisa jadi ditemukan penurunan jumlah murid di sekolah dasar dengan interpretasi terjadi penurunan partisipasi sekolah. Namun, bila digunakan APS, maka akan ditemukan peningkatan partisipasi di tingkat SD yang disebabkan semakin rendahnya jumlah penduduk usia SD. APS adalah jumlah murid kelompok usia pendidikan dasar (7-12 tahun dan 13-15 tahun) yang masih menempuh pendidikan dasar per 1.000 jumlah penduduk usia pendidikan dasar. Cara menghitung APS sebagai berikut: dimana: h = a = t = = jenjang pendidikan kelompok usia tahun jumlah siswa kelompok usia a yang bersekolah di tingkat pendidikan h pada tahun t = jumlah penduduk kelompok usia a Jenjang pendidikan menurut kelompok usia sekolah : SD/MI = 7-12 tahun SMP/MTs = 13-15 tahun Sajikan data APS untuk 5 tahun terakhir, dirinci menurut kabupaten/kota untuk provinsi dan dirinci menurut kecamatan untuk daerah kabupaten/kota, dalam tabel sebagai berikut: Untuk Provinsi: Tabel.T-I.B.30 Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) Tahun .... s.d .... Provinsi .....*) NO 1 Jenjang Pendidikan SD/MI 1.1. jumlah murid usia 7-12 thn 1.2. jumlah penduduk kelompok usia 712 tahun 1.3. APS SD/MI 2 SMP/MTs 2.1. jumlah murid usia 13-15 thn (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**)
- 41. - 41 NO Jenjang Pendidikan 2.2. (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun 2.3. (n-5) APS SMP/MTs *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.31 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Tahun .... menurut kabupaten/kota Provinsi .....*) SD/MI NO Kabupaten/kota jumlah murid jumlah penduduk usia 7-12 th usia 7-12 thn 1 APS Kota .... 5 jumlah penduduk usia 13-15 th Dst ..... 4 jumlah murid usia 13-15 thn Kabupaten ...... 3 APS Kabupaten .... 2 SMP/MTs Dst ...... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Untuk kabupaten/kota: Tabel.T-I.B.32 Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) Tahun .... s.d .... Kabupaten/Kota .....*) NO 1 Jenjang Pendidikan (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) SD/MI 1.1. jumlah murid usia 7-12 thn 1.2. jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun 1.3. APS SD/MI 2 SMP/MTs 2.1. jumlah murid usia 13-15 thn 2.2. jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun 2.3. APS SMP/MTs *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.33 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Tahun .... menurut kecamatan Provinsi .....*) SD/MI NO SMP/MTs Kecamatan jumlah murid usia 7-12 thn 1 Kecamatan.... 2 Kecamatan.... 3 jumlah penduduk usia 7-12 th Dst ..... Jumlah Total *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Untuk menghitung APS menurut jenjang pendidikan: APS 7-12 APS 13-15 APS jumlah murid usia 1315 thn jumlah penduduk usia 13-15 th APS
- 42. - 42 Untuk menghitung APS usia pendidikan dasar:
- 43. - 43 - 2.1.1.1.2. Rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah Rasio ketersediaan sekolah adalah jumlah sekolah tingkat pendidikan dasar per 10.000 jumlah penduduk usia pendidikan dasar. Rasio ini mengindikasikan kemampuan untuk menampung semua penduduk usia pendidikan dasar. Untuk menghitung rasio ketersedian/penduduk usia sekolah dapat disusun tabel sebagai berikut: Untuk Provinsi: Tabel.T-I.B.34 Ketersediaan sekolah dan penduduk usia sekolah Tahun .... s.d .... Provinsi .....*) NO Jenjang Pendidikan 1 SD/MI 1.1. Jumlah gedung sekolah 1.2. jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun 1.3. Rasio 2 SMP/MTs 2.1. Jumlah gedung sekolah 2.2. jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun 2.3. Rasio *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) Tabel.T-I.B.35 Ketersediaan sekolah dan penduduk usia sekolah .... menurut Provinsi .....*) NO (1) Kabupaten/kota (2) 1 (6) jumlah penduduk usia 13-15 th (7) Rasio (8=6/7) Kota .... 5 (5=3/4) Jumlah gedung sekolah Dst ..... 4 (4) SMP/MTs Rasio Kabupaten ...... 3 (3) jumlah penduduk usia 7-12 th Kabupaten .... 2 SD/MI Jumlah gedung sekolah Dst ...... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Untuk kabupaten/kota: Tabel.T-I.B.36 Ketersediaan sekolah dan penduduk usia sekolah Tahun .... s.d .... Kabupaten/kota .....*) NO 1 1.1. 1.2. Jenjang Pendidikan SD/MI Jumlah gedung sekolah jumlah penduduk kelompok usia 712 tahun 1.3. Rasio 2 SMP/MTs 2.1. Jumlah gedung sekolah 2.2. jumlah penduduk kelompok usia 1315 tahun 2.3. Rasio *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**)
- 44. - 44 - Tabel.T-I.B.37 Ketersediaan sekolah dan penduduk usia sekolah menurut kecamatan Kabupaten/kota .....*) SD/MI SMP/MTs KECAMATAN (1) jumlah penduduk usia 7-12 th (3) NO Jumlah gedung sekolah (4) (2) Rasio Jumlah gedung sekolah jumlah penduduk usia 13-15 th Rasio (5=3/4) (6) (7) (8=6/7) 1 2 3 Kecamatan .... Kecamatan .... Dst ..... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Rumus menghitung rasio ketersediaan sekolah menurut jenjang pendidikan dasar: Rasio Ketersediaan sekolah SD/MI = Rasio Ketersediaan sekolah SMP/MTs = Rasio Ketersediaan sekolah pendidikan dasar: 2.1.1.1.3. Rasio guru/murid Rasio guru terhadap murid adalah jumlah guru tingkat pendidikan dasar per 1.000 jumlah murid pendidikan dasar. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan tenaga pengajar. Di samping itu juga untuk mengukur jumlah ideal murid untuk satu guru agar tercapai mutu pengajaran. Untuk menghitung rasio guru terhadap murid dapat disusun tabel sebagai berikut: Untuk Provinsi: Tabel.T-I.B.38 Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar Tahun .... s.d .... Provinsi .....*) NO Jenjang Pendidikan 1 SD/MI 1.1. Jumlah Guru 1.2. Jumlah Murid 1.3. Rasio 2 SMP/MTs 2.1. Jumlah Guru 2.2. Jumlah Murid 2.3. Rasio *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) Tabel.T-I.B.39 Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar menurut kabupaten/kota Provinsi .....*) SD/MI NO KABUPATEN/KOTA (1) (2) 1 2 3 4 5 Kabupaten .... Kabupaten ...... Dst ..... Kota .... Dst ...... Jumlah SMP/MTs Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio Jumlah Guru (3) (4) (5=3/4) (6) Jumlah Murid Rasio (7) (8=6/7)
- 45. - 45 *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Untuk kabupaten/kota: Tabel.T-I.B.40 Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar Tahun .... s.d .... Kabupaten/Kota.....*) (n-5) NO Jenjang Pendidikan 1 SD/MI 1.1. Jumlah Guru 1.2. Jumlah Murid 1.3. Rasio 2 SMP/MTs 2.1. Jumlah Guru 2.2. Jumlah Murid 2.3. Rasio *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) Tabel.T-I.B.41 Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar menurut Kecamatan Kabupaten/Kota.....*) NO KECAMATAN (1) SD/MI (2) SMP/MTs Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio (3) (4) (5=3/4) (6) (7) (8=6/7) 1 2 3 Kecamatan .... Kecamatan .... Dst ..... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Rumus menghitung rasio guru dan murid menurut jenjang pendidikan: Rasio guru dan murid SD/MI Rasio guru dan murid SMP/MTs = = Rasio Guru dan Murid pendidikan dasar = 2.1.1.1.4. Rasio guru/murid per kelas rata-rata 1.1.1.2. Pendidikan Menengah 1.1.1.2.1. Angka Partisipasi Sekolah (APS) APS adalah jumlah murid kelompok usia pendidikan menengah (16-19 tahun) yang masih menempuh pendidikan menengah per 1.000 jumlah penduduk usia pendidikan menengah. Sajikan data APS usia pendidikan menengah untuk 5 tahun terakhir, dirinci menurut kabupaten/kota untuk provinsi dan dirinci menurut kecamatan untuk daerah kabupaten/kota, seperti pada penjelasan 2.1.1.1.1 APS untuk pendidikan dasar. Kemudian hitung APS jenjang pendidikan menengah dengan menggunakan rumus sebagai berikut: APS 16-19 1.1.1.2.2. Rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk usia sekolah
- 46. - 46 Rasio ketersediaan sekolah adalah jumlah sekolah tingkat pendidikan menengah per 10.000 jumlah penduduk usia pendidikan menengah. Rasio ini mengindikasikan kemampuan untuk menampung semua penduduk usia pendidikan menengah. Sajikan Rasio ketersediaan sekolah terhadap pendidikan menengah untuk 5 tahun terakhir, dirinci menurut kabupaten/kota untuk provinsi dan dirinci menurut kecamatan untuk daerah kabupaten/kota, seperti pada penjelasan 3.1.1.2.1 Rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah pendidikan menengah. Kemudian hitung rasio ketersediaan sekolah menurut jenjang pendidikan menengah dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Rasio Ketersediaan sekolah SMA/MA/SMK = 1.1.1.2.3. Rasio guru terhadap murid Rasio guru terhadap murid adalah jumlah guru tingkat pendidikan menengah per 1.000 jumlah murid pendidikan menengah. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan tenaga pengajar. Di samping itu juga untuk mengukur jumlah ideal murid untuk satu guru agar tercapai mutu pengajaran. Sajikan rasio guru terhadap murid pendidikan menengah untuk 5 tahun terakhir, dirinci menurut kabupaten/kota untuk provinsi dan dirinci menurut kecamatan untuk daerah kabupaten/kota. Kemudian hitung rasio guru terhadap murid pendidikan menengah dengan menggunakan rumus sebagai berikut: = 1.1.1.2.4. Rasio guru terhadap murid per kelas rata-rata Rasio guru terhadap murid per kelas rata-rata adalah jumlah guru pendidikan menengah per kelas per 1.000 jumlah murid pendidikan menengah. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan tenaga pengajar per kelas. Di samping itu juga untuk mengukur jumlah ideal guru per kelas terhadap jumlah murid agar tercapai mutu pengajaran. 2.1.2. 1.1.2.1. Kesehatan Rasio pos pelayanan terpadu (posyandu) per satuan balita Pengertian Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga berencana yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Tujuan penyelenggaraan Posyandu: 1. Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu ( ibu Hamil, melahirkan dan nifas). 2. Membudayakan NKKBS. 3. Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan KB serta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat sejahtera. 4. Berfungsi sebagai Wahana Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera, Gerakan Ketahanan Keluarga dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera. Pemeliharaan dan perawatan kesejahteraan ibu dan anak-anak sejak usia dini, merupakan suatu strategi dalam upaya pemenuhan pelayanan dasar yang meliputi peningkatan derajat kesehatan dan gizi yang baik, lingkungan yang sehat dan aman, pengembangan psikososial/emosi, kemampuan berbahasa dan pengembangan kemampuan kognitif (daya pikir dan daya cipta) serta perlindungan anak. Pengalaman empirik dibeberapa tempat menunjukan, bahwa strategi pelayanan kesehatan dasar masyarakat dengan fokus pada ibu dan anak seperti itu, dapat dilakukan pada Posyandu.
- 47. - 47 Karena Posyandu merupakan wadah peranserta masyarakat untuk menyampaikan dan memperoleh pelayanan kesehatan dasarnya, maka diharapkan pula strategi operasional pemeliharaan dan perawatan kesejahteraan ibu dan anak secara dini, dapat dilakukan di setiap posyandu. Terkait dengan hal tersebut diatas perlu dilakukan analisis rasio posyandu terhadap jumlah balita dalam upaya peningkatan fasilitasi pelayanan pemenuhan kebutuhan tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan, dan agar status gizi maupun derajat kesehatan ibu dan anak dapat dipertahankan dan atau ditingkatkan. Pembentukan Posyandu sebaiknya tidak terlalu dekat dengan Puskesmas agar pendekatan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat lebih tercapai dan idealnya satu Posyandu melayani 100 balita. Oleh karena itu perlu dihitung rasio ketersediaan posyandu per balita. Kegunaannya untuk mengetahui berapa selayaknya jumlah posyandu yang efektif tersedia sesuai dengan tingkat penyebarannya serta sebagai dasar untuk merevitalisasi fungsi dan peranannya dalam pembangunan daerah. Untuk menghitung rasio posyandu per satuan balita dapat disusun tabel sebagai berikut: Untuk Provinsi: Tabel.T-I.B.42 Jumlah Posyandu dan Balita Tahun .... s.d .... Provinsi .....*) (n-5) NO Uraian 1. Jumlah posyandu 2. Jumlah balita 3. Rasio *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) Tabel.T-I.B.43 Jumlah Posyandu dan Balita Menurut Kabupaten/Kota Tahun .... Provinsi .....*) NO Kabupaten/kota Jumlah posyandu Jumlah balita Rasio (1) (2) (3) (4) (5=4/3) 1 2 3 4 Kabupaten .... Dst ..... Kota .... Dst ...... Jumlah *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Untuk kabupaten/kota: Tabel.T-I.B.44 Jumlah Posyandu dan Balita Tahun .... s.d .... Kabupaten/Kota.....*) NO Uraian 1. (n-3) (n-2) (n-1)**) Jumlah balita 3. (n-4) Jumlah posyandu 2. (n-5) Rasio *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.45 Jumlah Posyandu dan Balita Menurut Kecamatan Tahun .... Kabupaten/Kota.....*) NO Kecamatan Jumlah posyandu Jumlah balita Rasio (1) (2) (3) (4) (5=4/3) 1 Kecamatan ....
- 48. - 48 2 Kecamatan .... 3 Dst ..... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. 1.1.2.2. Rasio Puskesmas, Poliklinik dan Puskesmas Pembantu (Pustu) Tabel.T-I.B.46 Jumlah Puskesmas, Poliklinik dan Pustu Menurut Kabupaten/Kota Tahun .... Provinsi .....*) NO Kabupaten/kota Jumlah Penduduk (1) (2) (3) 1 Dst ..... 4 Kota .... 5 Pustu Kabupaten .. 3 Poliklinik Kabupaten .. 2 Puskesmas Dst ...... Jumlah Rasio Jumlah Rasio Jumlah Rasio (4) (5=4/3) (6) (7=6/3) (8) (9=8/3) Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Untuk kabupaten/kota: Tabel.T-I.B.47 Jumlah Puskesmas, Poliklinik dan Pustu Tahun .... s.d .... Kabupaten/Kota.....*) NO 1. Uraian (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) Jumlah Puskesmas 2. Jumlah Poliklinik 3. Jumlah Pustu 4. Jumlah Penduduk 5. Rasio Puskesmas persatuan penduduk 6. Rasio Poliklinik persatuan penduduk 7. Rasio Pustu persatuan penduduk *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.48 Jumlah Puskesmas, Poliklinik dan Pustu Menurut Kecamatan Tahun .... Kabupaten/Kota .....*) NO Kecamatan Jumlah Penduduk (1) (2) (3) 1 Pustu Jumlah Rasio Jumlah Rasio Jumlah Rasio (4) (5=4/3) (6) (7=6/3) (8) (9=8/3) Kecamatan...... 3 Poliklinik Kecamatan...... 2 Puskesmas Dst ...... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. 1.1.2.3. Rasio Rumah Sakit per satuan penduduk Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kesehatan, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Untuk menghitung rasio rumah sakit per satuan penduduk dapat disusun tabel sebagai berikut:
- 49. - 49 - Untuk Provinsi: Tabel.T-I.B.49 Jumlah dan Rasio Rumah Sakit Per jumlah Penduduk Tahun .... s.d .... Provinsi .....*) NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Uraian Jumlah Rumah Sakit Umum (Pemerintah) Jumlah Rumah Sakit Jiwa/Paru dan penyakit khusus lainnya milik pemerintah Jumlah Rumah Sakit AD/AU/ AL/POLRI Jumlah Rumah Sakit Daerah Jumlah seluruh Rumah Sakit Jumlah Penduduk Rasio (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) Total *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.50 Jumlah Rumah Sakit Menurut Kabupaten/Kota Tahun .... Provinsi .....*) NO Jumlah Penduduk Kabupaten/kota Jmlh 1 2 3 4 5 Rumah Sakit Jiwa/Paru dan penyakit khusus lainnya milik pemerintah Rumah Sakit Umum (Pemerintah) Rasio Jmlh Rumah Sakit Daerah Rumah Sakit Swasta Jmlh Rasio Rumah Sakit AD/AU/ AL/POLRI Jmlh Jmlh Rasio Rasio Rasio Jmlh Rasio Kabupaten ...... Kabupaten ...... Dst ..... Kota .... Dst ...... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Untuk kabupaten/kota: Tabel.T-I.B.51 Jumlah dan Rasio Rumah Sakit Per jumlah Penduduk Tahun .... s.d .... Kabupaten/Kota .....*) NO Uraian (n-5) 1. Jumlah Rumah Sakit Daerah 5. Jumlah seluruh Rumah Sakit 6. Jumlah Penduduk 7. (n-1)**) Jumlah Rumah Sakit AD/AU/ AL/POLRI 4. (n-2) Jumlah Rumah Sakit Jiwa/Paru dan penyakit khusus lainnya milik pemerintah 3. (n-3) Jumlah Rumah Sakit Umum (Pemerintah) 2. (n-4) Rasio *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.52 Jumlah Rumah Sakit menurut Kecamatan tahun .... Kabupaten/Kota.....*) NO Kecamatan Jumlah Penduduk Rumah Sakit Umum (Pemerintah) Jmlh 1 2 Kecamatan...... Kecamatan...... Rasio RS Jiwa/Paru dan penyakit khusus lainnya milik pemerintah Jmlh Rasio Rumah Sakit AD/AU/ AL/POLRI Rumah Sakit Daerah Rumah Sakit Swasta Jmlh Jmlh Jmlh Rasio Rasio Rasio Total Jmlh Rasio
- 50. - 50 3 Dst ..... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Rasio rumah sakit per satuan penduduk adalah jumlah rumah sakit per 10.000 penduduk. Rasio ini mengukur ketersediaan fasilitas rumah sakit berdasarkan jumlah penduduk, dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 1.1.2.4. Rasio dokter per satuan penduduk Indikator rasio dokter per jumlah penduduk menunjukkan tingkat pelayanan yang dapat diberikan oleh dokter dibandingkan jumlah penduduk yang ada. Apabila dikaitkan dengan standar sistem pelayanan kesehatan terpadu, idealnya satu orang dokter melayani 2.500 penduduk. Jumlah dokter dan dokter spesialis di Indonesia belum memenuhi kebutuhan sesuai rasio jumlah penduduk Indonesia. Selain itu distribusi dokter dan dokter spesialis tidak merata serta kualitasnya masih perlu ditingkatkan. Untuk menghitung rasio dokter per satuan penduduk dapat disusun tabel sebagai berikut: Untuk Provinsi: Tabel.T-I.B.53 Jumlah Dokter Tahun .... s.d .... Provinsi .....*) (n-5) NO Uraian 1 Jumlah Dokter 2 Jumlah Penduduk 3 Rasio *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) Tabel.T-I.B.54 Jumlah Dokter Menurut Kabupaten/Kota Tahun ..... Provinsi .....*) NO Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Jumlah Dokter Rasio (1) (2) (3) (4) (5=4/3) 1 2 3 4 Kabupaten .... Dst ..... Kota .... Dst ...... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Untuk kabupaten/kota: Tabel.T-I.B.55 Jumlah Dokter Tahun .... s.d .... Kabupaten/Kota.....*) (n-5) NO Uraian 1 Jumlah Dokter 2 Jumlah Penduduk 3 Rasio *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) Tabel.T-I.B.56 Jumlah Dokter Menurut Kecamatan Tahun ..... Kabupaten/Kota .....*) NO Kecamatan Jumlah Penduduk Jumlah Dokter Rasio (1) (2) (3) (4) (5=4/3) 1 Kecamatan .... 2 Kecamatan .... 3 Dst ..... Jumlah
- 51. - 51 *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. 1.1.2.5. Rasio tenaga medis per satuan penduduk Rasio Tenaga Medis per jumlah penduduk menunjukkan seberapa besar ketersediaan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada penduduk. Untuk menghitung rasio tenaga medis persatuan penduduk dapat disusun tabel sebagai berikut: Untuk Provinsi: Tabel.T-I.B.57 Jumlah Tenaga Medis Tahun .... s.d .... Provinsi .....*) (n-5) NO Uraian 1 Jumlah Tenaga Medis 2 Jumlah Penduduk 3 Rasio *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) Tabel.T-I.B.58 Jumlah Tenaga Medis Menurut Kabupaten/Kota Tahun ..... Provinsi .....*) NO Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Jumlah Tenaga Medis Rasio (1) (2) (3) (4) (5=4/3) 1 Kabupaten .... 2 Kabupaten ...... 3 Dst ..... 4 Kota .... 5 Dst ...... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Untuk kabupaten/kota: Tabel.T-I.B.59 Jumlah Tenaga Medis Tahun .... s.d .... Kabupaten/Kota.....*) NO Uraian 1 2 Jumlah Tenaga Medis (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) Jumlah Penduduk 3 Rasio *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.60 Jumlah Tenaga Medis Menurut Kecamatan Tahun ..... Kabupaten/Kota .....*) NO Kecamatan Jumlah Penduduk Jumlah Tenaga Medis Rasio (1) (2) (3) (4) (5=4/3) 1 Kecamatan .... 2 Kecamatan .... 3 Dst ..... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. 2.1.3. 1.1.3.1. Lingkungan Hidup Persentase penanganan sampah Untuk menghitung persentase penanganan sampah dapat disusun tabel sebagai berikut:
- 52. - 52 - Untuk Provinsi: Tabel.T-I.B.61 Jumlah Volume Sampah dan Produksi Sampah Tahun .... s.d .... Provinsi .....*) NO 1. Uraian (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) Jumlah sampah yang ditangani 2. Jumlah volume produksi sampah 3. Persentase *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.62 Jumlah Volume Sampah dan Produksi Sampah Menurut Kabupaten/Kota Tahun .... Provinsi .....*) NO Kabupaten/Kota Jumlah sampah yang ditangani Jumlah volume produksi sampah Persentase (1) (2) (3) (4) (5=4/3) 1 Kabupaten .... 2 Kabupaten ...... 3 Dst ..... 4 Kota .... 5 Dst ...... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Untuk Kabupaten: Tabel.T-I.B.63 Jumlah Volume Sampah dan Produksi Sampah Tahun .... s.d .... Kabupaten/Kota .....*) NO 1. 2. Uraian (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) Jumlah sampah yang ditangani Jumlah volume produksi sampah 3. Persentase *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.64 Jumlah Volume Sampah dan Produksi Sampah Menurut Kecamatan Tahun .... Kabupaten/Kota.....*) NO Kecamatan Jumlah sampah yang ditangani Jumlah volume produksi sampah Persentase (1) (2) (3) (4) (5=4/3) 1 Kecamatan .... 2 Kecamatan .... 3 Dst ..... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. 1.1.3.2. Persentase penduduk berakses air minum Syarat-syarat air minum menurut Kementerian Kesehatan adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Walaupun air dari sumber alam dapat diminum oleh manusia, terdapat resiko bahwa air ini telah tercemar oleh bakteri (misalnya Escherichia coli) atau zat-zat berbahaya. Walaupun bakteri dapat dibunuh dengan memasak air hingga 100 °C, banyak zat berbahaya, terutama logam, tidak dapat dihilangkan dengan cara ini.
- 53. - 53 Untuk menghitung persentase penduduk berakses air bersih dapat disusun tabel sebagai berikut: Untuk Provinsi: Tabel.T-I.B.65 Proporsi Jumlah Penduduk yang Mendapatkan Akses Air Minum dan Jumlah Penduduk Tahun .... s.d .... Provinsi .....*) NO 1. (n-5) Uraian Jumlah penduduk yang mendapatkan akses air minum 2. Jumlah penduduk 3. Persentase penduduk berakses air bersih *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) Tabel.T-I.B.66 Proporsi Jumlah Penduduk yang Mendapatkan Akses Air Minum dan Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Tahun .... Provinsi .....*) NO Kabupaten/kota Jumlah penduduk Jumlah penduduk yang mendapatkan akses air minum Persentase (1) (2) (3) (4) (5=4/3) 1 Kabupaten .... 2 Kabupaten ...... 3 Dst ..... 4 Kota .... 5 Dst ...... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Untuk kabupaten/kota: Tabel.T-I.B.67 Proporsi Jumlah Penduduk yang Mendapatkan Akses Air Minum dan Jumlah Penduduk Tahun .... s.d .... Kabupaten/Kota .....*) NO Uraian (n-5) 1. (n-3) (n-2) (n-1)**) Jumlah penduduk yang mendapatkan akses air minum 2. (n-4) Jumlah penduduk 3. Persentase penduduk berakses air bersih *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Tabel.T-I.B.68 Proporsi Jumlah Penduduk yang Mendapatkan Akses Air Minum dan Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Tahun .... Kabupaten/Kota.....*) NO Kecamatan Jumlah Penduduk (1) (2) (3) 1 2 3 Kecamatan .... Kecamatan ...... Dst ..... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Jumlah Penduduk yang mendapatkan akses air minum (4) Persentase (5=4/3)
- 54. - 54 Persentase penduduk berakses air bersih adalah proporsi jumlah penduduk yang mendapatkan akses air minum terhadap jumlah penduduk secara keseluruhan. Yang dimaksud akses air bersih meliputi air minum yang berasal dari air mineral, air leding/PAM, pompa air, sumur, atau mata air yang terlindung dalam jumlah yang cukup sesuai standar kebutuhan minimal, dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 1.1.3.3. Persentase luas permukiman yang tertata Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan . Untuk menghitung persentase luas permukiman yang tertata dapat disusun tabel sebagai berikut: Untuk Provinsi: Tabel.T-I.B.69 Persentase Luas Permukiman yang Tertata Tahun .... s.d .... Provinsi .....*) NO 1. 2. (n-5) Uraian luas area permukiman tertata luas area permukiman keseluruhan Persentase Luas Permukiman yang 3. Tertata *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**) Tabel.T-I.B.70 Persentase Luas Permukiman yang Tertata Menurut Kabupaten/Kota Tahun .... Provinsi .....*) NO Kabupaten/Kota Luas Area Permukiman Keseluruhan Luas Area Permukiman Tertata Persentase (1) (2) (3) (4) (5=4/3) 1 Kabupaten .... 2 Kabupaten ...... 3 Dst ..... 4 Kota .... 5 Dst ...... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Untuk kabupaten/kota: Tabel.T-I.B.71 Persentase Luas Permukiman yang Tertata Tahun .... s.d .... Kabupaten/Kota .....*) NO Uraian 1. luas area permukiman tertata 2. luas area permukiman keseluruhan 3. Persentase Luas Permukiman yang Tertata *) Diisi sesuai dengan nama daerah berkenaan. **) Diisi sesuai dengan ketersediaan data. (n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)**)
- 55. - 55 - Tabel.T-I.B.72 Persentase Luas Permukiman yang Tertata Menurut Kecamatan Tahun .... Kabupaten/Kota .....*) NO Kecamatan Luas Area Permukiman Keseluruhan Luas Area Permukiman Tertata Persentase (1) (2) (3) (4) (5=4/3) 1 2 3 Kecamatan .... Kecamatan .... Dst ...... Jumlah *) Diisi sesuai nama daerah berkenaan. Persentase Luas Permukiman yang Tertata adalah proporsi luas area permukiman yang sesuai dengan peruntukan berdasarkan rencana tata ruang satuan permukiman terhadap luas area permukiman keseluruhan, dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 2.1.4. 1.1.4.1. Sarana dan Prasarana Umum Proporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik Kinerja jaringan jalan sebagai hasil dari manajemen pengelolaan didasarkan kepada beberapa indikator makro yaitu : 1.1.4.1.1. Kinerja jaringan jalan berdasarkan kemantapan Kinerja jaringan jalan berdasarkan aspek kemantapan adalah merupakan kinerja gabungan dari aspek kondisi dan aspek pemanfaatan/kapasitas. Kinerja jaringan jalan dinyatakan sebagai Mantap Sempurna, Mantap Marginal dan Tidak Mantap, dimana hal tersebut lebih merupakan definisi secara kualitatif. Untuk keperluan teknis operasional diperlukan suatu definisi atau batasan/kriteria teknis (“engineering criteria”) yang lebih jelas dan bersifat kuantitatif. Kinerja jaringan jalan berdasarkan kemantapan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu : a. Mantap Sempurna, adalah semua ruas jalan dengan kondisi sedang sampai baik dan lebarnya memenuhi ketentuan lebar minimum perkerasan (berdasarkan LHR yang ada), atau semua ruas jalan yang mantap baik dari aspek kondisi maupun aspek pemanfaatan/kapasitas. b. Mantap Marginal, adalah semua ruas jalan dengan kondisi sedang sampai baik tetapi lebarnya kurang dari ketentuan berdasarkan jumlah LHR yang ada, atau sebaliknya yaitu jalan dengan lebar yang cukup tetapi kondisi rusak sampai rusak berat. Dapat dikatakan juga sebagai semua ruas jalan yang mantap dari aspek kondisi tetapi tidak mantap dari aspek pemanfaatan/kapasitas atau sebaliknya. c. Tidak Mantap, adalah semua ruas jalan baik secara kondisi maupun kapasitas tidak mantap. 1.1.4.1.2. Kinerja jaringan jalan berdasarkan kondisi Kinerja jaringan berdasarkan kondisi dengan terminologi baik, sedang, sedang rusak, rusak dan rusak berat. Terminologi ini didasarkan pada besarnya persentase tingkat kerusakan dengan penjelasan sebagai berikut: a. Kondisi Baik (B) adalah semua ruas jalan dimana permukaan perkerasan, bahu jalan dan saluran samping dalam kondisi baik menurut kriteria teknis (tingkat kerusakan ≤ 6%), sehingga arus lalu - lintas dapat berjalan lancar sesuai dengan kecepatan disain dan tidak ada hambatan yang disebabkan oleh kondisi jalan. b. Kondisi Sedang (S) adalah semua ruas jalan dimana permukaan perkerasan, bahu jalan dan saluran samping dalam kondisi sedang menurut kriteria teknis (tingkat kerusakan 6 s/d 10 %). Kerusakan yang ada belum (atau sedikit saja) menimbulkan gangguan terhadap kelancaran arus pergerakan lalu – lintas. c. Kondisi Sedang Rusak (SR) adalah semua ruas jalan dimana permukaan perkerasan, bahu jalan dan saluran samping dalam kondisi sedang menuju rusak menurut kriteria teknis (tingkat
Gallery Permendagri 54 Tahun 2010
Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 Acuan Penyusunan Perubahan
Materi Bimtek Keuangan Daerah Terbaru Tahun 2019
Formulir Vii I 5 Permendagri No 54 Tahun 2010 Pdf Free
Aspek Penganggaran Daerah Dan Permendagri 54 Tahun 2010
Permendagri Nomor 54 Tahun 2010
Matriks Perpres No 54 Tahun 2010 Dan Keppres No 80 Tahun
Surat Edaran Mendagri Tentang Sosialisasi Permendagri Nomor
Bab I Inspektorat Daerah Kota Batam
Kerangka Umum Perubahan Rpjmd Provinsi Kalimantan Utara
Kemana Arah Kelembagaan Pengadaan Pusat Pengkajian
Renstra Dalam Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Ppt
Proshiding Permendagri No 54 Tahun 2010 By Indie Flipsnack
Sekelumit Rpjmd Menurut Permendagri 54 Tahun 2010 Ppt
Proshiding Permendagri No 54 Tahun 2010 By Indie Flipsnack
Perencanaan Kegiatan Opd Tak Boleh Asal Bunyi Pemerintah
Permendagri 54 2010 Pelaksanaan Pp 8 2008 Documents
Permendagri No 54 Tahun 2015 Ttg Rencana Strategis
Ppt L K Pp Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa
Pdf Penyesuaian Bentuk Hukum Bumd Pasca Pemberlakuan Pp
0 Response to "Permendagri 54 Tahun 2010"
Post a Comment