Pp No 44 Tahun 2015



1 Trends In Party Affiliation Among Demographic Groups

Segerakan Revisi PP No. 44 Tahun 2015

Pinang Ranti, Cybernewsnasional.Com-Kehadiran program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan terus memberikan manfaat bagi pekerja kita. Khusus untuk Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm), jumlah peserta JKK dan JKm per 31 Desember 2018 sebanyak 30.555.414 pekerja, dengan total kasus kecelakaan kerja yang dijamin sepanjang tahun 2018 sebanyak 173.415 kasus dengan total pembayaran klaim sebesar Rp. 1,22 Triliun. Kasus kematian yang dijamin selama 2018 sebanyak 25.883 kasus dengan total pembayaran manfaat kepada ahli waris sebesar Rp. 710 Miliar.

Di tahun 2019 ini, jumlah klaim JKK hingga 31 Juli 2019 tercatat ada 85.109 kasus kecelakaan kerja dengan total pembayaran jaminan sebesar Rp. 704 miliar, sementara untuk program JKm tercatat ada 14.496 kasus kematian peserta dengan total pembayaran manfaat sebesar Rp. 397 Miliar kepada ahi waris pekerja. Adapun total dana kelolaan program JKK dan JKm per 31 Juli 2019 tercatat sebesar Rp. 32.5 Triliun dan program JKm sebesar Rp. 11,8 triliun. Dana kelolaan ini adalah dana amanah dan dana gotong royong dari seluruh pekerja yang menjadi peserta JKK dan JKm.

Semua manfaat JKK dan JKm yang diberikan kepada peserta dan ahli warisnya tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2015. Mengacu pada Pasal 29 dan Pasal 36 PP No. 44 Tahun 2015, besarnya Iuran dan manfaat program JKK dan JKm bagi Peserta dilakukan evaluasi secara berkala paling lama setiap 2 (dua) tahun. Tentunya dengan dana kelolaan program JKK sebesar Rp. 32.5 Triliun dan program JKm sebesar Rp. 11,8 triliun manfaat JKK dan JKm harus bisa ditingkatkan, tanpa harus dinaikkan iurannya.

Mengacu pada Pasal 29 dan Pasal 36 tersebut seharusnya Pemerintah telah meriviu manfaat JKK dan JKm pada tahun 2017 dan tahun 2019 ini diriviu lagi, namun ternyata hingga saat ini Pemerintah belum juga pernah meriviu manfaat JKK dan JKm, seperti yang diamanatkan dua pasal tersebut.

Saya menyesali tindakan Pemerintah yang sampai saat ini belum juga menyelesaikan riviu manfaat JKK dan JKm. Ini artinya Pemerintah dengan sengaja menghalangi pekerja dan keluarganya mendapatkan kesejahteraan lebih dari program JKK dan JKm. Beberapa Serikat Pekerja/Serikat Buruh telah mengusulkan peningkatan manfaat JKK dan JKm tersebut sejak 2016 lalu dengan harapan di tahun 2017 lalu sudah ada peningkatan manfaat di program JKK dan JKm.

BPJS Watch berusaha mencari tahu keberadaan draft revisi PP No. 44 Tahun 2015 tersebut. Berdasarkan investigasi kami, draft revisi saat ini ada di kantor Menko PMK dan sedang menunggu untuk diparaf Bu Menteri. Tentunya proses revisi yang lama ini dikontribusi oleh kementerian-kementerian yang memang sepertinya tidak senang dengan adanya revisi ini.

Kami menduga kuat telatnya proses revisi PP No. 44 Tahun 2015 khususnya tentang manfaat JKK dan JKm sarat dengan politisasi jaminan sosial oleh pihak-pihak tertentu yang menginginkan manfaat JKK dan JKm tidak dinaikkan. Ada pejabat yang kerap kali menyampaikan alasan kalau manfaat JKK dan JKm dinaikkan maka akan mengganggu keberlangsungan program JKK dan JKm ke depan. Saya kira argumentasi tersebut tidak mendasar dan salah besar. Saya duga lagi, alasan yang dikemukakan tersebut hanya untuk memposisikan manfaat JKK dan JKm yang diterima ASN (PNS dan PPPK) lebih baik daripada manfaat JKK dan JKm bagi pekerja swasta yang diatur di PP No. 44 Tahun 2015.

Setelah membaca Surat Edaran Nomor SE – 2 /DIR/2018 tentang Petunjuk Teknis Kepesertaan, Pengajuan Permohonan Klaim, dan Pembayaran Manfaat Program JKK dan JKm bagi ASN dan Pejabat Negara sebagai regulasi operasional dari PP No. 70 tahun 2015 junto PP No. 66 Tahun 2017 yang mengatur JKK dan JKm bagi ASN, ada beberapa isi dari surat edaran tersebut yang nilainya relatif lebih rendah dibandingkan ketentuan di PP. No. 44 tahun 2015.

Pertama, point G angka 1a tentang kriteria kecelakaan kerja mensyaratkan dengan ketat adanya perintah secara tertulis, yang diketentuan BPJS Ketenagakerjaan cukup dengan kronologis dan keterangan dari perusahaan.

Kedua, point G angka 2b tentang kriteria meninggal dunia dalam menjalankan tugas disyaratkan melalui jalan yang biasa dilalui dan wajar, tidak melanggar peraturan lalu lintas, dan bukan karena kesalahan/kelalaian yang bersangkutan. Diketentuan BPJS Ketenagakerjaan tidak mensyaratkan hal-hal tersebut sehingga memudahkan ahli waris peserta mendapatkan santunan.

Ketiga, point G angka 3a (3-5) tentang perawatan peserta yang mengalami kecelakaan kerja di faskes terdekat, namun bila tidak bisa di faskes terdekat dapat juga di faskes lainnya di seluruh Indonesia dengan biaya perawatan paling tinggi sama dengan biaya perawatan klas I pada RS pemerintah propinsi/kabupaten/kota dimana peserta dirawat. Demikian juga peserta dapat dirawat di luar negeri tapi dibatasi biayanya sebatas tarif tertinggi klas I RSCM. Di BPJS Ketenagakerjaan tidak ada pembatasan biaya, semuanya disesuaikan dengan indikasi medis.

Keempat, point H angka 1j yang menyebutkan dalam hal peserta yang dirawat di faskes yang tidak bekerja sama dengan TASPEN dan BPJS Kesehatan maka seluruh biaya perwatan tidak ditanggung oleh PT. TASPEN. Kalau BPJS Ketenagakerjaan tetap menanggung seluruh biaya walaupun peserta dirawat di faskes yang tidak kerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan.

Kelima, point H angka 2 tentang pembayaran santunan ke ahli bagi peserta yang tewas dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Tentunya proses tersebut cenderung lama dan birokratis. Hal ini beda dengan BPJS Ketenagakerjaan yang di tingkat cabang pun bisa mengeksekusi pembayaran santuan ke ahli waris. Keenam, bila membaca lampiran XI dari SE ini maka ada ketentuan Tarif TC tiap tipe RS untuk jenis kasus kecelakaan kerja. Ini artinya ada pembatasan biaya perawatan peserta yang mengalami kecelekaan kerja. BPJS Ketenagakerjaan membiayai seluruh proses perawatan hingga sembuh tanpa ada pembatasan biaya.

Dengan fakta di atas seharusnya Program JKK dan JKm bagi ASN dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan sehingga ASN bisa lebih mudah mengakses pelayanan dan pembiayaan serta santunan bila mengalami kecelakaan kerja atau kematian. Bukankah seharusnya tidak ada perbedaan manfaat JKK dan JKm antara pekerja swasta dan ASN, seperti yang dilakoni oleh Program JKN. Bila dinilai manfaat JKK dan JKm lebih rendah maka seharusnya revisi PP No. 44 Tahun 2015 segera diselesaikan.

Ada beberapa ketentuan di revisi di PP No. 44 Tahun 2015 yang manfaatnya meningkat seperti fasilitas home care (sebagi fasilitas baru), menaikkan nilai santunan kematian, santunan tidak mampu bekerja, biaya pemakaman, biaya transport, beasiswa termasuk anak yang mendapatkan dan jenjangnya hingga perguruan tinggi, serta biaya penggantian lainnya. Dengan kemampuan dana kelolaan yang sudah mencapai Rp. 32.5 Triliun (JKK) dan Rp. 11,8 triliun (JKm) maka kenaikan-kenaikan tersebut dengan mudah bisa dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Tentunya tidak hanya dari sisi manfaat, dari sisi regulasi pun seharusnya yang mengelola program JKK dan JKm bagi ASN adalah BPJS Ketenagakerjaan, bukan PT. Taspen. Bila membaca Pasal 5 Peraturan Presiden (Perpres) no.109 Tahun 2013, Pasal 92 ayat (2) dan Pasal 106 UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, sudah sangat jelas bahwa program JKK dan JKm dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan karena BPJS Ketenagakerjaan adalah institusi yang sesuai dengan seluruh prinsip SJSN seperti nirlaba, gotong royong dan dana amanah. Apalagi KPK sudah mewarning adanya inefisiensi sebesar Rp. 775 Miliar per tahun dari APBN dalam pelaksanaan program JKK dan JKm bagi ASN di PT. Taspen, maka sudah seharusnya Program JKK dan JKm bagi ASN diserahkan ke BPJS Ketenagakerjaan.

Saya berharap Pemerintah Presiden Jokowi di periode kedua lebih realistis dan obyektif untuk menjalankan jaminan sosial yaitu sesuai prinsip-prinsip SJSN, focus mendukung peningkatan kesejahteraan seluruh pekerja baik swasta maupun ASN tanpa perbedaan manfaat, serta efisien dalam pembiayaan dari APBN. BPJS Ketenagakerjaan dengan dana yang besar dan pengalaman puluhan tahun mengelola JKK dan JKm akan sangat mampu melaksanakan jaminan kecelakaan kerja dan kematian untuk seluruh pekerja. Oleh karenanya BPJS Watch meminta Pemerintah mensegerakan revisi PP No. 44 Tahun 2015 dan menggabungkan pengelolaan JKK dan JKm kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Pinang Ranti, 12 Agustus 2019. Timboel Siregar.

BPJS WATCH

Gallery Pp No 44 Tahun 2015

Pdf Pelaksanaan Rencana Pembelajaran Semester Dalam Proses

Peraturan Menteri Ristek Dan Dikti No 44 Tahun Ppt Download

Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015

Referensi Mfk

About Pt Rizki Jaya Globalindo

Nomenklatur Program Studi Pasca Unej Ac Hukum Untuk

Menghitung Bobot Sks

Spnnews Instagram Photo And Video On Instagram

Sosialisasi Pp No 44 Tahun 2015 Dan Permenaker No 44 Tahun

Terrorism Our World In Data

5 Facts On How Americans View Taxes Pew Research Center

Permenristek Dikti No 44 Tahun 2015 Standar Mutu Pt

Index Of Wp Content Uploads 2019 06

Patia Pdf Google Drive

Sndikti Hashtag On Twitter

Submission Format For Ims2004 Title In 18 Point Times Font

Pemerintah Diminta Segera Revisi Pp No 44 Tahun 2015

Segerakan Revisi Pp No 44 Tahun 2015 Pojok Bandung

04 Slide4 Yudi Amaritis Flickr

2017 U S Billion Dollar Weather And Climate Disasters A

Pp No 82 2019 Hak Menuntut Manfaat Jkk Jadi 5 Tahun

Recent Evidence Of The Development Of Micro Small And

The World S Best Photos Of Teknik Flickr Hive Mind

Sapteka S Most Interesting Flickr Photos Picssr

Sosialisasi Peraturan Pemerintah Dan Permenakertrans Di

Peraturan Menteri Ristek Dan Dikti No 44 Tahun Ppt Download

Permenristekdikti No 44 Tahun 2015 Tentang Sn Dan

Distribution And Heritability Of Diurnal Preference


0 Response to "Pp No 44 Tahun 2015"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel