Konservasi Tanah Dan Air



Agroforestri Sebagai Awal Pemulihan Hulu Das Citarum

LAPORAN KONSERVASI TANAH DAN AIR

LAPORAN PRAKTIKUM

KONSERVASI TANAH DAN AIR

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2011

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kepada Allah SWT, karena atas berkah dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan praktikum Konservasi Tanah dan Air ini tepat pada waktunya. Laporan praktikum Konservasi Tanah dan Air ini berisi tentang tentang kegiatan praktikum kami yang dilakukan di Kuro Tidur. Laporan praktikum ini berisi tentang pengamatan bentuk-bentuk erosi, pengamatan faktor-faktor erosi, tindakan konservasi tanah dan air serta pengukuran kelerengan dan beda tinggi.

Terima kasih tidak lupa juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing praktikum Konservasi Tanah dan Air yaitu bapak Busri Saleh dan bapak Bandi Hermawan yang telah memberikan bimbingan dari sebelum pergi ke lokasi praktikum sampai kegiatan praktikum ini berhasil diselesaikan. Dan kata terima kasih tidak lupa juga saya ucapkan kepada co-ass praktikum Konservasi Tanah dan Air yang telah membimbing dan mengawasi kami dalam melakukan setiap kegiatan di lapangan.

Kami berharap laporan praktikum Konservasi Tanah dan Air yang kami tulis dapat digunakan dengan baik di masa yang akan datang, dapat dibaca oleh teman-teman yang berkenan membcanya dan dapat diterapkan ilmunya dalam kehidupan. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kemajuan dalam pembuatan lapran praktikum selanjutnya. Karena kami sangat menyadari bahwa laporan praktikum Konservasi Tanah dan Air ini jauh dari sempurna dan masih ada kekurangan dalam proses pembuatannya.

Bengkulu, 27 Oktober 2011

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                               i

DAFTAR ISI                                                                                                              ii

BAB I. PENDAHULUAN

            1.1       Latar Belakang                                                                                   

            1.2       Tujuan Praktikum

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA                                          BAB III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1              Bahan dan Alat

3.2              Cara Kerja

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENGAMATAN BENTUK-BENTUK EROSI

4.1              Hasil

4.2              Pembahasan

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENGAMATAN FAKTOR-FAKTOR EROSI

5.1       Hasil

5.2       Pembahasan

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN TINDAKAN KONSERVASI TANAH DAN AIR

            6.1       Hasil

            6.2       Pembahasan

BAB VII. HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUKURAN KELERENGAN DANBEADA TINGGI

            6.1       Hasil

            6.2       Pembahasan

BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1              Kesimpulan

5.2              Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya. (wikipedia.com , 2011)

Dalam peristiwa ini tanah terkikis dan terangkut dari suatu tempat yang lebih tinggi dan diendapkan di tempat lain yang lebih rendah. Di daerah beriklim basah seperti Indonesia, erosi air lebih dominan dari pada erosi angin.  ( Saleh, 2011)

Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi / pembangunan yang tidak tertata dengan baik dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan erosi, karena struktur akar tanaman hutan yang kuat mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman pertanian yang lebih lemah. Bagaimanapun, praktik tata guna lahan yang maju dapat membatasi erosi, menggunakan teknik semisal terrace-building, praktik konservasi ladang dan penanaman pohon. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. Sedimen yang mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi daripada pasir atau silt. Dampak sodium dalam atmosfir terhadap erodibilitas lempung juga sebaiknya diperhatikan (wikipedia.com , 2011)

Dengan adanya erosi tanah, maka lapisan tanah atas yang subur akan rusak dan menjadikan lingkungan alam lainnya akan rusak. Adapun sebab-sebab erosi tanah karena beberapa hal berikut : (Achnar, 2006)

·         Tanah gungul atau tidak ada tanamannya.

·         Tanah miring tidak dibuat teras-teras dan guludan sebagai penyangga air dan tanah yang larut.

·         Tanah tidak diberi tanggul pasangan pasangan sebagai penahan erosi.

·         Tanah di kawasan hutan rusak karena pohon-pohon ditebang secara liar sehingga hutan menjasi gundul.

·         Permukaan tanah yang berlumpur digunakan untuk penggembalaan liar sehingga tanah atas semakin rusak

·         Lapisan tanah atas merupakan bagian optimum bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan.

Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak. Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh manusia. (wikipedia.com , 2011)

Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan. lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah menyerap air hujan. Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat (kadang disertai angin ribut) saja yang akan mengakibatkan limpasan di permukaan tanah dalam hutan. bila Pepohonan dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan, derajat peresapan air menjadi tinggi dan erosi menjadi rendah. kebakaran yang parah dapat menyebabkan peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti denga hujan lebat. dalam hal kegiatan konstruksi atau pembangunan jalan, ketika lapisan sampah / humus dihilangkan atau dipadatkan, derajad kerentanan tanah terhadap erosi meningkat tinggi. (wikipedia.com , 2011)

Menurut Hudson (1991) macam-macam erosi dibedakan menjadi 2, yaitu:

  • Erosi alami atau erosi geologi (Geologycal erosion), yaitu erosi yang berlangsung secara alamiah, pada keadaan ini tidak dikhawatirkan oleh proses erosi, karena masih merupakan proses keseimbangan alam, artinya kecepatan kehilangan tanah masih sama atau lebih kecil dari proses pembentukan tanah. Proses erosi ini terjadi karena adanya pelapukan terhadap suatu batuan. Pemecahan agregat-agregat tanah atau bongkah-bongkah tanah ke dalam partikel-partikel tanah yaitu butiran-butiran tanah yang kecil, sebagai akibat dari faktor eksternal seperti panas dan dingin. Kemudian partikel-partikel tersebut dipindahkan melalui penghanyutan ataupun karena kekuatan angin (transportasi), setelah itu terjadi proses pengendapan atau sedimentasi pada daerah-daerah datar seperti di dasar-dasar sungai atau lembah. Pada erosi jenis ini kesuburan tanah masih terjaga, belum mengalami degradasi yang berarti.
  • Erosi dipercepat (Accelerated erosion), yaitu proses erosi yang dipercepat akibat tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan yang salah dalam pengelolaan tanah pada pelaksanaan pertanian. Dari pengertian ini diketahui bahwa aktivitas manusia sangat membantu dalam mempercepat terjadinya proses erosi. Erosi yang dipercepat ini banyak menimbulkan bencana dan kerugian seperti banjir, kekeringan, ataupun turunnya produktivitas tanah. Hal ini dikarenakan bagian tanah yang terhanyutkan atau terpindahkan jauh lebih besar dibanding dengan pembentukan tanah.

Erosi ada beberapa macam menurut proses terjadinya yaitu: (Stephens, 2000)

Batuan atau sedimen yang bergerak terhadap kemiringannya merupakan proses erosi yang disebabkan oleh gaya berat massa. Ketika massa bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah maka terjadilah apa yang disebut dengan pembuangan massas. Dalam proses terjadinya erosi, pembuangan massa memiliki peranan penting karena arus air dapat memindahkan material ke tempat-tempat yang jauh lebih rendah. Proses pembungan massa terjadi terus menerus baik secara perlahan maupun secara tiba-tiba sehingga dapat menimbulkan becana tanah longsor.

Hembusan angin kencang yang terus menerus di daerah yang tandus dapat memindahkan partikel-partikel halus batuan di daerah tersebut membentuk suatu formasi, misalnya bukit-bukit pasir di gurun atau pantai. Efek lain dari angin merupakan jika partikel keras yang terbawa dan bertumbukan dengan benda padat lainnya sehingga menimbulkan erosi yang disebut dengan abrasi.

Jika tingkat curah hujan berlebihan sedemikian rupa sehingga tanah tidak dapat menyerap air hujan maka terjadilah genangan air yang mengalir kencang. Aliran air ini sering menyebabkan terjadinya erosi yang parah karena dapat mengikis lapisan permukaan tanah yang dilewatinya, terutama pada tanah yang gundul. Pada dasarnya air merupakan faktor utama penyebab erosi seperti aliran sungai yang deras. Makin cepat air yang mengalir makin cepat benda yang dapat terkikis. Air sungai dapat mengikis tepi sungai dengan tiga cara: pertama gaya hidrolik yang dapat memindahkan lapisan sedimen, kedua air dapat mengikis sedimen dengan menghilangkan dan melarutkan ion dan yang ketiga pertikel dalam air membentur batuan dasar dan mengikisnya. Air juga dapat mengikis pada tiga tempat yaitu sisi sungai, dasar sungai dan lereng atas sungai.

Erosi ini terjadi akibat perpindahan partikel-partikel batuan karena aliran es yang terjadi di pinggiran sungai. Sebenarnya es yang bergerak lebih besar tenaganya dibandingkan dengan air. Misalnya gletser yang terjadi di daerah dingin dimana air masuk ke pori-pori batuan dan kemudian air membeku menjadi es pada malam hari sehingga batuan menjadi retak dan pecah, karena sifat es yang mengembang dalam pori-pori.

Ada empat faktor utama yang mempengaruhi laju erosi yang dapat ditoleransi tanpa kehilangan produktivitas tanah secara permanen. Keempat faktor tersebut adalah kedalaman tanah, tipe bahan induk, produktivitas relatif dari topsoil dan subsoil, dan jumlah erosi terdahulu. Penetapan besarnya erosi yang diperbolehkan semata-mata merupakan suatu kompromi dari pertimbangan sifat-sifat tanah dan ekonomi dengan berpatokan pada besarnya erosi yang terjadi dan besarnya erosi yang diperbolehkan / dibiarkan dengan proses pengolahan tertentu, maka ditetapkan alternatif-alternatif perbaikan pengolahan tanah agar erosi yang terjadi dapat diteruskan sampai batas yang masih dapat diperbolehkan. (Guritno, 2003)

Berbicara tentang erosi, maka tidak lepas dari aliran permukaan. Dengan adanya aliran air di atas permukaan tanah, tanah dapat terkikis dan selanjutnya diangkut ke tempat yang lebih rendah. Dengan demikian terjadilah perpindahan lapisan tanah; mineral-mineral dan bahan organik yang terdapat pada permukaan tanah. Menurut bentuknya, erosi dibedakan dalam : erosi percik, erosi lembar, erosi alur, erosi parit, erosi tebing sungai, erosi internal dan tanah longsor. (Schwab dkk,1981).

  1. Erosi Percik (Splash erosion) adalah proses terkelupasnya patikel-partikel tanah bagian atas oleh tenaga kinetik air hujan bebas atau sebagai air lolos. Arah dan jarak terkelupasnya partikel-partikel tanah ditentukan oleh kemiringan lereng, kecepatan dan arah angin, keadaan kekasaran permukaan tanah, dan penutupan tanah.
  2. Erosi Lembar (Sheet erosion) adalah erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air larian (runoff).
  3. Erosi Alur (Rill erosion) adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air. Alur-alur yang terjadi masih dangkal dan dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah.
  4. Erosi Parit (Gully erosion) proses terjadinya sama dengan erosi alur, tetapi saluran yang terbentuk sudah sedemikian dalamnya sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa.
  5. Erosi Tebing Sungai (Streambank erosion) adalah pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai dan pengerusan dasar sungai oleh aliran air sungai. Erosi tebing akan lebih hebat jika vegetasi penutup tebing telah habis atau jika dilakukan pengolahan tanah terlalu dekat tebing.
  6. Erosi Internal (Internal or subsurface erosion) adalah terangkutnya butir-butir primer kebawah ke dalam celah-celah atau pori-pori tanah sehingga tanah menjadi kedap air dan udara. Erosi internal menyebabkan menurunnya kapasitas infiltrasi tanah dengan cepat sehingga aliran permukaan meningkat yang menyebabkan terjadinya erosi lembar atau erosi alur.
  7. Tanah Longsor (Landslide) adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat dalam volume yang besar.

Beberapa cara yang dilakukan dalam rangka pengawetan air tanah yaitu  penghematan air tanah, peningkatan kapasitas resapan air dengan imbuh buatan, pengendalian penggunaan air tanah, serta mendorong penggunaan air yang saling menunjang antara air tanah dengan selain air tanah. Upaya penghematan air tanah merupakan contoh konservasi air tanah, sehingga pemerintah pusat maupun daerah dapat mendorongnya dengan beberapa cara, di antaranya menetapkan penggunaan air tanah sebagai alternatif terakhir sumber pasokan air untuk memenuhi kebutuhan, membatasi pemberian rekomendasi teknis dan penerbitan izin pemakaian atau izin usaha air tanah, serta memberikan insentif bagi pemegang izin pemakaian dan pemegang izin pengusahaan yang melakukan penghematan. (Kusumo, 2002)

Pengetahuan mengenai konservasi tanah dan air tidak lain adalah pengetahuan mengenai usaha-usaha untuk melindungi tanah dan air agar tanah dan air tidak mengalami kerusakan dan tidak menjadi penyebab kerusakan di suatu tempat ataupun di tempat lain seperti erosi, longsor banjir ataupun kekeringan. Konservasi tanah dan air lebih berorientasi usaha penutupan tanah oleh vegetasi yang berfungsi melindungi tanah dan air, tidak lain adalah hutan. Perlindungan tanah oleh hutan berarti membatasi peruntukan dan penggunaan tanah dan air. Dalam ilmu pengetahuan pengawetan tanah dan air juga meliputi usaha-usaha pencegahan terjadinya kerusakan tanah dan air dalam setiap jenis penggunaan tanah di suatu tempat / wilayah yang didasarkan pada tingkat kemampuan lahan dan tingkat kesesuaian lahan.

Produktivitas tanah adalah kemampuan dari tanah untuk mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman atau kemampuan dari tanah menyediakan air, unsur hara dan O2 dalam jumlah yang cukup serta seimbang. Semakin intensif penggunaan tanah pada daerah / tempat yang semakin besar tingkat kelerengannya maka besar potensinya terjadi penurunan produktivitas tanah, namun tidak berarti bahwa pada tanah datar potensi produktivitasnya tidak dapat menurun. Demikian pula penggunaan tanah yang intensif selalu berdampak menurunkan produktivitas tanah. Untuk itu pengetahuan pengawetan tanah dan air ditujukan untuk mempertahankan / menjaga, memperbaiki ataupun meningkatkan fungsi produktivitas tanah dan air agar dapat tetap mendukung pencapaian hasil yang optimal secara berkelanjutan. (Kartasapoetra, 1986)

Berbagai pendapat mengenai kriteria tingkat kerusakan tanah secara umum dapat diuraikan sebagai berikut : (Achnar, 2006)

  1. Tanah yang belum mengalami kerusakan, yaitu tanah – tanah yang lapisan top soilnya masih utuh, kemantapan struktur masih tinggi dan sesuai kondisi ekosistem atau kondisi awal sebelum dimanfaatkan. Erosi tetap terjadi, namun masih dapat ditolerir dengan asumsi tebalnya lapisan tanah yang terangkut kurang dari 2 mm/tahun dianggap masih seimbang dengan proses pembentukan tanah.
  2. Tanah agak rusak, yaitu tanah-tanah yang mengalami kehilangan setengah dari lapisan top soil, akibat penggunaan tanah yang membuat erosi terus berlangsung melewati ambang batas lebih 2 mm/tahun. Tanah-tanah yang tergolong agak rusak tetap masih bisa diperbaiki dan tetap masih bisa diusahakan dengan input biaya dan teknologi yang lebih mahal serta waktu yang relatif lama. Perbaikan teknologi budidaya yang tepat serta penerapan teknik pengawetan tanah dan air yang lebih sesuai dengan karakteristik lahan yang ada dan sesuai pula kebutuhan yang dipersyaratkan. Jika tanah yang tergolong agak rusak tetap dimanfaatkan terus tanpa input perbaikan akan meningkat menjadi tanah rusak.
  3. Tanah rusak kritis, yaitu tanah-tanah yang lapisan top soilnya sudah habis tererosi atau pada tanah yang telah mengalami erosi alur yang nampak banyak alur-alur di konsentrasi aliran permukaan. Tanah rusak kritis peranan dan fungsinya sebagai faktor produksi, hydrologis maupun lingkungan sudah sangat kritis, yang kalau dimanfaatkan hasilnya tidak lagi bisa diharapkan tanpa input biaya produksi yang jauh lebih tinggi dari hasil yang diharapkan. Tanaman yang masih bisa tumbuh hanyalah rumput alang-alang. Jika tanah-tanah yang rusak kritis tetap dibuka dan diusahakan akan menjadi tanah yang rusak berat. Tanah-tanah yang rusak kritis dapat dicirikan nampaknya lapisan subsoil yang lebih padat dan mempunyai kemantapan struktur tanah yang lemah.
  4. Tanah rusak berat, yaitu tanah-tanah yang sebagian lapisan subsoilnya sudah hilang, yang nampak di permukaan tanah adalah lapisan subsoil yang padat dan mudah terdispersi. Jenis tumbuhan lain seperti alang-alang masih dapat tumbuh setempat-setempat. Pada tanah yang rusak berat dapat dicirikan adanya erosi parit (lebar > 4 m ). Pada tanah-tanah yang mempunyai solum yang tebal dengan tekstur lempung berliat masih dimungkinkan untuk diusahakan namun hasilnya sangat tidak menguntungkan. Namun tanah tersebut masih dapat diperbaiki tentunya dengan biaya sangat mahal dalam waktu relatif lama.
  5. Tanah rusak total, yaitu tanah yang tidak lagi memiliki lapisan subsoil, yang nampak di permukaan tanah adalah bahan induk ataupun batuan induk. Tanah tersebut sudah kehilangan fungsinya sebagai faktor produksi maupun fungsi hydrologis dan lingkungannya. Rumput liar seperti alang-alang pun sulit untuk tumbuh apalagi kalau dihutankan/dihijaukan dengan jenis tanaman tertentu.

Faktor kemiringan lereng itu penting diperhitungkan karena proses-proses geomorfologi seperti pelapukan, pengangkutan dan pengendapan sangat dipengaruhi oleh kelerengan. Semakin besar kemiringan dan panjang lereng maka semakin rentan terhadap proses erosi dan pergerakan massa tanah (longsoran). Sehingga dalam setiap analisis dan perencanaan tata ruang di suatu wilayah, kemiringan lereng selalu menjadi salah satu faktor fisik lahan yang harus diperhatikan, terutama kaitannya dengan evaluasi kemampuan lahan dan potensi rawan bencana. Yang dimaksud dengan lereng (‘slope’) adalah perbedaan tinggi antara 2 titik yang dapat dinyatakan dalam derajat, persen, m/km, atau feet/mill, sedangkan Peta lereng menggambarkan luasan, panjang dan sebaran dari masing-masing kemiringan lereng rata-rata berdasarkan interval tertentu sesuai skala peta. (Basyir, 2003)

BAB III

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Hari/Tanggal : Sabtu, 14-15 Oktober 2011

Lokasi             : ADC (Agriculture Development Center) Kuro Tidur Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara

3.1              Bahan dan Alat

-                      Ondol-ondol                     -           Benang

-                      Klinometer                        -           Parang

-                      Abneylevel                        -           Meteran

-                      Kompas                             -           Kayu Renga/bambu

-                      Cangkul                            

-                      Bor Tanah

-                      Alat Tulis

3.2              Cara Kerja

-           Pengamatan Erosi

1.                  Mengunjungi lokasi pengamatan terjadinya erosi di lahan miring pada sistem terasiring tunggal.

2.                  Kemudian mendengarkan penjelasan cara pengamtan erosi oleh Dosen.

3.                  Setelah pembagian kelompok,selanjutnya mencari beberapa lokasi terjadinya erosi.

4.                  Selanjutnya, lakukan pengembilan gambar dan mengamati bentuk erosi yang terjadi pada beberapa lokasi terjadinya erosi.

-           Pengenalan Alat

1.                  Setelah melakukan pengamatan erosi, dilanjutkan dengan pengenalan alat – alat dalam mengukur kemiringin suatu lereng.

2.                  Selanjutnya,diperkenalkan masing-masing alat dan bagaimna kerjanya.

3.                  Alat-alatnya, seperti: ondo-ondol huruf A, klinometer, abneylevel, kompas, dan juga bor tanah.

4.                  Kemudian, dosen dan Co.Ass menerangkan dan memperagakan cara kerja dari masing-masing alat-alat tersebut.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGAMATAN BENTUK-BENTUK EROSI

4.1 Hasil

Bentuk Terasiring Tunggal

Pada Lereng

Bentuk Erosi Percik (Splash Erosion)

Bentuk Erosi Lembar (sheet erosion)

Bentuk Erosi Alur (Rill Erosion)

5.2 Pembahasan

Pada praktikum konservasi tanah dan air di lapangan kami dapat menemukan adanya bentuk erosi percik, lembar dan alur. Erosi percik merupakan erosi hasil dari percikan / benturan air hujan secara langsung pada partikel tanah dalam keadaan basah. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan penyebaran hujan ke permukaan tanah, kecepatan aliran permukaan serta kerusakan erosi yang ditimbulkannya. Sedangkan erosi lembar ( sheet erosion ) adalah erosi akibat terlepasnya tanah dari lereng dengan tebal lapisan yang tipis.

Dengan adanya erosi tanah, maka lapisan tanah atas (top soil) yang subur akan ru-sak dan menjadikan lingkungan alam lainnya akan ikut rusak. Erosi tanah disebabkan karena tanah menjadi gundul atau tidak adanya tanaman, tanah yang miring tidak dibuat terasering (sengkedan) sebagai penyangga air dan tanah yang larut (terkikis), tanah tidak dibuat tanggul pasangan (guludan) sebagai penahan erosi, tanah di kawasan hutan rusak karena pohon-pohon ditebang secara liar (illegal logging) sehingga hutan menjadi gundul dan permukaan tanah yang berlumpur digunakan untuk penggembalaan liar sehingga lapisan tanah atas menjadi rusak.

Erosi parit ( gully erosion ) merupakan kelanjutan dari erosi alur, yaitu terjadi bila alur – alur menjadi semakin lebar dan dalam yang membentuk parit dengan kedalaman yang dapat mencapai 1 – 2,5 m atau lebih. Parit ini membawa air pada saat dan segera setelah hujan, dan tidak seperti alur, parit tidak dapat lenyap oleh pengolahan tanah secara normal. Parit – parit cenderung terbentuk menyerupai huruf V dan U, dimana aliran limpasan dengan volume besar terkonsentrasi dan mengalir ke bawah lereng terjal pada tanah yang mudah tererosi.

Erosi tanah membawa dampak terhadap kelangsungan hidup makhluk hidup. Ru-saknya tanah akibat erosi menimbulkan dampak seperti hilangnya lapisan tanah atas (top soil) sebagai media pertumbuhan dan resapan air, tidak tersedianya air tanah untuk pertumbuhan, tanah menjadi tidak subur, produktivitas tanah pertanian menurun karena hilangnya lapisan atas permukaan tanah, penimbunan tanah hasil erosi pada badan sungai sehingga menjadi dangkal, berkurangnya air tanah, hilangnya unsur hara yang sangat diperlukan tanaman, kualitas tanaman menurun, kemampuan tanah menahan air dan laju infiltarsi (peresapan) menurun, stuktur tanah menjadi rusak, longsor pada tebing (gully erosion) menyebabkan lahan menjadi terbagi-bagi dan mengurangi luas lahan yang dapat ditanami dan erjadi pemindahan tanah beserta senyawa-senyawa kimia yang ada di da-lamnya seperti unsur-unsur hara, bahan-bahan organik serta sisa-sisa pestisida.

Erosi alur terjadi pada suatu lereng terjal si gunung kapur yang bagian puncaknya sudah nyaris tak berhutan. Pada lereng terjal tersebut kemudian dimanfaatkan untuk lahan pertanian tumpangsari bersama tanaman jati yang masih tersisa. Karena lahan di puncak sudah hampir tidak berhutan, maka ketika hujan turun, airnya mengalir sedemikian bebas tanpa penahan meluncur menuruni lereng terjal. Air mengalir yang menuruni lereng terjal itu berkecepatan cukup besar, sehingga lapisan tanah yang dilaluinya ikut tererosi. Erosi tanah bertambah besar ketika melalui lahan yang tanahnya telah digemburkan untuk tanaman tumpangsari.

Mengingat daerah yang dilalui air permukaan tersebut berupa lereng terjal, maka pengikisan tanahnya berlangsung relatif cepat, hingga yang tersisa atau yang nampak tinggal batuan induknya dan membentuk alur tahap awal. Perlu diketahui, solum tanah pada lahan tersebut hanya tipis saja. Solum tanah yang tipis itu langsung berimpit dengan batuan induknya, batuan kapur. Jika dibuat profil tanahnya adalah horison O, horison A, kemudian langsung batuan induk (bedrock/parentrock). Dengan demikian profil tanahnya tidak mengenal adanya horison B dan horison C. Tanah yang tererosi kemudian diendapkan di kaki lereng tersebut (lihat latar depan gambar yang deposit tanahnya sebagian tertutup rumput).

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGAMATAN FAKTOR-FAKTOR EROSI

5.1Hasil

5.2  Pembahasan

Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh manusia.

Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih terkena erosi. sedimen yang tinggi kandungan pasir atau silt, terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah. porositas dan permeabilitas sedimen atau batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam tanah. Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan. Pada hutan yang tak terjamah, mineral tanah dilindungi oleh lapisan humus dan lapisan organik. kedua lapisan ini melindungi tanah dengan meredam dampak tetesan hujan. lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah menyerap air hujan.

Erosi dapat terjadi karena faktor gaya berat terdapatnya batuan yang bergerak terhadap kemiringannya. Dalam proses terjadinya erosi, pembuangan massa memiliki peranan penting karena arus air dapat memindahkan material ke tempat-tempat yang jauh lebih rendah. Proses pembungan massa terjadi terus menerus baik secara perlahan maupun secara tiba-tiba sehingga dapat menimbulkan becana tanah longsor. Erosi oleh angin disebabkan karena hembusan angin kencang yang terus menerus di daerah yang tandus dapat memindahkan partikel-partikel halus batuan di daerah tersebut membentuk suatu formasi. Sedangkan erosi oleh air terjadi Jika tingkat curah hujan berlebihan sedemikian rupa sehingga tanah tidak dapat menyerap air hujan maka terjadilah genangan air yang mengalir kencang. Aliran air ini sering menyebabkan terjadinya erosi yang parah karena dapat mengikis lapisan permukaan tanah yang dilewatinya, terutama pada tanah yang gundul. Makin cepat air yang mengalir makin cepat benda yang dapat terkikis. Air juga dapat mengikis pada tiga tempat yaitu sisi sungai, dasar sungai dan lereng atas sungai.

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINDAKAN KONSERVASI TANAH DAN AIR

6.1Hasil

6.2  Pembahasan

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi, seperti menanami dengan tanaman penutup pada bukit-bukit yang gundul, pada tebing-lebing yang miring atau curam ditanami dengan tanam-tanaman keras, menghutankan sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan tanam-tanaman keras, pengolahan lahan pertanian di lereng-lereng gunung dan daerah-daerah miring dilakukan secara sengkedan.

BAB VII

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUKURAN KELERENGAN DAN BEDA TINGGI

7.1Hasil

Abneylevel

                        Klinometer

Kompas                             Ondol - Ondol

 

Bor Tanah (cara penggunaanya)

4.2 Pembahasan

Lereng adalah Kenampakan permukaan alam disebabkan adanya beda tinggi apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak lurus mendatar sehingga akan diperoleh besarnya kelerengan. Suatu daerah dapat diukur ketinggiannya atau dapat diklasifikasikan kemiringan lerengnya dengan melihat jumlah garis yang terpotong dalam grid-grid yang telah dibuat. Kemudian hasilnya dihitung dan dapat di masukkan kedalam aturan hasil perhitungan kemiringan lereng. Sehingga dapat diperoleh hasil mengenai pengklasifikasian kemiringan lereng pada suatu daerah. Lereng adalah kenampakan permukaan alam disebabkan karena beda tinggi. Kemiringan lereng adalah perbandingan antara jarak lurus mendatar dengan beda tinggi suatu tempat.

Kemiringan lereng dijadikan salah satu parameter yang menyusun peta satuan lahan, disebabkan parameter ini memiliki peran yang cukup besar pada berbagai proses hidrologi permukaan. Salah satu peran parameter lereng dalam proses hidrologi adalah proses terjadinya aliran Horton (Hortonian Overflow) pada lahan terbuka. Terdapat banyak cara untuk membuat peta lereng diantaranya adalah dengan interpretasi kemiringan lereng dengan menggunakan alat ondol-ondol, abnylevel, dan klinometer.

Tahapan pembuatan garis kontur dengan menggunakan abney level yaitu dengan menentukan salah satu titik pada lahan yang akan dibuat garis konturnya, misalnya titik A. Buat tiga buah patok yang panjangnya sesuai dengan interval vertikal antara garis kontur yang diinginkan. Misalnya bila IV yang diinginkan adalah 1 m, maka perlu disiapkan dua patok dengan panjang 1 m (patok 1) dan satu patok 2 m (patok 2). Dua patok yang panjangnya sama (1 m) digunakan untuk menarik garis kontur, sedangkan patok 1 dan patok 2 digunakan untuk menentukan titik dari satu garis kontur ke garis kontur berikutnya.Dengan memancang patok yang panjangnya 1 m pada titik A, stel abney level dengan bacaan 0 pada puncak patok. Lalu menentukan titik A1, A2, dan seterusnya dengan membidik puncak patok lain yang panjangnya 1 m. Semakin dekat jarak antara A – Al – A2- dan seterusnya, akan semakin halus garis kontur yang didapat.

Ondol-ondol atau gawang segitiga (A-frame) terbuat dari kayu atau bambu, terdiri atas dua buah kaki yang sama panjang, sebuah palang penyangga, benang, dan pemberat. Panjang kedua kaki masing-masing 2 m dan panjang palang 1 m. Pembuatan garis kontur dengan ondol-ondol yaitu dengan menyiapkan ondol-ondol yang sudah dilengkapi dengan bandul (pemberat). menentukan titik acuan yang akan dilintasi garis kontur tertinggi, misal titik A. Tentukan titik B pada bagian lereng yang lebih rendah  sesuai dengan interval vertikal (IV) yang diinginkan. Ondol-ondol diletakkan pada titik B sedangkan kaki lainnya digerakkan ke atas atau ke bawah sedemikan rupa sehingga tali bandul persis pada titik tengah palang yang sudah ditandai. Titik yang baru ini, misalnya titik B1, adalah titik yang sama tinggi dengan titik B. Dari titik B1 tentukan titik B2 dengan cara yang sama sehingga nantinya titik tersebut dengan patok kayu atau bambu pada masing-masing titik yang telah diperoleh.

Untuk penggunaan alat bor yaitu tanah yang akan dilubangi disiram dengan air supaya mudah untuk dilubangi. Mata bor diletakkan tegak lurus dengan tanah untuk memulai pengeboran. Tanah dilubangi dengan bor, dengan cara menekan bor kekanan sambil diputar kekanan hingga bor masuk kedalam tanah. Untuk memudahkan dalam pengeboran, lakukan penyiraman dengan air selama pengeboran. Pelubangan tanah dengan pengeboran hingga mencapai kedalaman kurang lebih 30 cm.

Klinometer merupakan alat sederhana yang digunakan untuk mengukur sudut elevasi yang dibentuk antara garis datar dengan sebuah garis yang menghubungkan sebuah titik pada garis datar tersebut dengan titik puncak (ujung) suatu obyek. Pada terapannya, alat ini dapat digunakan pada pekerjaan pengukuran tinggi (atau panjang) suatu obyek dengan memanfaatkan sudut elevasi. Cara menggunakan klinometer adalah dengan meletakkan ujung klinometer tepat didepan mata. Kemudian mengarahkan ujung lain dari klinometer ke puncak benda. Lalu mengukur jarak kebenang penunjuk sudut, dilanjutkan dengan mengukur jarak pangkal benang penunjuk sudut. Lalu mengukur jarak pengamat ke benda yang akan diukur ketinggiannya. Kemiringan lereng yang kami lakukan pada saat praktikum adalah sebesar 5 % dan 10 %.

BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

8.1  Kesimpulan

8.2  Saran

Sebelum praktikum dilaksanakan,lebih baik para peserta sudah mengetahui mengenai erosi dan faktor penyebab serta cara mengatasinya. Sehing, sewaktu di lapangan, para peserta sudahh dapat memahami apa yang terjadi di lapangan. Serta, mengetahui mengenai alat-alat yang biasa digunakan untuk mengukur kemiring lereng. Dan dalam melakukan praktikum, praktikan hendaknya lebih serius dalam melakukan pengamatan dan memperhatikan apa yang diajarkan dosen atau co ass pada saat praktikum berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

·         Achnar, R. 2006. Erosi Merusak Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta.

·         Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

·         Basyir, A. 2003. Kemiringan Lereng Tanah. Gramedia, Jakarta.

·         Guritno, A. 2003. Konsep Penerapan Teknologi Tepat Guna Sebagai Alternatif Upaya Mengatasi Erosi. IPB, Bogor.

·         Hudson, U. 1991. Soil Conservation. Ed. 2nd. Cornell university Press. New York.

·         Kartasapoetra, A. 1986.Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta.

·         Kusumo, A. S. 2002. Usaha Pengawetan Tanah. Gramedia, Jakarta.

·         Saleh, B. 2011. Konservasi Tanah dan Air (Bab. 3 Erosi). Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu

·         Schwab, G.O., R.K. Frevert, T.W. Edminster, K.K. Barnes. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. John Wiley and Sons. New York

·         Stephens, R. 2000. Erotion. Second Edition. John Wiley and Sons, Inc. Canada.

·         www.wikipedia.com/erosi. Tanggal Download 23 Oktober 2011.

LAMPIRAN

      

    

Gallery Konservasi Tanah Dan Air

Sahabat Geografi Pengertian Konservasi Tanah Dan Air

Teknologi Konservasi Tanah Dan Air

Kebun Sawit Membangun Sistem Konservasi Tanah Dan Air

Metode Konservasi

Perpustakaan 08303 Bj1 0022 Teknologi Konservasi Tanah Dan Air

Konservasi Tanah Dan Air Cv Sindunata

Konservasi Tanah Dan Air Pdf Google Drive

Training Konservasi Tanah Dan Air Pt Centra Gama Indovisi

Terasering Salah Satu Usaha Konservasi Tanah Dan Air Pada

Peranan Agroforestry Terhadap Konservasi Daerah Aliran

Vegetasi Untuk Konservasi Tanah Dan Air

Konservasi Tanah Dan Air Pengertian Tujuan Metode

Konservasi Tanah Dan Air

Pendidikan Dan Kreasi Masyarakat Metoda Konservasi Tanah

Konservasi Tanah Dan Air Secara Kimiawi

Jual Konservasi Tanah Dan Air Jakarta Barat Dikaaaa2 Tokopedia

Konservasi Tanah Dan Air

Doc Konservasi Tanah Dan Air Rara Kinanti Academia Edu

Sumber Belajar Seamolec


0 Response to "Konservasi Tanah Dan Air"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel