Namanya adalah Imaduddin Abȗl Fidâ Ismâȋl bin al-Khatib Abȗ Hafs ‘Umar bin Katsȋr asy-Syâfi’ȋ al-Quraisyȋ ad-Dimasyqi, Banȋ Hashlah tetapi lebih dikenal dengan nama Ibnu Katsir. Ia lahir di Basrah, Suriah pada sekitar tahun 1300 M atau 700 H. Saat masih kecil ayahnya meninggal sehingga ia diasuh oleh pamannya dan dibawa ke Damaskus. Di kota inilah ia tumbuh besar dan banyak menimba berbagai ilmu agama dan sejarah dari para ulama terkenal di antaranya Kamaluddin’Abd Wahab, ibn Asy-Syuhnah, al-Amdi, Ibn Asâkir dan lainnya. Dari sekian banyak gurunya ibnu Katsir paling banyak belajar kepada Yusȗf bin’Abdurrahmân al-Mazzȋ. Dia pernah belajar kitab rijal Hadits, dengan membaca kitab Tahzib al-kamal dihadapan sang guru smpai selesai. Demikian pula, ia banyak menghabiskan waktu belajarnya dengan Ibnu Taimiyah. Sejak masa-masa belajarnya, Ibnu Katsȋr sangat dikenal oleh guru-guru dan teman-temannya sebagai seorang murid yang cerdas dan mempunyai daya ingat yang kuat. Sehingga tidak heran jika setelah tumbuh dewasa, ia menjadi seorang ulama besar yang sangat ahli dalam bidang al-Quran, tafsir, hadits, fiqh, dan sebagainya. Ibnu Katsȋr meninggal pada bulan Sya’bân tahun 774 H, bertepatan dengan bulan Februari 1373 M. ia dimakamkan di Damaskus, bersebelahan dengan makam gurunya Ibnu Taimiyah. B. Latar Belakang Penulisan
Tentang Kitab Tafsir Ibnu Katsir Salah satu karya Ibnu Katsir yang monumental dan populer hingga sekarang adalah Tafsir Ibnu Katsir. Mengenai nama tafsir yang dikarang oleh Ibnu Katsir ini tidak ada data yang dapat memastikan berasal dari pengarangnya. Hal ini karena dalam kitab tafsir dan karya-karya lainnya Ibnu Katsir tidak menyebutkan judul/nama bagi kitab tafsir, padahal untuk karya-karya lainnya ia menamainya. Ada beberapa pendapat mengenai nama tafsir Ibnu Katsir
1. Para penulis sejarah tafsir al-qur’an seperti Muhammad Husaȋn al-Zahabi dan Muhammad ‘Alȋ al-Sâbȗnȋ menyebut tafsir karya ibnu katsir ini dengan nama Tafsir al-Qur’ân al-‘Azȋm.
2. ada pula yang memakai judul Tafsir Ibnu Katsir, perbedaan nama/judul tersebut hanyalah pada namanya sedangkan isinya sama.
3. Sementara Ibnu Thaqri Bardi menyebut karya tersebut dengan nama Tafsir Al-Quran al-Karim.
Ketiga nama itu sebenarnya bisa diterima sebagai esensi yang dimaksudkan tidak lain adalah Tafsir Ibnu Katsir karya Ibnu Katsir sendiri. Tafsir al-Quran al-‘Azhim. Dari masa hidup penulisnya diketahui bahwa kitab tafsir ini muncul pada abad ke-8 H/14 M. Berdasarkan data yang diperoleh kitab ini pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 1342 H/ 1923 M yang terdiri dari empat jilid.
Tafsir ini menggunakan sumber-sumber primer yang menjelaskan ayat-ayat al-quran dengan bahasa yang sederhana dan gampang dipahami. Tafsir ini lebih mementingkan riwayat-riwayat yang otentik dan menolak pengaruh-pengaruh asing seperti israiliyat. Tafsir ini merupakan salah satu kitab yang berkualitas dan otentik.
Tafsir ini disusun oleh Ibnu Katsir berdasarkan sistematika tertib susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf al-Quran yang lazim disebut sebagai sistematika tertib mushafi. Secara rinci kandungan dan urutan tafsir yang terdiri dari empat jliid ini ialah jilid 1 berisi tafsir surah al-fatihah (1) s/d an-nisa (4), jilid II berisi tafsir surah al-maidah (5) s/d an-nahl (16), jilid III berisi tafsir surah al-isra(17) s/d Yasin (36), dan jilid IV berisi surah al-saffat (37) s/d an-nas (114).
Tafsir ini merupakan tafsir paling masyhur yang memberikan perhatian besar terhadap apa yang diriwayatkan dari para mufassir salaf dan menjelaskan makna-makna ayat dan hukum-hukumnya serta menjauhi pembahasan i’rab dan cabang balagah pada umumnya dibicarakan secara panjang lebar oleh kebanyakan mufassir. Namun jika menguraikan masalah balagah dan i’rab sangat padat dan mengena. Jika tidak terlalu tenggelam dalam mendiskusikan masalah-masalah fiqih, ia memang sering mendiskusikan tapi seperlunya. Perhatian utamanya adalah menafsirkan al-qur’an dengan sumber-sumber yang dapat dipercaya. Maka wajar, jika sementara ulama mengakui tafsir ini sunyi dari kontaminasi penafsiran Israiliyyat dan jauh dari riwayat-riwayat palsu (maudu’at). Masalah Israiliyyat mendapat perhatian khusus Ibnu Katsȋr. Dalam tafsirnya ini, ia snagat serius membongkar riwayat-riwayat Israiliyyat yang banyak dimuat dalam kitab-kitab tafsir lian.
3. Tafsir Ibnu ‘Athiyyah dan lainnya.
D. Corak dan Metode Tafsir Ibnu Katsȋr
Tafsir karya monumental Ibnu Katsir itu ada pendapat yang mengatakan bahwa dari segi metodologi ia menganut sistem tradisional, yakni sistematika tertib mushaf dengan merampungkan penafsiran seluruh ayat dari surah al-fatihah hingga akhir surah an-Nas. Dikatakan bahwa dalam operasionalisasinya, Ibnu Katsir menempuh cara pengelompokkan ayat-ayat berbeda, namun tetap dalam konteks yang sama. Metode demikian juga ditempuh beberapa mufassir di abad 20-an seperti Rasyid Ridha, Al-Maraghi, Al-Qasimi.
Kitab ini dapat dikategorikan sebagai salah satu kitab tafsir dengan corak dan orientasi (al-laun wa ittajah) tafsir bi al-ma’tsur /tafsir bi al-riwayah, karena dalam tafsir ini sangat dominan memakai riwayat/hadis, pendapat sahabat dan tabi’in. Adapun metode (manhaj) yang ditempuh Ibnu Katsir dalam menafsirkan al-Quran dapat dikategorikan sebagai manhaj tahlili (metode analitis). Kategori ini dikarenakan pengarangnya menafsirkan ayat demi ayat secara analitis menurut urutan mushaf al-Quran. Meski demikian metode penafsiran kitab ini pun dapat dikatakan semi tematik (maudhu’i) karena ketika menafsirkan ayat ia mengelompokan ayat-ayat yang masih dalam satu konteks pembicaraan ke dalam satu tempat, baik satu atau beberapa ayat kemudian ia menampilkan ayat-ayat lainnya terkait untuk menjelaskan ayat yang sedang ditafsirkan itu.
Metode tersebut, ia aplikasikan dengan metode-metode penafsiran yang dianggapanya paling baik (ahsan turuq al-tafsir). Langkah-langkah dalam penafsirannya secara garis besar ada tiga;
1. Menyebutkan ayat ditafsirkannya, kemudian menafsirkannya dengan bahasa yang mudah dan ringkas. Jika memungkinkan, ia menjelaskan ayat tersebut dengan ayat yang lain, kemudian memperbandingkannya hingga makna dan maksudnya jelas.
2. Mengemukakan berbagai hadis atau riwayat yang marfu’ yang berhubungan dengan ayat yang sedang ditafsirkan. Ia pun sering menjelaskan antara hadis atau riwayat yang dapat dijadikan argumentasi (hujah) dan yang tidak, tanpa mengabaikan pendapat para sahabat, tabi’in.
3. Mengemukakan berbagai pendapat mufasir para ulama tabi’in ulama . Dalam hal ini, ia terkadang menentukan pendapat yang paling kuat dia antara para ulama yang dikutipnya, atau mengemukakan pendapatnya sendiri dan terkadang ia sendiri tidak berpendapat. Disamping itu, kitab tafsir ini banyak menguraikan makna-makna al-qur’an dengan menggunakan analisis kebahasaan (Bahaa Arab). وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَآؤُوْاْ بِغَضَبٍ مِّنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُواْ يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ذَلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعْتَدُونَ -٦١-
Kemudian mereka ditimpa kenistaan dan kemiskinan, dan mereka (kembali) mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas. (QS: al-Baqarah/2: 61)
Allah Ta’ala berfirman,” lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan,”artinya nista dan kehinaan itu diberlakukan dan ditetapkan atas mereka sebagai ketetapan dan takdir. Yakni mereka senantiasa dihinakan. Setiap orang yang menjumpai mereka akan memandang mereka hina dan rendah serta menetapkan kekerdilannya. Di samping itu, mereka merasa kehinaan dan kenistaan lantaran dosa yang telah mereka perbuat. Al-Hasan berkata,” Allah menghinakan merka , tidak punya kekuatan serta menjadikan mereka dibawah kaki orang muslim hingga umat islam sekarang dan kaum Majusi mewajibkan mereka bayar pajak, serta mereka kembali memikul murkaan dan kemarahan Allah karena dosa-dosa yang telah mereka lakukan.
“Hal itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak. “Allah Ta’ala berfirman, sesungguhnya Allah membalas terhadap mereka dengan kehinaan, kenistaan, kemurkaan dan kemarah. Sebab mereka sombong dan tidak mau mengikuti syari’at yang dibawa para nabi. Mereka telah mengurangi haknya hingga mencapai suatu titik keadaan yang menyerek mereka pada pembunuhan para nabi tanpa hak, yaitu kejahatan yang mereka lakukan. Tidak ada kekafiran yang lebih besar dan lebih jahat daripada membunuh nabi.
عن عبدالله ين مسعود رضي الله عنه، أن النبي صالله عليه وسلم قال: أشد الناس عذابا يوم القيامة،رجل قتله نبي، أو قتل نبيا وامام ضلالة وممثل من ممثلتين(رواه أحمد)
Dari ‘Abdullah bin Mas’ȗd Rasulullah Saw bersabda, manusia yang paling berat siksanya pada hari kiamat ialah orang yang dibunuh nabi, membunuh nabi, pemimpin yang sesat dan pelaku sadis dalam membunuh.( Imam Ahmad)
Dalam hadits lain dikatakan,” kesombongan ialah menolak kebenaran dan menzalimi orang lain,” yaitu menolak hak, melecehkan, meremehkan orang lain dan membanggakan diri. Oleh karena itu, Allah menetapkan kenistaan kepada mereka yang tidak dapat ditolak serta menyeliputi kehinaan, baik di dunia maupun akhirat sebagai pembalasan yang setimpal. Hal ini mereka durhaka dan melampaui batas dengan berbagai kemaksiatan dan melanggar hal-hal yang diharamkan Allah. F. Karya-Karya Ibnu Katsir
Sebagai ulama ia banyak menghasilkan karya-karya ilmiah dari berbagai disiplin ilmu Islam, seperti tafsir, hadits, juga sejarah. Diantaranya
1. kitab Tafsȋr al-Qur’ân al-‘Adzȋm yang dikenal dengan nama tafsir Ibnu Katsir
2. Jamȋul masânȋd wa as-Sunan Hâdȋ li Aqwami Sunan, sebanyak 8 jilid yang berisi tokoh-tokoh perawi hadits
3. at-Takmȋlah fȋ Ma’rifatus Tsiqat wad Dhu’afâ wal Majâhȋl, sebanyak 5 jilid yang berisi nama-nama perawi yang kuat dan yang lemah
4. Mukhtashar kitab Muqaddimah Ibnu shallah; al-Bâ’is al-Hadȋts, berisi masalah ilmu hadits
5. al-Bidâyah wan Nihâyah sebanyak 14 jilid dalam bidang sejarah
6. al-Fashal fȋ sirah ar-Rasul; Thabaqât asy-Syâfi’iyah.
7. al-Ijtihâd fȋ Thalâbil Ijtihâd dalam bidang fiqh. 8. Al-Kawâkibub Darâri fȋ at-Târȋkh
9. Tafsȋrul Qur’ân;al-ijtihâd fȋ Talabil jihâd
10. Al-wadhihun Nafȋs fȋ Manâqibul Imâm Muhammad Ibn Idris. 13. Syarah Shahih al-Bukhârȋ
G. Kelebihan Dan Kekurangan Dalam Tafsir Ibnu Katsȋr
Kelebihan penafsiran Ibnu Katsir diantaranya
1. Para pakar tafsir dan ‘Ulumul Qur’an umumnya menyatakan bahwa tafsir Ibnu Katsir ini merupakan kitab tafsir bi al-matsur terbesar kedua setelah tafsir al-Thabari.
2. penafsiran ayat dengan ayat al-Qur’an
3. al-Qur’an dan dengan hadis yang tersusun secara semi tematik, bahkan dalam hal ini ia dapat dikatakan sebagai perintisnya. Selain itu, dalam tafsir ini pun banyak memuat informasi dan kritik tentang riwayat Israiliyat dan menghindari kupasan-kupasan linguistik yang terlalu bertele-tele. Karena itulah al-Suyuti memujinya sebagaikitab tafsir yang tiada tandingannya.
4. tafsir ini memberi pengaruh yang sangat signifikan kepada sejumlah mufasir yang hidup sesudahnya, termasuk Rasyid Rida, penyusun Tafsir al-Manar.
5. Mengumpulkan ayat-ayat al-qur’an yang mempunyai kolerasi makna yang saling mendukung.
6. Menerangkan asbabun nuzul, jika pada ayat itu mempunyai sebab-sebab turunya.
sedangkan kekurangan penafsiran Ibnu Katsir diantaranya
1. Muhammad al-Gazali, misalnya, menyatakan bahwa betapapun Ibnu Katsir dalam tafsirnya telah berusaha menyeleksi hadis-hadis atau riwayat-riwayat (secara relatif ketat), ternyata masih juga memuat hadis hadis yang sanadnya da’if dan kontradiktif. Hal ini tidak hanya ada dalam tafsir Ibnu Katsir tetapi juga pada kitab-kitab tafsir bil ma’tsur pada umumnya.
0 Response to "Kitab Tafsir Ibnu Katsir"
Post a Comment