Tongkat Nabi Musa Dan Cincin Nabi Sulaiman
Re Matrix Tongkat Dan Cincin Segitiga Bermuda 2 13
Benarkah Nabi Sulaiman Alaihissallam Dan Nabi Musa Alaihissallam Memakai Jimat?

Anda belum mahir membaca Qur'an? Ingin segera bisa? Klik di sini sekarang!
BENARKAH NABI SULAIMAN ALAIHISSALLAM DAN NABI MUSA ALAIHISSALLAM MEMAKAI JIMAT?
Oleh Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA
Alhamdulillâh wahdah wash shalâtu was salâmu âalâ rasĂťlillâh.
Barangkali pertanyaan di atas terasa begitu aneh, asing atau mungkin lucu di telinga sebagian besar pembaca, yang telah mendapatkan hidayah untuk mengenal akidah yang murni serta terdidik di atas ajarannya. Namun, lain halnya jika yang membaca adalah orang-orang yang ketergantungan terhadap benda mati (baca: jimat) dan mendarah daging dalam dirinya. Sampai-sampai ketika ada seseorang yang mencoba meluruskan keyakinan paganismenya itu, dia akan amat tersentak dan kaget dengan adanya pemahaman âbaruâ, yang 180 derajat bertolak belakang dengan apa yang diyakininya selama ini.
Sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dengan masyarakat sekitar, bukan suatu hal yang aneh jika kita berhadapan dengan berbagai fenomena di atas. Seorang Muslim yang cerdas dan memiliki semangat juang tinggi untuk mendakwahkan kebenaran yang telah ia nikmati, tentunya selalu berusaha mempersiapkan dirinya untuk menghadapi berbagai jenis manusia yang amat heterogen latar belakang pemikiran dan tingkat pendidikannya.
Sebagai agama yang menjadikan penghambaan kepada Allah Azza wa Jalla sebagai tujuan utamanya, tentu saja Islam tidak membenarkan ketergantungan seorang hamba kepada selain Allah Azza wa Jalla , apalagi kepada benda-benda mati seperti jimat. Namun, ternyata masih ada oknum-oknum kurang bertanggung jawab yang berusaha mencari dalih melegalkan praktek pemakaian jimat. Di antara syubhat yang mereka gunakan adalah kisah Nabi Sulaiman Alaihissallam dan cincinnya, juga kisah Nabi Musa Alaihissallam dan tongkatnya, serta kebatilan kesimpulan mereka dari keduanya.
Menurut anggapan mereka, cincin Nabi Sulaiman Alaihissallam dan tongkat Nabi Musa Alaihissallam , adalah benda mati yang diisi Allah Azza wa Jalla kekuatan, yang dimanfaatkan kedua Nabi itu. Menurut mereka, hal itu bukanlah perbuatan syirik, sebab benda-benda itu hanya media perantara. Begitu pula halnya jimat, hanya sekedar media perantara saja, berupa benda mati yang telah Allah Azza wa Jalla isi kekuatan. Berdasarkan analogi ini, penggunaannya tidaklah dianggap sebagai tindak kesyirikan.[1]
Meskipun syubhat (keraguan) di atas sangat lemah, namun tidak sedikit kaum Muslimin yang termakan syubhat tersebut. Kenyataan ini menunjukkan bagaimana kejahilan masih sangat menyelimuti mereka. Salah satu langkah terbaik untuk mengatasi fenomena menyedihkan itu adalah dengan upaya semaksimal mungkin menebarkan ilmu syarâi yang benar. Tulisan ini, diharapkan merupakan salah satu bentuk sumbangsih upaya tersebut.
Pembahasan tentang hal ini terbagi menjadi dua yaitu :
PEMBAHASAN KISAH NABI SULAIMAN ALAIHISSALLAM DENGAN CINCINNYA Kisah aneh ini disebutkan dalam beberapa literatur tafsir, tatkala memasuki pembahasan tentang apa yang dimaksud dengan fitnah (ujian) yang Allah Azza wa Jalla sebutkan dalam firman-Nya,
ŮŮŮŮŮŮŘŻŮ ŮŮŘŞŮŮŮŮا ŘłŮŮŮŮŮŮ ŮاŮŮ ŮŮŘŁŮŮŮŮŮŮŮŮŮا ŘšŮŮŮŮŮ° ŮŮŘąŮŘłŮŮŮŮŮŮ ŘŹŮŘłŮŘŻŮا ŘŤŮŮ ŮŮ ŘŁŮŮŮابŮ
Artinya: âSungguh Kami telah menguji Sulaiman dan kami letakkan sebuah jasad di atas singgasananya. Kemudian dia bertaubatâ. [Shâd/38:34]
Redaksi kisah tersebut cukup panjang, intinya: âKonon Nabi Sulaiman Alaihissallam menikahi seorang wanita yang sangat beliau cintai, namanya Jarâdah. Hanya saja ia menyembah berhala di rumah Nabi Sulaiman Alaihissallam , tanpa sepengetahuan beliau.
Dikisahkan bahwa kekuatan Nabi Sulaiman Alaihissallam , baik yang berkenaan dengan kerajaan maupun kenabian beliau, terletak pada cincin yang ia pakai. Pada suatu hari ketika hendak memasuki kamar kecil, beliau menitipkan cincinnya kepada salah seorang istrinya; AmĂŽnah. Sebelum beliau menyelesaikan hajatnya, datanglah setan yang menyamar dalam bentuk Nabi Sulaiman Alaihissallam dan mengambil cincin tersebut lalu menduduki singgasana Nabi Sulaiman Alaihissallam . Sehingga Nabi Sulaiman Alaihissallam kehilangan kekuatannya, dan berubah bentuk, kemudian terusir dari kerajaannya. Si iblis berkuasa dan âmenggagahiâ para istri Nabi Sulaiman Alaihissallam , sampaipun pada masa haidh mereka. Hingga akhirnya Nabi Sulaiman Alaihissallam menemukan cincinnya kembali, dalam perut seekor ikan yang dia dapatkan dari seorang nelayan tempat beliau bekerja, dstâ.[2]
Komentar Para Ulama Atas Kisah Tersebut: Para pakar tafsir klasik dan kontemporer serta selain mereka, memvonis batilnya kisah tersebut seraya menyebutkan, kisah ini tidak lebih hanyalah isrâiliyyât (dongeng-dongeng yang dinukil dari bani Israil) yang batil.
Berikut statemen mereka [3] :
1. Ibnu Hazm rahimahullah (w. 456 H) menegaskan, âIni semua khurafat kisah palsu dan dusta. Isnâdnya sama sekali tidak shahĂŽhâ.[4]
2. Al-QâdhĂŽ âIyâdh rahimahullah (w. 544 H) berkata, âTidak shahĂŽhâ.[5]
3. Ibn al-JauzĂŽ rahimahullah (w. 597 H) menyebutkan kisah di atas âtidak absah dan tidak disebutkan oleh orang yang terpercayaâ[6].
4. Al-QurthubĂŽ rahimahullah (w. 671 H) mengomentari pendapat orang yang menafsirkan âujianâ dengan kisah di atas, âPendapat ini dilemahkan (para Ulama)â[7].
5. An-NasafĂŽ rahimahullah (w. 710 H) menegaskan, âIni termasuk kebatilan (yang dikarang) orang Yahudiâ.[8]
6. Abu Hayyân rahimahullah (w. 745 H) bertutur, âKisah ini tidak halal untuk dinukil dan termasuk karangan orang-orang Yahudi serta kaum zindiqâ[9].
7. Ibn KatsĂŽr rahimahullah (w. 774 H) menerangkan, âIni termasuk isrâÎliyyât [10] , nampaknya ini termasuk kedustaan Bani Israil. Oleh karena itu di dalamnya banyak terdapat hal-hal munkarâ[11].
8. Al-ĂjĂŽ rahimahullah (w. 894 H) menjelaskan, âKetahuilah, tidak ada satupun hadits shahĂŽh yang menyebutkan perincian kisah tersebut. Adapun apa yang dinukil dari salaf, kemungkinan besar termasuk isrâÎliyyâtâ.[12]
9. Al-AlĂťsĂŽ Abu ats-Tsanâ rahimahullah (w. 1270 H) berkata, âAllahu akbar! Ini kedustaan yang besar dan perkara yang serius. Keabsahan penisbatan cerita ini kepada Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu tidak kita terimaâ[13].
Dan masih banyak komentar lain yang senada [14] , sengaja tidak kami nukil semua; khawatir berdampak pada terlalu panjangnya tulisan ini.
Adapun pernyataan sebagian Ulama yang menyebutkan bahwa sanad (jalur periwayatan) kisah tersebut hingga Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu kuat, sebagaimana yang dikatakan Ibnu KatsĂŽr rahimahullah[15] , Ibnu Hajar al-âAsqalânĂŽ rahimahullah [16] dan as-SuyĂťthĂŽ rahimahullah [17] ; hal tersebut tidaklah menafikan kebatilan kisah ini. Sebab andaikan sanad tersebut memang shahĂŽh sampai ke Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu , beliau hanyalah menukil kisah batil tersebut dari Ahlul Kitab yang masuk Islam [18]. Jadi kisah tersebut tidak diambil Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu dari Rasulullâh Shallallahu âalaihi wa sallam . Buktinya pada kesempatan lain, Ibnu KatsĂŽr rahimahullah dan as-SuyĂťthĂŽ rahimahullah menegaskan bahwa kisah tersebut termasuk khurafat isrâÎliyyât.[19]
Bedakan antara keabsahan penisbatan kisah tersebut kepada seseorang dengan kebatilan kisah itu sendiri. Perbedaan ini bisa kita analogikan dengan pemikiran-pemikiran sesat yang bermunculan di zaman ini. Penisbatan pemikiran tersebut kepada para kreatornya memang absah, tapi pemikiran itu sendiri sesat dan batil.[20]
Kebatilan-Kebatilan Yang Terkandung Dalam Kisah Tersebut. Selain kisah tersebut diragukan keabsahan sanadnya, alur ceritanya juga mengandung kebatilan-kebatilan yang berkonsekuensi menodai kesucian kenabian dan keyakinan-keyakinan batil lainnya:
1. Penyamaran setan dalam bentuk Nabiyullâh.
2. Setan berhasil âmenggagahiâ para istri Nabiyullâh, bahkan di saat mereka haidh!
3. Kekuatan dan kenabian Sulaiman Alaihissallam tergantung pada cincin yang ia pakai dan bersumber darinya. Akan abadi jika cincin itu ada dan akan musnah jika cincin tersebut hilang.
4.Perubahan bentuk Nabi Sulaiman Alaihissallam .
5.Adanya penyembahan terhadap berhala di dalam rumah Nabiyullâh[21].
Tafsir Yang Benar Untuk Ayat 34 Dari Surat Shâd Di Atas. Jika kita telah mengetahui bahwa kisah Nabi Sulaiman Alaihissallam dengan cincinnya batil, maka kisah tersebut tidak layak untuk dijadikan sebagai tafsir dari ayat al-Qurâân. Namun timbul pertanyaan, âTafsir seperti apakah yang benar dari ayat tersebut?â.
Para Ulama pakar[22] menyebutkan, tafsir yang paling pas untuk âujianâ yang disebut ayat tersebut di atas, adalah hadits shahĂŽh yang diriwayatkan oleh Bukhâri dan Muslim:
ŘšŮŮŮ ŘŁŮبŮŮŮ ŮŮŘąŮŮŮŘąŮŘŠŮ ŘąŮŘśŮŮ٠اŮŮŮŮ ŘšŮŮŮŮŮ ŮاŮŮŮ: ŮŮاŮŮ ŘąŮŘłŮŮŮŮ٠اŮŮŮŮ ŘľŮŮŮŮŮ٠اŮŮŮŮ ŘšŮŮŮŮŮŮŮ ŮŮŘłŮŮŮŮŮ Ů: âŮŮاŮŮ ŘłŮŮŮŮŮŮ ŮاŮŮ: ŮŮŘŁŮŮءŮŮŮŮŮŮŮ٠اŮŮŮŮŮŮŮŮŘŠŮ ŘšŮŮŮŮ ŘŞŮŘłŮŘšŮŮŮ٠ا٠ŮŘąŮŘŁŮŘŠŮ ŮŮŮŮŮŮŮŮŮŮ ŘŞŮŘŁŮŘŞŮ٠بŮŮŮاعŮس٠ŮŮŘŹŮاŮŮŘŻŮ ŮŮŮ ŘłŮبŮŮŮ٠اŮŮŮŮŮŮŘ ŮŮŮŮاŮŮ ŮŮŮŮ ŘľŮاŘŮبŮŮŮ: ŮŮŮŮ ŘĽŮŮŮ Ř´Ůاإ٠اŮŮŮŮŮŮŘ ŮŮŮŮŮ Ů ŮŮŮŮŮŮ ŘĽŮŮŮ Ř´Ůاإ٠اŮŮŮŮŮŮŘ ŮŮءŮاŮŮ ŘšŮŮŮŮŮŮŮŮŮŮ ŘŹŮŮ ŮŮŘšŮا ŮŮŮŮŮ Ů ŮŮŘŮŮ ŮŮŮ Ů ŮŮŮŮŮŮŮŮ ŘĽŮŮاŮ٠ا٠ŮŘąŮŘŁŮŘŠŮ ŮŮاŘŮŘŻŮŘŠŮ ŘŹŮاإŮت٠بŮŘ´ŮŮŮŮ ŘąŮŘŹŮŮŮŘ ŮŮاŮŮ٠٠اŮŮŮŘ°ŮŮ ŮŮŮŮس٠٠ŮŘŮŮ ŮŮد٠بŮŮŮŘŻŮŮŮŘ ŮŮŮŮ ŮŮاŮŮ ŘĽŮŮŮ Ř´Ůاإ٠اŮŮŮŮŮŮ ŮŮŘŹŮاŮŮŘŻŮŮا٠ŮŮŮ ŘłŮبŮŮŮ٠اŮŮŮŮŮŮ ŮŮŘąŮŘłŮاŮŮا ŘŁŮŘŹŮŮ ŮŘšŮŮŮŮâ.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , Rasulullâh Shallallahu âalaihi wa sallam bersabda, â(Pada suatu hari) Nabi Sulaiman Alaihissallam berkata, âMalam ini aku akan berhubungan badan dengan sembilan puluh istriku. Masing-masing (pasti) akan melahirkan lelaki penunggang kuda yang kelak berjihad di jalan Allah Azza wa Jalla . Malaikat berkata padanya, âKatakan insyaAllah!â. Tetapi Nabi Sulaiman k tidak mengucapkan insyaAllah. Lalu beliau berhubungan badan dengan seluruh istrinya tersebut, namun tidak seorangpun dari mereka yang mengandung, kecuali hanya satu. Itupun tatkala bersalin, melahirkan bayi hanya setengah badan [HR. Bukhâri dan Muslim]
Demi Allah, andaikan Nabi Sulaiman Alaihissallam mengucapkan insyaAllah; niscaya (akan lahir sembilan puluh anak laki-laki) seluruhnya menjadi penunggang kuda yang berjihad di jalan Allahâ[23].
Kesimpulannya: kisah yang menyebutkan bahwa âkesaktianâ Nabi Sulaiman Alaihissallam bersumber dari cincin yang ia pakai, tidak bisa dipertanggungjawabkan, baik dari sisi sanad maupun alur ceritanya. Sehingga otomatis, tidak bisa dijadikan dalih untuk melegalisasi praktek pemakaian jimat.
STUDI KRITIS KISAH NABI MUSA ALAIHISSALLAM DENGAN TONGKATNYA Jika pada studi kritis kisah Nabi Sulaimân Alaihissallam dan cincinnya, pembahasannya lebih banyak menitikberatkan pada keabsahan kisah tersebut; maka studi kritis kisah Nabi MĂťsa Alaihissallam dan tongkatnya, tidak menempuh metode serupa. Sebab kisah tersebut sudah tidak diragukan lagi keabsahannya. Berhubung nash kisah penggunaan tongkat Nabi MĂťsa Alaihissallam telah disebutkan dalam al-Qurâân.
Pembahasan kita kali ini akan cenderung mengkritisi sisi istidlâl (penarikan kesimpulan) dari kisah tersebut, yang digunakan para pendukung pemakaian jimat. Hal itu bisa diuraikan sebagai berikut :
Analogi Mereka Yang Keliru. Perlu diketahui bahwa Nabi MĂťsa Alaihissallam memakai tongkatnya tersebut, berdasarkan perintah dan wahyu dari Allah Azza wa Jalla . Sebagaimana jelas disebutkan dalam firman Allah Azza wa Jalla :
ŮŮŘŁŮŮŮŘŮŮŮŮŮا ŘĽŮŮŮŮŮ° Ů ŮŮŘłŮŮŮ° ŘŁŮŮ٠ا؜ŮŘąŮب٠بŮŘšŮŘľŮاŮ٠اŮŮبŮŘŮŘąŮ Ű ŮŮاŮŮŮŮŮŮŮŮ ŮŮŮŮاŮŮ ŮŮŮŮŮ ŮŮŘąŮŮŮ ŮŮاŮءŮŮŮŮد٠اŮŮŘšŮظŮŮŮ Ů
Artinya: âLalu Kami wahyukan kepada MĂťsa, âPukullah laut itu dengan tongkatmu!â. Maka terbelahlah lautan itu, dan setiap belahan seperti gunung yang besarâ. [asy-Syuâarâ/26:63]
Juga dalam firman-firman Allah Azza wa Jalla lainnya.
Yang menjadi pertanyaan: âApakah para penjaja jimat itu mengatakan, bahwa Allah Azza wa Jalla memerintahkan mereka untuk memakai jimat, sebagaimana Allah Azza wa Jalla memerintahkan Nabi MĂťsa Alaihissallam untuk memakai tongkatnya? â
Jika mereka menjawab, âYaâ ; berarti mereka telah mendustakan dalil-dalil syarâi yang begitu gamblang melarang pemakaian jimat.
Sebaliknya, jika mereka mengatakan, âTidakâ ; maka analogi mereka tentang pemakaian jimat dengan pemakaian tongkat Nabi MĂťsa, dikategorikan sebagai analogi keliru; karena kondisi keduanya berbeda.
Silahkan memilih salah satu dari dua jawaban di atas, kedua-duanya tidak lain hanyalah bagaikan memakan buah simalakama.
Dari Manakah âKesaktianâ Jimat Bersumber? Klaim mereka bahwa kekuatan yang ada dalam jimat bersumber dari Allah Azza wa Jalla ; sehingga tidak masalah memanfaatkan kekuatan tersebut, adalah klaim yang murni berisi kedustaan atas Allah Azza wa Jalla . Karena jimat-jimat tersebut benda mati yang sama sekali tidak memiliki kekuatan. âKesaktianâ yang mereka klaim dimiliki oleh jimat tersebut hanyalah ilusi dan khayalan yang mereka yakini.
Andaikata jimat tersebut memang memiliki kekuatan, maka kekuatan itu bukanlah dari Allah Azza wa Jalla , tetapi dari para setan yang disembah oleh pembuat jimat tersebut, sebagai bentuk timbal balik atas peribadatan mereka terhadap setan-setan itu.
Pernyataan bahwa kekuatan dan tenaga yang ada dalam jimat tersebut bersumber dari Allah Azza wa Jalla , adalah pernyataan yang keliru, kecuali jika dipandang dari sisi takdir Allah Azza wa Jalla , bukan dari sisi syarâi. Sebab Allah Azza wa Jalla melalui lisan Rasul-Nya Shallallahu âalaihi wa sallam, telah melarang pemakaian jimat. Sehingga dipandang dari sisi syariat, dia dibenci, namun secara takdir, terkadang bisa saja terjadi.
Bukankah Allah Azza wa Jalla telah melarang para hamba-Nya untuk melakukan tindak sihir dalam banyak ayat?[24] Namun meskipun demikian, Allah Azza wa Jalla menghendaki kejahatan sihir tersebut menimpa hamba-Nya yang paling mulia; yaitu Rasulullah Shallallahu âalaihi wa sallam, [25] sebagai hikmah yang dikehendakinya!?
Jika Allah Azza wa Jalla berkehendak untuk menakdirkan terjadinya sesuatu, maka pasti hal itu akan terjadi. Namun kehendak Allah Azza wa Jalla tersebut, tidak serta merta menunjukkan bahwa Allah Azza wa Jalla mencintai dan meridhai sesuatu yang terjadi itu. Inilah keyakinan yang dianut Ahlus Sunnah dalam memahami takdir [26].
Keyakinan ini dibangun di atas banyak dalil syarâi. Antara lain, firman Allah Azza wa Jalla :
Ů ŮŮŮ ŮŮŘ´Ůؼ٠اŮŮŮŮŮŮ ŮŮŘśŮŮŮŮŮŮŮ ŮŮŮ ŮŮŮ ŮŮŘ´ŮŘŁŮ ŮŮŘŹŮŘšŮŮŮŮŮ ŘšŮŮŮŮŮ° ŘľŮŘąŮاء٠٠ŮŘłŮŘŞŮŮŮŮŮ Ů
Artinya: âBarangsiapa yang dikehendaki Allah (dalam kesesatan); niscaya akan disesatkan-Nya. Dan barangsiapa dikehendaki Allah (untuk diberi petunjuk); niscaya Dia menjadikannya berada di atas jalan yang lurusâ. [al-Anââm/6:39]
Dan firman-Nya:
ŮŮاŮŮŮŮŮŮ ŮŮا ŮŮŘŮبŮ٠اŮŮŮŮŘłŮادŮ
Artinya: âDan Allah tidak mencintai kerusakanâ. [al-Baqarah/2:205]
Ayat pertama menunjukkan bahwa apa yang dikehendaki Allah Azza wa Jalla pasti terjadi, dan apa yang tidak Dia kehendaki pasti tidak akan terjadi. Adapun ayat kedua menunjukkan adanya berbagai hal yang dibenci Allah Azza wa Jalla , tidak Dia cintai dan ridhai. Hal ini membuktikan adanya perbedaan antara kehendak dengan kecintaan dan keridhaan.[27]
Hubungan prinsip ini dengan klaim mereka bahwa kekuatan yang ada dalam jimat bersumber dari Allah Azza wa Jalla , adalah bahwa andaikan jimat tersebut memang mempunyai kekuatan yang bersumber dari Allah Azza wa Jalla, maka semua itu tidak menunjukkan bahwa Allah Azza wa Jalla meridhai dan mencintai pemakaian jimat. Karena terkadang Allah Azza wa Jalla menakdirkan terjadinya sesuatu yang sebenarnya tidak ia cintai. Dan hal ini salah satu contoh nyatanya.
Argumentasi Mereka Termasuk Tindak Melawan Dalil Dengan Rasio. Dalih para pemakai jimat tersebut, bisa dikategorikan dalam tindak melawan dalil syarâi dengan argumen akal belaka. Sebab dalil-dalil dari al-Qurâân dan Sunnah telah begitu gamblang menjelaskan haramnya pemakaian jimat, bahkan sebagiannya memvonis syirik perbuatan tersebut. Alangkah naifnya jika dalil-dalil shahĂŽh tersebut dilawan dengan argumen akal-akalan!
Sebegitu banyaknya hadits yang melarang pemakaian jimat dan beraneka ragam metode Nabi Shallallahu âalaihi wa sallam di dalam penyampaiannya, sampai-sampai hadits-hadits tersebut bisa diklasifikasikan menjadi beberapa macam[28]:
Jenis pertama: Hadits-hadits yang menyebutkan vonis Rasulullah Shallallahu âalaihi wa sallam terhadap perbuatan tersebut sebagai tindak kesyirikan.
Di antara hadits jenis ini, sabda Nabi Shallallahu âalaihi wa sallam :
Ů ŮŮŮ ŘšŮŮŮŮŮŮ ŘŞŮŮ ŮŮŮŮ ŮŘŠŮ ŮŮŮŮŘŻŮ ŘŁŮŘ´ŮŘąŮŮŮ
âBarangsiapa menggantungkan jimat; berarti berbuat syirikâ[29].
Jenis kedua: Hadits-hadits yang menyebutkan pemberitahuan Rasulullah Shallallahu âalaihi wa sallam ihwal terputusnya pertolongan Allah Azza wa Jalla dan perhatian-Nya dari pemakai jimat.
Di antara hadits jenis ini, sabda Nabi Shallallahu âalaihi wa sallam :
Ů ŮŮŮ ŘŞŮŘšŮŮŮŮŮŮ Ř´ŮŮŮŘŚŮا ŮŮŮŮŮŮ ŘĽŮŮŮŮŮŮŮ
âBarangsiapa menggantungkan sesuatu; dijadikan ketergantungannya ada padanyaâ.[30]
As-SuyĂťthĂŽ menjabarkan hadits di atas, âSabda Nabi Shallallahu âalaihi wa sallam âdijadikan ketergantungannya ada padanyaâ merupakan kiasan akan tidak adanya pertolongan Allah Azza wa Jalla bagi orang tersebutâ[31].
Jenis ketiga: Hadits-hadits yang menyebutkan Rasulullah Shallallahu âalaihi wa sallam mendoakan keburukan bagi orang yang memakai jimat.
Di antara hadits jenis ini, sabda Nabi Shallallahu âalaihi wa sallam :
Ů ŮŮŮ ŘŞŮŘšŮŮŮŮŮŮ ŘŞŮŮ ŮŮŮŮ ŮŘŠŮ ŮŮŮا٠أŮŘŞŮŮ Ů٠اŮŮŮŮŮŮ ŮŮŮŮŘ ŮŮŮ ŮŮŮ ŘŞŮŘšŮŮŮŮŮŮ ŮŮŘŻŮŘšŮŘŠŮ ŮŮŮا٠ŮŮŘŻŮؚ٠اŮŮŮŮŮŮ ŮŮŮŮ
âBarang siapa menggantungkan jimat, semoga Allah tidak menjadikan ia mencapai apa yang diinginkan. Dan barang siapa menggantungkan wadaâah (salah satu jenis jimat), semoga Allah tidak menjadikan dirinya tenangâ[32].
Jenis keempat: Hadits-hadits yang menyebutkan, bahwa Rasulullah Shallallahu âalaihi wa sallam memerintahkan para Sahabat untuk memotong jimat yang digantung di leher hewan ternak.
Di antara hadits jenis ini, sabda Nabi Shallallahu âalaihi wa sallam kepada para Sahabat:
ŘŁŮŮŮ Ůا٠ŮŮبŮŮŮŮŮŮŮŮ ŮŮŮ ŘąŮŮŮبŮ؊٠بŮŘšŮŮع٠ŮŮŮاŮŘŻŮŘŠŮ Ů ŮŮŮ ŮŮŘŞŮع٠أŮŮŮ ŮŮŮاŮŘŻŮŘŠŮ ŘĽŮŮاŮŮ ŮŮءŮŘšŮŘŞŮ
âJanganlah kalung yang terbuat dari tali (jimat) dibiarkan tergantung di leher onta, melainkan dipotongâ[33].
Jenis kelima: Hadits-hadits yang menyebutkan penegasan Rasulullah Shallallahu âalaihi wa sallam bagi siapa saja yang mati dalam keadaan memakai jimat; maka ia tidak akan beruntung selamanya.
Di antara jenis hadits tersebut, adalah sabda Nabi Shallallahu âalaihi wa sallam tatkala melihat salah seorang Sahabat memakai jimat:
ŮŮŘĽŮŮŮŮŮŮ ŮŮŮŮ Ů ŮŘŞŮŮ ŮŮŮŮŮŮ ŘšŮŮŮŮŮŮŮ Ů Ůا ŘŁŮŮŮŮŮŘŮŘŞŮ ŘŁŮبŮŘŻŮا
âJika engkau mati dalam keadaan jimat ini masih engkau pakai; niscaya engkau tidak beruntung selamanyaâ[34].
Jenis keenam: Hadits-hadits yang menyebutkan, Rasulullah Shallallahu âalaihi wa sallam berlepas diri dari orang-orang yang memakai jimat.
Di antara hadits jenis ini, sabda Nabi Shallallahu âalaihi wa sallam :
ŮŮا ŘąŮŮŮŮŮŮŮؚ٠ŮŮŘšŮŮŮ٠اŮŮŘŮŮŮا؊٠سŮŘŞŮءŮŮŮ٠بŮŮ٠بŮŘšŮŘŻŮŮŮŘ ŮŮŘŁŮŘŽŮبŮع٠اŮŮŮŮاس٠أŮŮŮŮŮŮ Ů ŮŮŮ ŘšŮŮŮŘŻŮ ŮŮŘŮŮŮŘŞŮŮŮŘ ŘŁŮŮŮ ŘŞŮŮŮŮŮŮŘŻŮ ŮŮŘŞŮŘąŮŘ§Ř ŘŁŮŮ٠اسŮŘŞŮŮŮŘŹŮ٠بŮŘąŮŘŹŮŮŮؚ٠دŮابŮŮŘŠŮ ŘŁŮŮŮ ŘšŮظŮŮ ŮŘ ŮŮŘĽŮŮŮŮ Ů ŮŘŮŮ ŮŮŘŻŮا ŘľŮŮŮŮŮ٠اŮŮŮŮ ŘšŮŮŮŮŮŮŮ ŮŮŘłŮŮŮŮŮ Ů Ů ŮŮŮŮ٠بŮŘąŮŮŮŘĄŮ
âWahai Ruwaifiâ, nampaknya sepeninggalku, engkau akan panjang umur. Beritahukanlah kepada orang-orang, barang siapa yang mengepang jenggotnya, atau mengalungkan tali (sebagai jimat), atau beristinja dengan kotoran hewan atau tulang; maka Muhammad Shallallahu âalaihi wa sallam berlepas diri darinyaâ[35].
Lihatlah dalil-dalil syarâi yang amat beragam metode penyampaiannya, begitu jelas menunjukkan haramnya pemakaian jimat. Apakah seluruh dalil di atas dan dalil-dalil lain yang senada akan diâaduâ dengan argumentasi akal belaka?! Tidakkah mereka merasa khawatir tertimpa ancaman Allah Azza wa Jalla :
ŮŮŮŮŮŮŘŮŘ°Ůع٠اŮŮŮŘ°ŮŮŮŮ ŮŮŘŽŮاŮŮŮŮŮŮŮ ŘšŮŮŮ ŘŁŮŮ ŮŘąŮŮŮ ŘŁŮŮ ŘŞŮŘľŮŮŮبŮŮŮŮ Ů ŮŮŘŞŮŮŮŘŠŮ ŘŁŮŮŮ ŮŮŘľŮŮŮبŮŮŮŮ Ů ŘšŮŘ°Ůاب٠أŮŮŮŮŮ Ů
Artinya: âHendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedihâ. [an-NĂťr/24:63]
Kita tutup tulisan ini dengan merenungi ulasan yang disampaikan asy-SyâthibĂŽ (w. 790 H), tatkala beliau menggambarkan bagaimanakah generasi terbaik umat ini menyikapi dalil-dalil syarâi?
Beliau bertutur, âPara Sahabat Nabi Shallallahu âalaihi wa sallam dan generasi sesudah mereka, tidak pernah melawan hadits-hadits Nabi Shallallahu âalaihi wa sallam dengan pendapat-pendapat mereka. Baik mereka mengetahui maknanya ataupun tidak, sejalan dengan apa yang mereka ketahui ataupun tidak. Itulah konsekuensi penyampaian hadits Nabi Shallallahu âalaihi wa sallam . Hendaklah oknum yang gemar mengedepankan sesuatu yang penuh kekurangan âyaitu akalâ atas sesuatu yang sempurna âyaitu syariatâ; mengambil pelajaran dari hal ituâ.[36]
Wallâhu taââla aâla wa aâlam. Wa shallallâhu âala nabiyyina muhammadin wa âalâ alihi wa shahbihi ajmaâĂŽn.
Kota Nabi Shallallahu âalaihi wa sallam , Ahad 25 Rabiâul Awwal 1430
Daftar Pustaka: 1. Al-Qurâân dan Terjemahannya. 2. Al-Iâtishâm, karya Ibrâhim bin MĂťsa asy-SyâthibĂŽ, tahqĂŽq MasyhĂťr bin Hasan, Amman: ad-Dâr al-Atsariyyah, cet II, 1428/2007. 3. Al-Jâmiâ ash-ShaghĂŽr fĂŽ AhâdĂŽts al-BasyĂŽr an-NadzĂŽr, karya Jalaluddin as-SuyĂťthĂŽ, Beirut: Dâr al-Fikr, cet I, 1401/1981. 4. Al-Qadhââ wal-Qadar fĂŽ Dhauâil-Kitâb was-Sunnah wa Madzâhibun-Nâs fĂŽhi, karya Dr. Abdurrahmân bin Shâlih al-MahmĂťd, Riyâdh: Dâr al-Wathan, cet II, 1418/1997. 5. Ghâyatul-Marâm fĂŽ TakhrĂŽj AhâdĂŽtsil-Halâl wal-Harâm, karya Syaikh Muhammad Nâshiruddin al-AlbânĂŽ, Beirut: al-Maktab al-Islâmi, cet I, 1400/1980. 6. Madârijus-SâlikĂŽn baina Manâzil Iyyâka Naâbudu wa Iyyâka NastaâĂŽn, karya Ibnu al-Qayyim, tahqĂŽq Muhammad Hâmid al-FaqĂŽ, BeirĂťt: Dâr al-Kitâb al-âArabĂŽ, 1393/1973. 7. Mazhâhirul-Inhirâf fĂŽ TauhĂŽd al-âIbâdah ladâ Baâdhi MuslimĂŽ Indonesia wa Mauqif al-Islâm minhâ, karya Abdullâh Zaen, tesis di Jurusan Akidah Universitas Islam Madinah, 1428/2008. 8. Mazhâhirul-Inhirâf fĂŽ TauhĂŽd al-âIbâdah ladâ Baâdh MuslimĂŽ Uganda wa Subul Muââlajatihâ âalâ Dhauâil-Islâm, karya Husain Muhammad Buwa, tesis di Jurusan Akidah Universitas Islam Madinah, 1412/1992. 9. ShahĂŽhul-BukhârĂŽ, karya Muhammad bin IsmââĂŽl al-BukhârĂŽ, bersama Fath al-BârĂŽ Syarh ShahĂŽh al-BukhârĂŽ, karya Ibnu Hajar al-âAsqalânĂŽ, cetakan al-Maktabah as-SalafĂŽyyah. 10. ShahĂŽhul-Jâmiâ ash-ShaghĂŽr wa Ziyâdatuh (al-Fath al-KabĂŽr), karya Muhammad NâshiruddĂŽn al-Albâni, Beirut: al-Maktab al-Islâmi, cet III, 1408/1988. 11. ShahĂŽh Ibn Hibbân dengan tartĂŽb Ibn Balbân yang berjudul Al-Ihsân fĂŽ TaqrĂŽb ShahĂŽh Ibn Hibbân, tahqĂŽq Syuâaib al-ArnaâĂťth, BeirĂťt: Muâassasah ar-Risâlah, cet I, 1408/1988. 12. ShahĂŽh Muslim, karya Imâm Muslim bin al-Hajjâj, tahqĂŽq Muhammad Fuââd Abdul Bâqi, BeirĂťt: Dâr Ihyaâ at-Turâts al-âArabĂŽ. 13. Sunan an-NasââĂŽ, karya an-Nasââi, bersama Syarh al-HafĂŽzh Jalâluddin as-SuyĂťthi dan Hâsyiyah al-Imam as-SindĂŽ, Beirut: Dârul-Maârifah, cet I, 1411/1991. 14. Sunan at-TirmidzĂŽ, karya AbĂť Ăsâ at-TirmidzĂŽ, âinâyah MasyhĂťr Salmân, Riyâdh: Maktabah al-Maâârif, cet I.
Sunan Ibn Mâjah, karya Muhammad bin YazĂŽd al-QazwĂŽnĂŽ, bersama Mishbâh az-Zujâjah fi Zawââid Ibn Mâjah, karya Syihâbuddin al-BĂťshĂŽrĂŽ, Riyâdh: Maktabah al-Maâârif, cet I, 1419/1998.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02-03/Tahun XIII/1430H/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196] _______ Footnote [1]. Menjawab Kontroversi Seputar Jimat makalah tulisan Zahra Fahira, sebagaimana dalam Majalah Misteri, edisi 387 (hal. 61-62). [2]. Lihat: kisah lengkapnya, dengan berbagai redaksi dan konteks yang beragam dalam: TafsĂŽr ath-ThabarĂŽ (XX/88-92), TafsĂŽr Ibn AbĂŽ Hâtim (X/3241-3243), TafsĂŽr al-BaghawĂŽ (VII/90-94), ad-Durr al-MantsĂťr karya as-SuyĂťthĂŽ (XII/570-583) dan yang lainnya. [3]. Dalam mengumpulkan berbagai statemen mereka, kami amat terbantu dengan apa yang ditulis dalam buku MausĂťâah al-Isrââiliyyât wa al-MaudhĂťâât fi Kutub at-TafsĂŽr karya Muhammad Ahmad âIsa (II/760-769) dan Asbâb al-Khathaâ fĂŽ at-TafsĂŽr â Dirâsah TaâshĂŽliyyah karya Dr. Mahmud Muhammad Yaâqub (I/182-185). [4]. Sebagaimana dinukil al-QâsimĂŽ dalam Mahâsin at-TaâwĂŽl (XIV/5105). [5]. Asy-Syifâ bi TaârĂŽf HuqĂťq al-Mushthafâ (II/836). [6]. Zâd al-MasĂŽr (VII/133). [7]. TafsĂŽr al-QurthubĂŽ (XVIII/22). [8]. TafsĂŽr an-NasafĂŽ (III/156). [9]. TafsĂŽr al-Bahr al-MuhĂŽth (VII/527). [10]. TafsĂŽr Ibn KatsĂŽr (VII/68), lihat pula al-Bidâyah wa an-Nihâyah (II/340-341). [11]. Ibid (VII/69). [12]. Jâmiâ al-Bayân fĂŽ TafsĂŽr al-Qurâân (hal. 812). [13]. RĂťh al-MaâânĂŽ (XXIII/199). [14]. Semisal komentar az-ZamakhsyarĂŽ (w. 538 H) dalam al-Kasysyâf (IV/90-91), ar-Râzi (w. 606 H) dalam TafsĂŽrnya (XXVI/207), as-SuyĂťthĂŽ (w. 911 H) dalam Manâhil ash-Shafâ fĂŽ TakhrĂŽj AhâdĂŽts asy-Syifâ (hal. 228 no. 1244), asy-SyinqĂŽthĂŽ (w. 1393) dalam Adhwââ al-Bayân (IV/101 dan VII/37), Abu Syahbah dalam al-IsrââĂŽliyyât wa al-MaudhĂťâât fi Kitub at-TafsĂŽr (hal. 272). [15]. Lihat: TafsĂŽr Ibn KatsĂŽr (VII/69). [16]. Lihat: Al-KâfĂŽ asy-Syâf fĂŽ TakhrĂŽj AhâdĂŽts al-Kasysyâf (IV/90) sebagaimana dalam MausĂťâah al-Hâfizh Ibn Hajar al-âAsqalânĂŽ al-HadĂŽtsiyyah (IV/586). [17]. Lihat: Ad-Durr al-MantsĂťr (XII/571). TafsĂŽr Ibn KatsĂŽr (VII/68), dan al-Bidâyah wa an-Nihâyah (II/340-341). [18]. Ibnu Abbâs menukil kisah tersebut dari Kaâab al-Ahbâr, sebagaimana dalam ad-Durr al-MantsĂťr (XII/573). [19]. Lihat: Manâhiuash-Shafâ fĂŽ TakhrĂŽj AhâdĂŽts asy-Syifâ (hal. 228 no. 1244), [20]. Lihat: al-IsrââĂŽliyyât wal-MaudhĂťâât fi Kitubit-TafsĂŽr (hal. 96 dan 272). [21]. Lihat: Asbâbul-Khathaâ fĂŽt-TafsĂŽr (I/182-183) dan TafsĂŽr ar-RâzĂŽ (XXVI/207). [22]. Lihat: TafsĂŽr ar-RâzĂŽ (XXVI/208), TafsĂŽr an-NasafĂŽ (III/155-156), al-Bahr al-MuhĂŽth (VII/527-528), RĂťh al-MaâânĂŽ (XXIII/198) dan Adhwââ ul-Bayân (IV/100-101). [23]. HR. Bukhâri (XI/524 no. 6639 âal-Fath) dan Muslim (III/1276 no. 1654). [24]. Antara lain dalam al-Baqarah/2:102 dan an-Nisâ/4:51-52. [25]. Sebagaimana dalam HR. Bukhâri (X/232 no. 5763 âal-Fath) dan Muslim (IV/1719 no. 2189) dari hadits Aisyah Radhiyallahu anhuma. [26]. Lihat: Madârijus-SâlikĂŽn karya Ibnul Qayyim (II/192). [27]. Lihat: Al-Qadhââ Wal-Qadar FĂŽ Dhauâil-Kitâb Was-Sunnah Wa Madzâhibun-Nâs FĂŽhi, karya Dr. Abdurrahmân bin Shâlih al-MahmĂťd (hal. 295-296). [28]. Dalam menyusun pengklasifikasian ini, kami banyak terbantu dengan buku Mazhâhirul-Inhirâf âan TauhĂŽdil-âIbâdah Ladâ Baâdhi MuslimĂŽ Uganda, karya Husain Muhammad Buwa (hal. 46-49). Untuk lebih luasnya, silahkan merujuk tesis kami: Mazhâhirul-Inhirâf âAn TauhĂŽdil-âIbâdah Ladâ Baâdhi MuslimĂŽ Indonesia Wa Mauqiful-Islâm Minhâ (II/905-910). [29]. HR. Ahmad (XXVIII/637 no. 17422) dan al-Hâkim (IV/219) dari hadits âUqbah bin âĂmir. Al-Haitsami dalam Majmaâ uz-Zawââid (V/103) berkomentar, âPara perawi Ahmad terpercayaâ. Syaikh al-AlbânĂŽ dalam Silsilah al-AhâdĂŽts ash-ShahĂŽhah (I/889-890 no. 492) menshahĂŽhkan hadits ini. [30]. HR. At-Tirmidzi (hal. 468 no. 2072) dan al-Hâkim (IV/216) dari hadits Abdullâh bin âUkaim. As-SuyĂťthi dalam al-Jâmiâ ash-ShaghĂŽr (II/590 no. 8599) mengisyaratkan bahwa hadits ini hasan. Syaikh al-AlbânĂŽ dalam Ghâyatul-Marâm (hal. 181 no. 297) menyimpulkan bahwa hadits ini hasan. [31]. Syarh as-SuyĂťthĂŽ li Sunan an-NasââĂŽ (VII/128 âSunan an-NasââĂŽ). [32]. HR. Ahmad (XXVIII/623 no. 17404), al-Hâkim (IV/216) dan Ibnu Hibbân (XIII/451 no. 6086) dari hadits âUqbah bin âĂmir. Al-Hâkim menshahĂŽhkan sanad hadits ini dan adz-Dzahabi menyepakatinya. Al-Haitsami dalam Majmaâ uz-Zawââid (IX/304-305) berkomentar, âHadits ini diriwayatkan Ahmad dengan redaksi yang panjang juga redaksi yang ringkas, dan diriwayatkan pula oleh Abu Yaâlâ. Para perawi hadits yang redaksinya panjang termasuk katagori perawi kitab ash-ShahĂŽhâ. [33]. HR. Bukhâri (VI/141 no. 3005) dan Muslim (III/1672-1673 no. 2115) dari hadits Abu BasyĂŽr al-AnshârĂŽ. [34]. HR. Ahmad (XXXIII/204 no. 20000), Ibnu Hibbân (XIII/449 no. 6085) dan al-Hâkim (IV/216) dari hadits âImrân bin Hushain. Al-Hâkim mensahihkan isnâdnya dan adz-Dzahabi menyetujuinya. Al-BĂťshiri dalam Mishbâh az-Zujâjah (III/481 âSunan Ibn Mâjah) menghasankan isnâdnya. [35]. HR. Abu Dâwud (I/31-32 no. 36) dari hadits Ruwaifiâ bin Tsâbit. Syaikh al-Albâni dalam ShahĂŽhul-Jâmiâ (II/1310 no. 7910) menshahĂŽhkan hadits ini.
[36]. Al-Iâtishâm (III/427-428).
Anda belum mahir membaca Qur'an? Ingin segera bisa? Klik di sini sekarang!
Gallery Tongkat Nabi Musa Dan Cincin Nabi Sulaiman
Masa Allah Inilah Bukti Bahwa Nabi Musa Pernah Membelah Lautan
Nama Tidak Boleh Kosong On Twitter Dabbat Membawa 2 Barang
Aneka Informasi Monster Yang Kelak Muncul Di Akhir Zaman
Hilang Ribuan Tahun Benarkah Tongkat Sakti Nabi Musa Telah
300 Gambar Cincin Nabi Sulaiman Asli Paling Baru Gambar Id
Apa Benar Kalo Menggunakan Cincin Nabi Sulaiman Kita Bisa
Tongkat Nabi Musa Ditemukan Setelah Hilang Termakan Zaman
Cincin Pernikahan Emas Putih Dan Harganya Cincin Pernikahan
Hilang Ribuan Tahun Benarkah Tongkat Sakti Nabi Musa Telah
Benarkah Nabi Sulaiman Dan Nabi Musa Memakai Jimat 02
Kita Akan Dipilih Sama Ada Dapat Tongkat Nabi Musa Atau Cincin Nabi Sulaiman Ustaz Wadi Anuar
Setahun Anai Anai Makan Tongkat Nabi Sulaiman Baharulah
Tongkat Nabi Musa Ditemukan Setelah Hilang Termakan Zaman
Hewan Melata Kiamat Akan Muncul Di Mekah 8 Terhangat
Alquran Dan Sains Jelaskan Peran Rayap Dalam Wafatnya Nabi
Hewan Hewan Yang Ada Dalam Mitologi Islam Technoilahi News
Cincin Nabi Sulaiman Ditemukan Di Tangan Perampok Makam Kuno
Benarkah Kisah Nabi Musa Memukul Malaikat Hingga Matanya
Penselmerah Makhluk Dalam Al Qur An Yang Akan Muncul Saat
Dimana Cincin Dan Tongkat Nabi Sulaiman Page 9
Tongkat Nabi Musa Ditemukan Setelah Hilang Termakan Zaman
Cincin Pernikahan Emas Putih Dan Harganya Cincin Pernikahan
Menguak Misteri Cincin Sulaiman Yang Konon Bisa Bikin
Peneliti Ini Klaim Tabut Perjanjian Nabi Musa Ada Di
0 Response to "Tongkat Nabi Musa Dan Cincin Nabi Sulaiman"
Post a Comment