Jalan Mulia Berunsur Delapan
Jalan mulia berunsur 8 - sedekatnafas
JALAN MULIA BERUNSUR DELAPAN
“Di antara semua jalan, maka Jalan Mulia berunsur Delapan adalah yang terbaik,
di antara semua kebenaran, maka Empat Kebenaran Mulia adalah yang terbaik. Kebebasan dari nafsu adalah yang terbaik,
dan di antara semua makhluk hidup, maka orang yang melihat adalah yang terbaik.”
MAGGA VAGGA XX.1
Jalan untuk menuju berakhirnya dukkha adalah "Jalan Mulia Berunsur Delapan" (Ariya Aṭṭhaṅgika Magga).
Jalan Mulia Berunsur Delapan ini dikenal juga sebagai "Jalan Tengah" (Majjhimā Paṭipadā), oleh karena "Jalan" ini menghindari dan berada di luar dua cara hidup yang ekstrim, yaitu : pemuasan nafsu indera yang berlebih - lebihan dan penyiksaan diri,
dan sekaligus mengajarkan suatu cara berpikir yang menghindari kedua sudut pandang, yaitu pandangan tentang "kekekalan" (sassata-diṭṭhi) dan "kemusnahan" (uccheda-diṭṭhi).
Perlu ditekankan bahwa Jalan Mulia Berunsur Delapan ini bukanlah terdiri atas delapan buah jalan, yang harus di ikuti satu demi satu atau dilaksanakan secara terpisah. Jalan Mulia Berunsur Delapan ini sebenarnya adalah "satu jalan" yang mempunyai delapan unsur di dalamnya dan dapat dilaksanakan sesuai dengan kemampuan masing - masing individu.
Jalan Mulia Berunsur Delapan tersebut terdiri atas
1. Sammādiṭṭhi (Pandangan Benar)
Terdapat tiga macam pandangan yang benar yaitu :
Pandangan benar terhadap Kamma (perbuatan)
Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut :
Semua makhluk adalah pemilik perbuatan mereka sendiri
Semua makhluk mewarisi perbuatan mereka sendiri
Semua makhluk lahir dari perbuatan mereka sendiri
Semua makhluk berkerabat dengan perbuatan mereka sendiri
Semua makhluk tergantung pada perbuatan mereka sendiri
Perbuatan apa pun yang akan mereka lakukan,
yang baik ataupun yang tidak baik, perbuatan itulah yang akan mereka warisi.
Pandangan benar mengenai sepuluh persoalan
Hal ini dapat diperinci sebagai berikut :
Adanya kebajikan yang tinggi dalam berdana
Adanya kebajikan dalam pemberian yang banyak
Adanya kebajikan dalam pemberian yang sedikit
Adanya akibat dari perbuatan yang tidak baik maupun yang baik
Adanya kebajikan dalam perbuatan yang dilakukan terhadap ibu
Adanya kebajikan dalam perbuatan yang dilakukan terhadap ayah
Adanya makhluk-makhluk yang lahir secara spontan
Adanya dunia ini
Adanya dunia atau alam - alam kehidupan yang lain
Adanya para Buddha dan Arahat yang melakukan latihan yang benar, yang memiliki pencapaian yang benar, yang mendapatkan kebenaran
melalui usahanya sendiri, di dunia ini maupun di alam – alam kehidupan yang lainnya, dan mengajarkan kebenaran itu kepada makhluk –
makhluk lainnya
Pandangan benar mengenai Empat Kebenaran Mulia, yaitu :
Tentang dukkha
Tentang asal mula dukkha
Tentang berakhirnya dukkha
Tentang jalan menuju berakhirnya dukkha
2. Sammāsaṅkappo (Pikiran Benar)
Pikiran benar adalah pikiran yang menghindari kejahatan dan pikiran yang cenderung kepada kebajikan, yaitu :
Pikiran yang bebas dari Akusalamūla 3 (3 akar kejahatan) yaitu
lobha (keserakahan), dosa (kebencian), moha (kebodohan),
3. Sammāvācā (Ucapan Benar)
Ucapan benar dapat diperinci sebagai berikut :
Ucapan yang terbebas dari kebohongan (kepalsuan)
Ucapan yang terbebas dari memfitnah (adu domba)
Ucapan yang terbebas dari kekerasan (kekejaman)
Ucapan yang terbebas dari kerewelan (cerewet atau bawel)
4. Sammākammanto (Perbuatan Benar)
Perbuatan benar adalah perbuatan yang tidak merugikan diri sendiri dan makhluk lain. Perbuatan benar dapat diperinci sebagai berikut :
Perbuatan yang menghindari pembunuhan atau penyiksaan makhluk lain
Perbuatan yang menghindari pencurian atau mengambil barang yang bukan miliknya
Perbuatan yang menghindari perbuatan asusila
5. Sammā-ājīvo (Pencaharian Benar)
Pencaharian benar adalah pencaharian yang tidak merugikan diri sendiri dan makhluk lain.
Pencaharian benar dapat diterangkan sebagai berikut :
Pencaharian yang tidak mengakibatkan pembunuhan
Pencaharian yang wajar
Pencaharian yang tidak berdasarkan penipuan
Pencaharian yang tidak berdasarkan ilmu yang rendah (black-magic)
6. Sammāvāyāmo (Daya Upaya Benar)
Daya upaya benar adalah daya upaya untuk membersihkan diri dan mengembangkan kebaikan. Hal ini dapat diperinci sebagai berikut :
Daya upaya untuk menghindari kejahatan yang belum ada dalam diri
Daya upaya untuk menghilangkan kejahatan yang sudah ada dalam diri
Daya upaya untuk menumbuhkan kebaikan yang belum ada dalam diri
Daya upaya untuk mengembangkan kebaikan yang sudah ada dalam diri
7. Sammāsati (Perhatian Benar)
Perhatian benar adalah perhatian yang ditujukan ke dalam diri sendiri, untuk melihat proses kehidupan ini, yang selalu dalam keadaan berubah, yakni :
Perhatian terhadap jasmani (Kāyanupassanā)
Perhatian terhadap perasaan (Vedanānupassanā)
Perhatian terhadap pikiran (Cittanupassanā)
Perhatian terhadap bentuk-bentuk pikiran (dhammanupassanā)
8. Sammāsamādhi (Konsentrasi Benar)
Konsentrasi benar adalah meditasi untuk membersihkan batin, guna menuju kesejahteraan hidup atau kesucian atau kebebasan dari dukkha. Meditasi yang benar ada 2 (dua) macam, yaitu :
- Samatha-Bhāvanā
meditasi untuk mengembangkan ketenangan batin guna mencapai jhāna - jhāna dan kekuatan batin (abhiññā).
- Vipassanā-Bhāvanā
meditasi untuk mengembangkan pandangan terang guna mencapai kebijaksanaan dan kesucian serta terbebas dari dukkha (mencapai nibbāna).
Keterangan mengenai delapan unsur ini :
Pandangan Benar dan Pikiran Benar adalah
kelompok dalam pengembangan Paññā (kebijaksanaan)
Ucapan Benar, Perbuatan Benar, dan Pencaharian Benar adalah
kelompok dalam pengembangan Sīla (kemoralan)
Daya Upaya Benar, Perhatian Benar, dan Konsentrasi Benar adalah
kelompok dalam pengembangan Samādhi (konsentrasi)
Page 2
Pandangan Benar
1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Yang Mulia Sāriputta memanggil para bhikkhu: “Teman-teman, para bhikkhu.” – “Teman,” mereka menjawab. Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut:
2. “’Seorang yang berpandangan benar, seorang yang berpandangan benar,’ dikatakan, teman-teman. Dalam cara bagaimanakah seorang siswa mulia berpandangan benar, yang pandangannya lurus, yang memiliki keyakinan sempurna dalam Dhamma, dan telah sampai pada Dhamma sejati?”
“Sesungguhnya, teman, kami datang dari jauh untuk mempelajari makna pernyataan ini dari Yang Mulia Sāriputta. Baik sekali jika Yang Mulia Sāriputta sudi menjelaskan makna pernyataan ini. Setelah mendengarkannya darinya para bhikkhu akan mengingatnya.”
“Maka, teman-teman, dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan kukatakan.”
“Baik, Teman,” para bhikkhu menjawab. Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut:
(YANG BERMANFAAT DAN YANG TIDAK BERMANFAAT)
3. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami yang tidak bermanfaat dan akar dari yang tidak bermanfaat, yang bermanfaat dan akar dari yang bermanfaat, [47] dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar, yang pandangannya lurus, yang memiliki keyakinan sempurna dalam Dhamma, dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.
4. “Dan apakah, teman-teman, yang tidak bermanfaat, apakah akar dari yang tidak bermanfaat, apakah yang bermanfaat, apakah akar dari yang bermanfaat? Membunuh makhluk-makhluk hidup adalah tidak bermanfaat; mengambil apa yang tidak diberikan adalah tidak bermanfaat; perilaku salah dalam kenikmatan indria adalah tidak bermanfaat; kebohongan adalah tidak bermanfaat; mengucapkan fitnah adalah tidak bermanfaat; berkata-kata kasar adalah tidak bermanfaat; bergosip adalah tidak bermanfaat; ketamakan adalah tidak bermanfaat; niat buruk adalah tidak bermanfaat; pandangan salah adalah tidak bermanfaat. Ini disebut dengan yang tidak bermanfaat.
5. “Dan apakah akar dari yang tidak bermanfaat? Keserakahan adalah akar dari yang tidak bermanfaat; kebencian adalah akar dari yang tidak bermanfaat; kebodohan adalah akar dari yang tidak bermanfaat. Ini disebut dengan akar dari yang tidak bermanfaat.
6. “Dan apakah yang bermanfaat? Menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup adalah bermanfaat; menghindari mengambil apa yang tidak diberikan adalah bermanfaat; menghindari perilaku salah dalam kenikmatan indria adalah bermanfaat; menghindari kebohongan adalah bermanfaat; menghindari mengucapkan fitnah adalah bermanfaat; menghindari berkata-kata kasar adalah bermanfaat; menghindari bergosip adalah bermanfaat; ketidak-tamakan adalah bermanfaat; tidak berniat-buruk adalah bermanfaat; pandangan benar adalah bermanfaat. Ini disebut dengan yang bermanfaat.
7. “Dan apakah akar dari yang bermanfaat? Ketidak-serakahan adalah akar dari yang bermanfaat; ketidak-bencian adalah akar dari yang bermanfaat; ketidak-bodohan adalah akar dari yang bermanfaat. Ini disebut dengan akar dari yang bermanfaat.
8. “Ketika seorang siswa mulia telah memahami yang tidak bermanfaat dan akar dari yang tidak bermanfaat, yang bermanfaat dan akar dari yang bermanfaat, maka ia sepenuhnya meninggalkan kecenderungan tersembunyi pada nafsu, ia menghapuskan kecenderungan tersembunyi pada ketidak-senangan, ia memadamkan kecenderungan tersembunyi pada pandangan dan keangkuhan ‘Aku,’ dan dengan meninggalkan kebodohan dan membangkitkan pengetahuan sejati ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara ini juga seorang siswa mulia menjadi seorang yang berpandangan benar, yang pandangannya lurus, yang memiliki keyakinan sempurna dalam Dhamma, dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”
(MAKANAN)
9. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.
10. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami makanan, asal-mula makanan, lenyapnya makanan dan jalan menuju lenyapnya makanan. Dengan cara itulah ia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada [48] Dhamma sejati ini.
11. “Dan apakah makanan, apakah asal-mula makanan, apakah lenyapnya makanan, apakah jalan menuju lenyapnya makanan? Ada empat jenis makanan untuk memelihara makhluk-makhluk yang telah terlahir dan untuk menyokong mereka yang mencari kehidupan baru. Apakah empat ini?
Yaitu: makanan fisik sebagai makanan, kasar atau halus;
kontak sebagai yang ke dua;
kehendak pikiran sebagai yang ke tiga; dan
kesadaran sebagai yang ke empat.
Dengan munculnya keinginan maka muncul pula makanan. Dengan lenyapnya keinginan maka lenyap pula makanan.
Jalan menuju lenyapnya makanan adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar.
12. “Ketika seorang siswa mulia memahami makanan, asal-mula makanan, lenyapnya makanan dan jalan menuju lenyapnya makanan, maka ia sepenuhnya meninggalkan kecenderungan tersembunyi pada keserakahan, ia menghapuskan kecenderungan tersembunyi pada kebencian, ia memadamkan kecenderungan tersembunyi pada pandangan dan keangkuhan ‘Aku,’ dan dengan meninggalkan kebodohan dan membangkitkan pengetahuan sejati ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara ini juga seorang siswa mulia menjadi seorang yang berpandangan benar, yang pandangannya lurus, yang memiliki keyakinan sempurna dalam Dhamma, dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”
(EMPAT KEBENARAN MULIA)
13. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.
14. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami penderitaan, asal-mula penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan jalan menuju lenyapnya penderitaan, dengan cara inilah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.
15. “Dan apakah penderitaan, apakah asal-mula penderitaan, apakah lenyapnya penderitaan, apakah jalan menuju lenyapnya penderitaan? Kelahiran adalah penderitaan; penuaan adalah penderitaan; sakit adalah penderitaan; kematian adalah penderitaan; dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan adalah penderitaan; tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah penderitaan; singkatnya, kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan adalah penderitaan. Ini disebut penderitaan.
16. “Dan apakah asal-mula penderitaan? Yaitu keinginan, yang memperbarui penjelmaan, disertai oleh kenikmatan dan nafsu, dan kenikmatan akan ini dan itu; yaitu, keinginan akan kenikmatan indria [49], keinginan untuk menjelma, dan keinginan untuk tidak menjelma. Ini disebut asal-mula penderitaan.
17. “Dan apakah lenyapnya penderitaan? Yaitu peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya, dihentikannya, dilepaskannya, ditinggalkannya, dan ditolaknya keinginan yang sama itu. Ini disebut lenyapnya penderitaan.
18. “Dan apakah jalan menuju lenyapnya penderitaan? Yaitu Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar. Ini disebut jalan menuju lenyapnya penderitaan.
19. “Ketika seorang siswa mulia telah memahami penderitaan, asal-mula penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan jalan menuju lenyapnya penderitaan … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”
(PENUAAN DAN KEMATIAN)
20. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.
21. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami penuaan dan kematian, asal-mula penuaan dan kematian, lenyapnya penuaan dan kematian, dan jalan menuju lenyapnya penuaan dan kematian, dengan cara itulah ia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.
22. “Dan apakah penuaan dan kematian, apakah asal-mula penuaan dan kematian, apakah lenyapnya penuaan dan kematian, apakah jalan menuju lenyapnya penuaan dan kematian?
Penuaan makhluk-makhluk dalam berbagai urutan penjelmaan, usia tua, gigi tanggal, rambut memutih, kulit keriput, kemunduran kehidupan, indria-indria melemah – ini disebut penuaan.
Berlalunya makhluk-makhluk dalam berbagai urutan makhluk-makhluk, kematiannya, terputusnya, lenyapnya, sekarat, selesainya waktu, hancurnya kelompok-kelompok unsur kehidupan, terbaringnya tubuh – ini disebut kematian.
Maka penuaan ini dan kematian ini adalah apa yang disebut dengan penuaan dan kematian. Dengan munculnya kelahiran maka muncul pula penuaan dan kematian. Dengan lenyapnya kelahiran maka lenyap pula penuaan dan kematian. Jalan menuju lenyapnya penuaan dan kematian adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.
23. “Ketika seorang siswa mulia memahami penuaan dan kematian, asal-mula penuaan dan kematian, lenyapnya penuaan dan kematian, dan jalan menuju lenyapnya penuaan dan kematian … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”
(KELAHIRAN)
24. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – [50] “Ada, teman-teman.
25. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami kelahiran, asal-mula kelahiran, lenyapnya kelahiran, dan jalan menuju lenyapnya kelahiran, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.
26. “Dan apakah kelahiran, apakah asal-mula kelahiran, apakah lenyapnya kelahiran, apakah jalan menuju lenyapnya kelahiran? Kelahiran makhluk-makhluk adalah berbagai urutan penjelmaan, akan terlahir, berdiam [dalam rahim], pembentukan, perwujudan kelompok-kelompok unsur kehidupan, memperoleh landasan-landasan kontak - ini disebut kelahiran. Dengan munculnya penjelmaan maka muncul pula kelahiran. Dengan lenyapnya penjelmaan maka lenyap pula kelahiran. Jalan menuju lenyapnya kelahiran adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.
27. “Ketika seorang siswa mulia memahami kelahiran, asal-mula kelahiran, lenyapnya kelahiran, dan jalan menuju lenyapnya kelahiran … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”
(PENJELMAAN)
28. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.
29. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami penjelmaan, asal-mula penjelmaan, lenyapnya penjelmaan, dan jalan menuju lenyapnya penjelmaan, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.
30. “Dan apakah penjelmaan, apakah asal mula penjelmaan, apakah lenyapnya penjelmaan, apakah jalan menuju lenyapnya penjelmaan? Terdapat tiga jenis penjelmaan ini: penjelmaan alam indria, penjelmaan bermateri halus, dan penjelmaan tanpa materi. Dengan munculnya kemelekatan maka muncul pula penjelmaan. Dengan lenyapnya kemelekatan maka lenyap pula penjelmaan. Jalan menuju lenyapnya penjelmaan adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.
31. “Ketika seorang siswa mulia memahami penjelmaan, asal-mula penjelmaan, lenyapnya penjelmaan, dan jalan menuju lenyapnya penjelmaan … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”
(KEMELEKATAN)
32. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.
33. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami kemelekatan, asal-mula kemelekatan, lenyapnya kemelekatan, dan jalan menuju lenyapnya kemelekatan, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.
34. “Dan apakah kemelekatan, apakah asal-mula kemelekatan, apakah lenyapnya kemelekatan, apakah jalan menuju lenyapnya kemelekatan? Terdapat empat [51] jenis kemelekatan ini: kemelekatan pada kenikmatan indria, kemelekatan pada pandangan-pandangan, kemelekatan pada ritual dan upacara, dan kemelekatan pada doktrin diri. Dengan munculnya keinginan maka muncul pula kemelekatan. Dengan lenyapnya keinginan maka lenyap pula kemelekatan. Jalan menuju lenyapnya kemelekatan adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.
35. “Ketika seorang siswa mulia memahami kemelekatan, asal-mula kemelekatan, lenyapnya kemelekatan, dan jalan menuju lenyapnya kemelekatan … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”
(KEINGINAN)
36. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.
37. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami keinginan, asal-mula keinginan, lenyapnya keinginan, dan jalan menuju lenyapnya keinginan, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.
38. “Dan apakah keinginan, apakah asal-mula keinginan, apakah lenyapnya keinginan, apakah jalan menuju lenyapnya keinginan? Terdapat enam kelompok keinginan ini: keinginan akan bentuk-bentuk, keinginan akan suara-suara, keinginan akan bau-bauan, keinginan akan rasa kecapan, keinginan akan obyek-obyek sentuhan, keinginan akan obyek-obyek pikiran. Dengan munculnya perasaan maka muncul pula keinginan. Dengan lenyapnya perasaan maka lenyap pula keinginan. Jalan menuju lenyapnya keinginan adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.
39. “Ketika seorang siswa mulia memahami keinginan, asal-mula keinginan, lenyapnya keinginan, dan jalan menuju lenyapnya keinginan … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”
(PERASAAN)
40. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.
41. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami perasaan, asal-mula perasaan, lenyapnya perasaan, dan jalan menuju lenyapnya perasaan, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.
42. “Dan apakah perasaan, apakah asal-mula perasaan, apakah lenyapnya perasaan, apakah jalan menuju lenyapnya perasaan? Terdapat enam kelompok perasaan ini: perasaan yang muncul dari kontak-mata, perasaan yang muncul dari kontak-telinga, perasaan yang muncul dari kontak-hidung, perasaan yang muncul dari kontak-lidah, perasaan yang muncul dari kontak-badan, perasaan yang muncul dari kontak-pikiran. Dengan munculnya kontak maka muncul pula perasaan. Dengan lenyapnya kontak maka lenyap pula perasaan. Jalan menuju lenyapnya perasaan adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar. [52]
43. “Ketika seorang siswa mulia memahami perasaan, asal-mula perasaan, lenyapnya perasaan, dan jalan menuju lenyapnya perasaan … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”
(KONTAK)
44. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.
45. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami kontak, asal-mula kontak, lenyapnya kontak, dan jalan menuju lenyapnya kontak, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.
46. “Dan apakah kontak, apakah asal-mula kontak, apakah lenyapnya kontak, apakah jalan menuju lenyapnya kontak? Terdapat enam kelompok kontak ini: kontak-mata, kontak-telinga, kontak-hidung, kontak-lidah, kontak-badan, kontak-pikiran. Dengan munculnya enam landasan maka muncul pula kontak. Dengan lenyapnya enam landasan maka lenyap pula kontak. Jalan menuju lenyapnya kontak adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.
47. “Ketika seorang siswa mulia memahami kontak, asal-mula kontak, lenyapnya kontak, dan jalan menuju lenyapnya kontak … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”
(ENAM LANDASAN)
48. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.
49. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami enam landasan, asal-mula enam landasan, lenyapnya enam landasan, dan jalan menuju lenyapnya enam landasan, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.
50. “Dan apakah enam landasan, apakah asal-mula enam landasan, apakah lenyapnya enam landasan, apakah jalan menuju lenyapnya enam landasan? Terdapat enam landasan ini: landasan-mata, landasan-telinga, landasan-hidung, landasan-lidah, landasan-badan, landasan-pikiran. Dengan munculnya batin-jasmani maka muncul pula enam landasan. Dengan lenyapnya batin-jasmani maka lenyap pula enam landasan. Jalan menuju lenyapnya enam landasan adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.
51. “Ketika seorang siswa mulia memahami enam landasan, asal-mula enam landasan, lenyapnya enam landasan, dan [53] jalan menuju lenyapnya enam landasan … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”
Gallery Jalan Mulia Berunsur Delapan
Sejarah Buddha Gotama By Suwi Yanto On Prezi
Jalan Utama Berunsur Delapan Youtube
Jual Buku Pendidikan Agama Buddha Dan Budi Pekerti Kelas Xi
Re Buddhism Four Noble Truths Lessons Tes Teach
Jalan Mulia Berunsur Delapan Samaggi Phala
Pin Oleh 贝 Chai Li Di Buddhism Di 2019 Buddhisme Belajar
Komunitasbuddhis Instagram Hashtag Toopics
Mulia Berunsur Delapan Agama Buddha Empat Kebenaran Mulia
Jalan Mulia Berunsur Delapan Nibbana Id
Buddhistemple Hash Tags Deskgram
Jalan Arya Berunsur Delapan Ariyo Aṭṭhaṅgiko Maggo
Kumpulan Website Buddhis Dalam 1 Search Engine
Empat Kebenaran Mulia Jalan Ariya Berunsur Delapan Ppt
Agama Buddha Dharmachakra Nirwana Gambar Png
Empat Kebenaran Mulia Jalan Ariya Berunsur Delapan Ppt
23 Best Wisdom Images Wisdom Youtube Me Too Lyrics
8 Jalan Kebenaran 8 Sila Nya Agama Buddha Bagi Yang Mau
Itbc Jalan Mulia Berunsur Delapan Samadhi Oleh Ym
Buddhisme Agama Buddha Agama Buddha Di Indonesia Seni
0 Response to "Jalan Mulia Berunsur Delapan"
Post a Comment