|
Beliau adalah Ngarsa Dalem Ingkang Wicaksana Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Sri Mangkunegoro IV | | | |
Serat Wedhatama adalah Sastra tembang atau kidungan jawa karya Beliau adalah Ngarsa Dalem Ingkang Wicaksana Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Sri Mangkunegoro IV. Wedatama (berasal dalam bahasa Jawa; Wredhatama) berasal dari dua kata yaitu Weda dan Utama. Seat (tulisan/karya) Weda (Ajaran/ Pengetahuan Suci) tama (keutamaan/utama). Serat Wedhatama terbagi menjadi 5 pupuh yaitu : pangkur, sinom, pucung, gambuh dan kinanthi.
| Mingkar mingkuring angkara, Akarana karanan mardi siwi, Sinawung resmining kidung, Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung Kang tumrap neng tanah Jawa, | Meredam nafsu angkara dalam diri, Hendak berkenan mendidik putra-putri Tersirat dalam indahnya tembang, agar menjiwai hakekat ilmu luhur, yang berlangsung di tanah Jawa (nusantara) agama sebagai “pakaian” kehidupan. |
| Mrih tan kemba kembenganing pambudi yekti sepi asepa lir sepah, samun, Gonyak ganyuk nglilingsemi. | agar jangan miskin pengetahuan jika tidak memahami rasa sejati (batin) niscaya kosong tiada berguna bagai ampas, percuma sia-sia, di dalam setiap pertemuan sering bertindak ceroboh memalukan. |
| Nggugu karsaning priyangga, Nora nganggo peparah lamun angling, Nanging janma ingkang wus waspadeng semu | Mengikuti kemauan sendiri, Bila berkata tanpa dipertimbangkan (asal bunyi), Namun tak mau dianggap bodoh, Selalu berharap dipuji-puji. (sebaliknya) Ciri orang yang sudah memahami (ilmu sejati) tak bisa ditebak selalu berprasangka baik. |
| Si pengung nora nglegawa, Sangsayarda deniro cacariwis, Ngandhar-andhar angendhukur, Kandhane nora kaprah, saya elok alangka longkanganipun, Si wasis waskitha ngalah, Ngalingi marang si pingging. | (sementara) Si dungu tidak menyadari, Bualannya semakin menjadi jadi, ngelantur bicara yang tidak-tidak, Bicaranya tidak masuk akal, makin aneh tak ada jedanya. Lain halnya, Si Pandai cermat dan mengalah, |
| Mangkono ngelmu kang nyata, Sanyatane mung weh reseping ati, Nora kaya si punggung anggung gumrunggung | Demikianlah ilmu yang nyata, Senyatanya memberikan ketentraman hati, Tidak merana dibilang bodoh, Tetap gembira jika dihina Tidak seperti si dungu yang selalu sombong, Ingin dipuji setiap hari. Janganlah begitu caranya orang hidup. |
| Nora mulur nalare ting saluwir, Kadi ta guwa kang sirung, | Hidup sekali saja berantakan, Tidak berkembang, pola pikirnya carut marut. Umpama goa gelap menyeramkan, Suaranya gemuruh menggeram, Seperti halnya watak anak muda masih pula berlagak congkak |
| Palayune ngendelken yayah wibi, Bangkit tur bangsaning luhur, Balik sira sarawungan bae durung Mring atining tata krama, | Tujuan hidupnya begitu rendah, Maunya mengandalkan orang tuanya, Yang terpandang serta bangsawan Sedangkan kamu kenal saja belum, akan hakikatnya tata krama |
| Jer katara lamun pocapan pasthi, Yen mangkono keno ingaran katungkul, Karem ing reh kaprawiran, | Cerminan dari dalam jiwa raga mu, Nampak jelas walau tutur kata halus, Sifat pantang kalah maunya menang sendiri Bila demikian itu, disebut orang yang terlena Puas diri berlagak tinggi |
| Kekarangan saking bangsaning gaib, Amung aneng sajabaning daging kulup, | Di dalam ilmu yang dikarang-karang (sihir/rekayasa) Rekayasa dari hal-hal gaib Tidak meresap ke dalam jasad, Hanya ada di kulitnya saja nak Bila terbentur marabahaya, |
| Bebasane muriha tyas basuki, Ana uga angger ugering kaprabun, Kang kambah ing siyang ratri. | Karena itu sebisa-bisanya, Upayakan selalu berhati baik Yang sesuai dengan dirimu Ada juga peraturan dan pedoman bernegara, Menjadi syarat bagi yang berbakti, yang berlaku siang malam. |
| marang para sarjana kang martapi Mring tapaking tepa tulus, Wruhanira mungguh sanyataning ngelmu Tan mesthi neng janma wredha | Kepada para sarjana yang menimba ilmu Kepada jejak hidup para suri tauladan yang benar, Pengetahuanmu adalah senyatanya ilmu, Yang tidak harus dikuasai orang tua, Bisa juga bagi yang muda atau miskin, nak ! |
| Sapantuk wahyuning Gusti Allah, Gya dumilah mangulah ngelmu bangkit, Bangkit mikat reh mangukut, Yen mengkono kena sinebut wong sepuh, | Siapapun yang menerima wahyu Tuhan, Dengan cermat mencerna ilmu tinggi, Mampu menguasai ilmu kasampurnan, Bila demikian pantas disebut “orang tua”. Arti “orang tua” adalah tidak dikuasai hawa nafsu Paham akan dwi tunggal (menyatunya sukma dengan Tuhan) |
| Tan samar pamoring sukma, Sinuksmaya winahya ing ngasepi, Sinimpen telenging kalbu, Tarlen saking liyep layaping aluyup, | Tidak lah samar sukma menyatu meresap terpatri dalam keheningan semadi, Diendapkan dalam lubuk hati berawal dari keadaan antara sadar dan tiada Seperti terlepasnya mimpi Merasuknya rasa yang sejati. |
| Wus kakenan nugrahaning Hyang Widhi, Ingkang sipat wisesa winisesa wus, Mulih mula ulanira. Mulane wong anom sami. | Sebenarnya ke-ada-an itu merupakan anugrah Tuhan, Kembali ke alam yang mengosongkan, tidak mengumbar nafsu duniawi, yang bersifat kuasa menguasai. Kembali ke asal muasalmu wahai anak muda sekalian… |
SINOM (Sembah Cipta/Kalbu/Tarekat) |
| Wong agung ing Ngeksiganda, Amamangun karyenak tyasing sesama. | Contohlah perilaku utama, bagi kalangan orang Jawa (Nusantara), orang besar dari Ngeksiganda (Mataram), yang tekun, mengurangi hawa nafsu, dengan jalan prihatin (bertapa), selalu berkarya membuat hati tenteram bagi sesama (kasih sayang) |
| Samangsane pasamuan, mamangun marta martani, Sinambi ing saben mangsa, Nggayuh geyonganing kayun, Puguh panggah cegah dhahar lawan nendra. | membangun sikap tahu diri. mengembara untuk bertapa, menggapai cita-cita hati, hanyut dalam keheningan kalbu. Senantiasa menjaga hati untuk prihatin (menahan hawa nafsu), dengan tekad kuat, membatasi makan dan tidur. |
| Saben mendra saking wisma, Ngingsep sepuhing supana, Mrih pana pranaweng kapti, Sruning brata kataman wahyu dyatmika. | Setiap mengembara meninggalkan rumah (istana), berkelana ke tempat yang sunyi (dari hawa nafsu), menghirup tingginya ilmu, agar jelas apa yang menjadi tujuan (hidup) sejati. Hati bertekad selalu berusaha dengan tekun, Kuatnya bertapa diterimalah wahyu dyatmika (hidup yang sejati). |
| Wikan wengkoning samodra, Kinemat kamot hing driya, Nenggih Kangjeng Ratu Kidul, Sor prabawa lan wong agung Ngeksiganda | Memahami kekuasaan di dalam samodra seluruhnya sudah dijelajahi, “kesaktian” melimputi indera Ibaratnya cukup satu genggaman saja sudah jadi, berhasil berkuasa, Naik menggapai awang-awang, (kemudian) datang menghadap dengan penuh hormat, kepada Wong Agung Ngeksigondo. |
| Sinupeket pangkat kanthi, Jroning alam palimunan, ing pasaban saben sepi, Ing karsa kang wus tinamtu, Nora ketang teken janggut suku jaja. | Memohon dengan sangat lah beliau, agar diakui sebagai sahabat setia, di dalam alam gaib, tempatnya berkelana setiap sepi. kehendak yang sudah digariskan. Harapannya hanyalah meminta Meski dengan susah payah. |
| Mangkono trahing ngawirya, Nugrahane prapteng mangkin, Trah tumerah dharahe padha wibawa. | untuk seluruh keturunannya di kelak kemudian hari. Begitulah seluruh keturunan orang luhur, bila mau mengasah akal budi apa yang diharapkan orang besar Mataram, anugerahnya hingga kelak dapat mengalir di seluruh darah keturunannya, dapat memiliki wibawa. |
| Tan lyan trahing Senopati, Sayektine tan bisa ngepleki kuna. | Menguasai tanah Jawa (Nusantara), yang menjadi raja (pemimpin), satria sakti tertermasyhur, tak lain keturunan Senopati, sebagai tauladan budi pekertinya, Sebisamu, terapkan di zaman nanti, persis sama seperti di masa silam. |
| Lowung kalamun tinimbang, Nanging ta ing jaman mangkya, Pra mudha kang den karemi, Saben seba mampir masjid, Ngajab-ajab tibaning mukjijat drajat. | Mending bila dibanding orang hidup tanpa prihatin, namun di masa yang akan datang (masa kini), meniru-niru nabi, rasul utusan Tuhan, yang hanya dipakai untuk menyombongkan diri, setiap akan bekerja singgah dulu di masjid, Mengharap mukjizat agar mendapat derajat (naik pangkat). |
| Anggung anggubel sarengat, Bengkrakan mring masjid agung, Swara arum ngumandhang cengkok palaran | Hanya memahami sariat (kulitnya) saja, sedangkan hakekatnya tidak dikuasai, Pengetahuan untuk memahami makna dan suri tauladan tidaklah mumpuni Mereka lupa diri, (tidak sadar) bersikap berlebih-lebihan di masjid besar, berirama gaya dandanggula (menghanyutkan hati), suara merdu bergema gaya palaran (lantang bertubi-tubi). |
| Tuladhaning Kangjeng Nabi, O, ngger kadohan panjangkah, Nelad kas ngepleki pekih, Lamun pangkuh pangangkah yekti karahmat. | Jika kamu memaksa meniru, tingkah laku `Kanjeng Nabi, Biasanya tak akan betah nak, Karena kamu itu orang Jawa, sedikit saja sudah cukup. Janganlah sekedar mencari sanjungan, Mencontoh-contoh mengikuti fiqih, memang ada harapan mendapat rahmat. |
| Reh ne ta tinitah langip, Padune wong dahat cubluk, Parandene paripaksa mulang putra. | Tetapi seyogyanya mencari nafkah, Karena diciptakan sebagai makhluk lemah, Apakah mau mengabdi kepada raja, Bercocok tanam atau berdagang, Begitulah menurut pemahamanku, Sebagai orang yang sangat bodoh, Tata cara Jawa saja tidak mengerti, Namun memaksa diri mendidik anak. |
| Saking duk maksih taruna, Banget wedine ing mbesuk, Tan tutug kaselak ngabdi, Nora kober sembahyang gya tinimbalan. | Dikarenakan waktu masih muda, Keburu menempuh belajar pada agama, Berguru menimba ilmu pada yang haji, maka yang terpendam dalam hatiku, menjadi sangat takut akan hari kemudian, Tidak tuntas keburu “mengabdi” Tidak sempat sembahyang terlanjur dipanggil. |
| Marang ingkang asung pangan, Abubrah kawur tyas ingwang, Tambuh tambuh solahingsun, Yen mamriha dadi kaum temah nistha. | Kepada yang memberi makan, Menjadi kacau balau perasaanku, Seperti kiyamat saban hari, Berat “Allah” atau “Gusti”, Karena anak turun priyayi, Bila ingin jadi juru doa (kaum) dapatlah nista, |
| Kongsi tumekeng samangkin, Kikisane tan lyan amung ngupa boga. | begitu pula jika aku menjadi pengurus dan juru dakwah agama. Karena aku bukanlah keturunannya, Lebih baik memegang teguh aturan dan kewajiban hidup, Menjalankan pedoman hidup warisan leluhur dari zaman dahulu kala hingga kelak kemudian hari. Ujungnya tidak lain hanyalah mencari nafkah. |
| Bonggan kan tan merlok-na, Temah papa papariman ngulandara. | Salahnya sendiri yang tidak mengerti, Paugeran orang hidup itu demikian seyogyanya, hidup dengan tiga perkara; Keluhuran (kekuasaan), harta (kemakmuran), ketiga ilmu pengetahuan. Bila tak satu pun dapat diraih dari ketiga perkara itu, habis lah harga diri manusia. Lebih berharga daun jati kering, akhirnya mendapatlah derita, jadi pengemis dan terlunta. |
| Kang wus waspadha ing patrap, Kang ngalingi kalingling, Wenganing rasa tumlawung, Yeku ingaran tapa tapaking Hyang Suksma. | Yang sudah paham tata caranya, Jika berhasil merasuk ke dalam jiwa, akan melihat tanpa penghalang, Yang menghalangi tersingkir, Terbukalah rasa sayup menggema. Tampaklah seluruh cakrawala, Yakni disebut “tapa tapaking Hyang Sukma”. |
| Wignya met tyasing sesami, Yeku aran wong barek berag agama. | Demikianlah manusia utama, Gemar terbenam dalam sepi (meredam nafsu), Mempertajam dan membersihkan budi, Bermaksud memenuhi tugasnya sebagai satria, berbuat susila rendah hati, pandai menyejukkan hati pada sesama, itulah sebenarnya yang disebut menghayati agama. |
| Ing jaman mengko pan ora, Yen antuk tuduh kang nyata, Tur wus manggon pamucunge | Di zaman kelak tiada demikian, sikap anak muda bila mendapat petunjuk nyata, Lalu hanya menuruti kehendaknya, dengan mengandalkan gurunya, yang dianggap pandita negara yang pandai, serta sudah menguasai makrifat. |
PUCUNG (Sembah Jiwa/Hakekat) |
| Setya budaya pangekese dur angkara | diraih dengan cara menghayati dalam setiap perbuatan, Artinya, kemauan membangun kesejahteraan terhadap sesama, Menaklukkan semua angkara |
| Neng angga anggung gumulung Yen den umbar ambabar dadi rubeda. | ada di dalam diri, kuat menggumpal, menjangkau hingga tiga zaman, jika dibiarkan berkembang akan berubah menjadi gangguan. |
| Beda lamun kang wus sengsem Sarwa sareh saking mardi martatama | Berbeda dengan yang sudah menyukai dan menjiwai, Watak dan perilaku memaafkan |
| Durgameng tyas kang weh limput Sihing sukma ngrebda saardi pengira | Angkara dalam hati yang menghalangi, Larut dalam kesakralan hidup, Karena temggelam dalam samodra kasih sayang, kasih sayang sukma (sejati) tumbuh berkembang sebesar gunung |
| Yeku patut tinulat tulat tinurut Keh pra mudha mundhi diri | Itulah yang pantas ditiru, contoh yang patut diikuti Jangan seperti zaman nanti Banyak anak muda yang menyombongkan diri dengan hafalan ayat |
| Durung becus kesusu selak besus Pendhak pendhak angendhak | Belum mumpuni sudah berlagak pintar. Setiap saat meremehkan kemampuan orang lain. |
| Paksa langkah ngangkah met | termasuk orang mengaku-aku Kemampuan akalnya dangkal Keindahan ilmu Jawa malah ditolak. Sebaliknya, memaksa diri mengejar ilmu di Mekah, |
| kana kene kaanane nora beda | hakekat ilmu yang dicari, sebenarnya ada di dalam diri. sana sini (ilmunya) tidak berbeda, |
| Den ta mrih pralebdeng kalbu Kaya kang wus winahya sekar srinata | Asal tidak banyak tingkah, agar supaya merasuk ke dalam sanubari. Bila berhasil, terbuka derajat kemuliaan hidup yang sebenarnya. Seperti yang telah tersirat dalam tembang sinom (di atas). |
| Kuna kuna kang ginilut tripakara | Yang namanya ilmu, dapat berjalan bila sesuai dengan cara pandang kita. Dapat dicapai dengan usaha yang gigih. dahulu yang menjadi pegangan adalah tiga perkara yakni; |
| Lila lamun kelangan nora gegetun Tri legawa nalangsa srah ing Bathara | Ikhlas bila kehilangan tanpa menyesal, Sabar jika hati disakiti sesama, Ketiga ; lapang dada sambil berserah diri pada Tuhan. |
| Inguger graning jajantung Nora kaya si mudha mudhar angkara | diletakkan dalam setiap hela nafas Menyatu dengan Yang Mahakuasa |
| Mung janjine muring muring Kaya buta buteng betah anganiaya | seperti raksasa; bodoh, mudah marah dan menganiaya sesama. |
| Ing angga tansah linimput Lumuh ala ardane ginawa gada | dalam diri selalu ditutupi, mengira tak ada yang mengetahui, bilangnya enggan berbuat jahat padahal tabiat buruknya membawa kehancuran. |
| | Buru-buru ingin dianggap pandai. Tercemar nafsu selalu merasa kurang, dan tertutup oleh pamrih, sulit untuk manunggal pada Yang Mahakuasa. |
GAMBUH (Langkah Catur Sembah) |
| Sembah catur supaya lumuntur Dhihin raga, cipta, jiwa, rasa, kaki | Empat macam sembah supaya dilestarikan; Pertama; sembah raga, kedua; sembah cipta, ketiga; sembah jiwa, dan keempat; sembah rasa, anakku ! Di situlah akan bertemu dengan |
| Pakartine wong amagang laku Susucine asarana saking warih Kang wus lumrah limang wektu | Perbuatan orang yang lagi magang “olah batin” Menyucikan diri dengan sarana air, Yang sudah lumrah misalnya lima waktu Sebagai rasa menghormat waktu |
| Sinarawung wulang kang sinerung Lagi iki bangsa kas ngetokken anggit | pernah dikenal ajaran yang penuh tabir, Baru kali ini ada orang menunjukkan hasil rekaan, memamerkan ke-bisa-an nya |
| Gajeg kaya santri brai kidul Saurute Pacitan pinggir pasisir Ewon wong kang padha nggugu | Kadang seperti santri “Dul” (gundul) Bila tak salah, seperti santri wilayah selatan Sepanjang Pacitan tepi pantai Ribuan orang yang percaya. Asal-asalan dalam berucap |
| Cahyaning Hyang kinira yen karuh Ngarep arep urub arsa den kurebi Tan wruh kang mangkono iku | cahaya Tuhan dikira dapat ditemukan, Menanti-nanti besar keinginan (mendapatkan anugrah) namun gelap mata Orang tidak paham yang demikian itu Nalarnya sudah salah kaprah |
| Tata titi tumrah tumaruntun Bangsa srengat tan winor lan laku batin Kang padha nembah Hyang Manon | Tertib teratur runtut harmonis sariat tidak dicampur aduk dengan olah batin, jadi tidak membuat bingung bagi yang menyembah Tuhan |
| Dhingin ajeg kapindone ataberi Nyenyeger badan mrih kaot | dapat disebut olah, yang bersifat ajeg dan tekun. Anakku, hasil sariat adalah dapat menyegarkan badan |
| Otot daging kulit balung sungsum | badan, otot, daging, kulit dan tulang sungsumnya menjadi segar, Mempengaruhi darah, membuat tenang di hati. Membersihkan kekusutan batin |
| Ananging ta sarehne asnafun Beda beda panduk pandhuming dumadi | Tetapi karena orang itu berbeda-beda, Beda pula garis nasib dari Tuhan. tekad yang pada dijalankan itu |
| Rehne tuwa tuwase mung catur Bok lumuntur lantaraning reh utami | Namun terpaksa memberi nasehat Karena sudah tua kewajibannya hanya memberi petuah. Siapa tahu dapat lestari menjadi pedoman tingkah laku utama. Barang siapa bersungguh-sungguh akan mendapatkan anugrah kemuliaan dan kehormatan. |
| Yen lumintu uga dadi laku Laku agung kang kagungan Narapati Meruhi marang kang momong | Nantinya, sembah kalbu itu jika berkesinambungan juga menjadi olah spiritual. Olah (spiritual) tingkat tinggi yang dimiliki Raja. untuk memahami yang mengasuh diri (guru sejati/pancer) |
| Mung nyunyuda mring hardaning kalbu Pambukane tata titi ngati ati | Bersucinya tidak menggunakan air Hanya menahan nafsu di hati Dimulai dari perilaku yang tertata, teliti dan hati-hati (eling dan waspada) semua menjadi watak dasar, Teladan bagi sikap waspada. |
| Panduk ing ndon dedalan satuhu Lamun lugu legutaning reh maligi | Dalam penglihatan yang sejati, Menggapai sasaran dengan tata cara yang benar. Biarpun sederhana tatalakunya dibutuhkan konsentrasi Sampai terbiasa mendengar suara sayup-sayup dalam keheningan Itulah, terbukanya “alam lain” |
| Sarat sareh saniskareng laku Kalakone saka eneng ening eling | Bila telah mencapai seperti itu, Saratnya sabar segala tingkah laku. Membangun kesadaran, mengheningkan cipta, pusatkan fikiran kepada energi Tuhan. Dengan hilangnya rasa sayup-sayup, di situlah keadilan Tuhan terjadi. (jiwa memasuki alam gaib rahasia Tuhan) |
| Tan kayungyun mring ayuning kayun Bangsa anggit yen ginigit nora dadi Mring pamurunging kalakon | Gugurnya jika menuruti kemauan jasad (nafsu) Tidak suka dengan indahnya kehendak rasa sejati, Jika merasakan keinginan yang tidak-tidak akan gagal. dengan yang membuat gagal tujuan |
| Sembah katri kang sayekti katur Mring Hyang Sukma sukmanen saari ari | Sembah ketiga yang sebenarnya diperuntukkan kepada Hyang sukma (jiwa). Hayatilah dalam kehidupan sehari-hari Usahakan agar mencapai sembah jiwa ini anakku ! |
| Ingaranan pepuntoning laku Kalakuwan tumrap kang bangsaning batin | Sungguh lebih penting, yang disebut sebagai ujung jalan spiritual, Tingkah laku olah batin, yakni menjaga kesucian dengan awas dan selalu ingat akan alam nan abadi kelak. |
| Ngiket ngruket triloka kakukut Jagad agung ginulung lan jagad alit | Cara menjaganya dengan menguasai, mengambil, mengikat, merangkul erat tiga jagad yang dikuasai. Jagad besar tergulung oleh jagad kecil, Pertebal keyakinanmu anakku ! Akan kilaunya alam tersebut. |
| Kalamatan jroning alam kanyut Sanyatane iku kanyatan kaki | Tenggelamnya rasa melalui suasana “remang berkabut”, Mendapat firasat dalam alam yang menghanyutkan, Sebenarnya hal itu kenyataan, anakku ! Sejatinya jika tidak ingat |
| Sarwa sareh saliring panganyut Lamun yitna kayitnan kang mitayani | Jalan keluarnya dari luyut (batas antara lahir dan batin) Tetap sabar mengikuti “alam yang menghanyutkan” Asal hati-hati dan waspada yang menuntaskan tidak lain hanyalah diri pribadinya yang tampak terlihat di situ |
| Yeku urub pangareb uriping budi | Tetapi jangan salah mengerti Di situ ada cahaya sejati energi penghidup akal budi. Bersinar lebih terang dan cemerlang, |
| Kabukane kang wengku winengku Wewengkone wis kawengku neng sireki Mring kang pindha kartika byor | Yaitu membukanya pintu hati Terbukanya yang kuasa-menguasai (antara cahaya/nur dengan jiwa/roh). Cahaya itu sudah kau (roh) kuasai Tapi kau (roh) juga dikuasai oleh cahaya yang seperti bintang cemerlang. |
| Gantya sembah ingkang kaping catur Sembah rasa karasa wosing dumadi Mung kalawan kasing batos | Beralih sembah yang ke empat. Sembah rasa terasalah hakekat kehidupan. Terjadinya sudah tanpa petunjuk, hanya dengan kesentosaan batin |
| Antuk siku kang mangkono iku kaki | Apabila belum bisa membawa diri, Jangan sekali-kali berani mengaku-aku, mendapat laknat yang demikian itu anakku ! Artinya, seseorang berhak berkata apabila sudah mengetahui dengan nyata. |
| Yen wus ilang sumelanging kalbu | Bila sudah hilang keragu-raguan hati. Hanya percaya dengan sungguh-sungguh kepada takdir itu harap diwaspadai, diingat, dicermati bila ingin menguasai seluruhnya. |
| Kudu santosa ing budi teguh sarta sabar tawekal legaweng ati | Harus kokoh budipekertinya Menerima dan ikhlas apa adanya sikapnya dapat dipercaya Mengerti “sangkan paraning dumadi”. |
| Tumindake lan sakadaripun, Den ngaksama kasisipaning sesami, Hardaning budi kang ngrodon. | memberi maaf atas kesalahan sesama, menghindari perbuatan tercela, (dan) watak angkara yang besar. |
| Yeku minangka pandaming kalbu, Ingkang buka ing kijab bullah agaib, Sesengkeran kang sinerung, Dumunung telenging batos. | Sehingga tahu baik dan buruk, Demikian itu sebagai ketetapan hati, Yang membuka penghalang/tabir antara insan dan Tuhan, |
| Krana momor pamoring sawujud, Wujudollah sumrambah ngalam sakalir, | dengan cara manunggal dalam satu wujud, Wujud Tuhan meliputi alam semesta, bagaikan rasa manis dengan madu. Begitulah ungkapannya. |
| Yen wis bisa nuksmeng pasang semu, Pasamoaning hebing kang Mahasuci, Kasikep ing tyas kacakup, | apabila sudah bisa menghayati gambaran itu, Bagaimana pengertian sabda Tuhan, Hendaklah digenggam di dalam hati, sudah jelas dipahami secara lahir dan batin. |
| Kedhap kilap liniling ing kalbu, Kang minangka colok celaking Hyang Widhi, Pandak panduking liru nggon. | Segala cahaya indah dicermati dalam hati, Yang menjadi petunjuk dalam memahami hakekat Tuhan, Selamatnya karena budi (bebuden) yang jujur (hilang nafsu), Agar dapat merasuk beralih “tempat”. |
| Kalaksitaning reh kang rinuruh, Nggyanira mrih wiwal warananing gaib, | Dapat menemukan apa yang dicari, upayamu agar dapat melepas penghalang kegaiban, Apabila kamu tidak paham ; lihatlah tentang bagaimana terjadinya telur. |
| Dene nora mantra-mantra yen ing lair, | bila akan mewujud (menetas), |
| Lawan istingarah tan lumebu, Dene ing njro wekasane dadi njawi, | Kenyataannya yang di dalam akhirnya menjadi di luar, Jangan sampai terlanjur tak bisa memahami. |
| Kajantaka tumekeng saumur, Tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi, Dheweke den anggep dayoh. | Sebab apabila sudah terlanjur, akan tak tenang sepanjang hidup, tidak ada gunanya bila kelak mati, Menjadi orang hina yang bodoh, dirinya sendiri malah dianggap tamu. |
0 Response to "Serat Wedhatama Pupuh Gambuh"
Post a Comment